Pada kesempatan kali ini saya akan me-review buku acehnologi yang terdapat dalam bab 26, yaitu tentang Makna Dan Peran Bahasa Aceh. Kali ini kita akan memasuki ranah tata bahasa aceh. Sebagaimana kita tau bahasa aceh belum menjadi satu subjek mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan secara berkelanjutan di sekolah atau perguruan tinggi. Yang ada hanya mulok (muatan lokal). Ini sangat berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang ada di nusantara yaitu ada sastera melayu, sastera jawa, dan sastera sunda.
Sampai saat ini keberadaan bahasa aceh sangat mengkhawatirkan, selain tidak digunakan sebagai bahasa pengantar, juga sudah sedikit sekali orang aceh yang berbica bahasa aceh terutama yang tinggal di perkotaan. Rata-rata mereka menggunakan bahasa indonesia saat berbicara satu sama lain, bukan hanya tua, muda, remaja bahkan anak kecilpun sudah di ajarkan bahasa indonesia bukan bahasa lokal yaitu bahasa aceh.
Peran orang tua sangat berpengaruh terhadap kebudayaan bahasa aceh, harusnya orang tua mengajari bahasa aceh kepada anak-anak yang masih kecil. Agar mereka tau bagaimana hebatnya bahasa aceh kita yang beragam macam pengucapannya.
Ini sangat berbeda dengan orang terdahulu, yang mana mereka selalu mengutamakan bahasa aceh dalam segi kehidupan bermasyarakat. Tak hanya di kampung saat pergi ke kota mereka juga berbicara bahasa aceh, jadi jangan heran jika kita menemukan nenek atau kakek kita kurang bisa berbahasa indonesia.
Jika terus dibiarakan seperti ini bukan tidak mungkin bahasa aceh akan sirna secara perlahan-lahan. Jika bukan kita yang melestarikan kebudayaan berbahasa lantas siapa lagi. Jangan berharap daerah lain akan melestarikan bahasa kita, karena kita sendiri yang akan menjadi penerus kebudayaan itu untuk kita perlihatkan kepada generasi penerus yang akan lahir di masa depan nanti.