Berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU tersebut, juga diamanatkan bahwa wilayah perkotaan harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 30% dari luas total wilayah.
RTH terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat. Ruang terbuka hijau publik didefinisikan sebagai ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sementara yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Berdasarkan UU tersebut, RTH publik dan RTH privat harus memiliki proporsi masing-masing 20% dan 10% dari total area kota.
Baik RTH publik maupun privat memiliki fungsi utama sebagai fungsi ekologis dan fungsi tambahan diantaranya sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai area rekreasi, area serapan air, menyerap emisi dan meningkatkan estetika kota. Dengan demikian, ruang terbuka hijau merupakan faktor penting yang menentukan kualitas lingkungan perkotaan.
Penyediaan RTH yang memadai merupakan permasalahan klasik yang dihadapi oleh seluruh kota di Indonesia. Hal ini terjadi akibat perencanaan kota yang tidak berjalan baik di kota-kota Indonesia hingga awal milenium. Perencanaan kota Indonesia baru menjadi penting di awal-awal milenium, yang ditunjukkan dengan lahirnya UU no 26 tahun 2007.
Perencanaan Kota Banda Aceh jauh membaik sejak rekontruksi dan rehabilitasi tsunami 2004 di bawah kepemimpinan Almarhum Mawardi Nurdin. Jasanya membangun kota Banda Aceh pasca tsunami 2004 begitu melekat dan ia dihargai oleh Mantan Gubernur Zaini Abdullah sebagai "Bapak Pembangunan Kota Banda Aceh". (Jasa Pak Mawardi dalam membangun Banda Aceh akan saya ceritakan di tulisan berikutnya).
Ini adalah Hutan Kota Tibang, salah satu hutan kota yang baik yang dibangun di masa pak Mawardi pada tahun 2010-2013
Dampak dari perencanaan kota yang buruk hingga sebelum milenium terasa hingga saat ini. Ruang-ruang kota terlanjur di kuasai ruang terbangun seperti bangunan, jalan, parkir, perumahan dan lain-lain. Hal ini berdampak pada permasalahan penyediaan ruang terbuka hijau hingga saat ini.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan Keindahan Kota, saat ini Banda Aceh baru memiliki area ruang terbuka hijau sebesar 23,2%, dimana ruang terbuka publik sebesar 13,2% dan ruang terbuka hijau privat mencapai 10%. Luas ruang terbuka hijau privat telah mencapai target sesuai undang-undang, Namun, target RTH publik belum mencapai target. Kesenjangan antara target dan capaian RTH publik mencapai 6,8%. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan RTH publik di Banda Aceh belum memadai.
Belum tercapainya target ini disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan luas RTH. Berdasarkan data, pertumbuhan area terbuka hijau Kota Banda Aceh hanya mencapai 0,2-0,3% per tahun. Padahal untuk mencapai target 30% RTH pada tahun 2029 sesuai RTRW 2009-2029, pertambahan RTH harus mencapai sekitar 0,6-0,7% per tahun. Hal ini disebabkan oleh sulitnya memenuhi kebutuhan budget untuk mencapai target perluasan RTH publik per tahun. Hal ini berdampak pada program-program perluasan RTH seperti belum maksimalnya rehabilitasi kawasan hutan bakau di utara kota.
Selain itu, RTH tidak jarang menjadi korban pembangunan infrastruktur. Hal ini diakibatkan oleh belum terintegrasinya perencanaan RTH dengan perencanaan infrastruktur lain. Hal ini mengakibatkan rusaknya lahan RTH untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, saluran air minum, dan lain-lain. Selain itu, juga belum ada peraturan yang mengikat pemerintah level gampong untuk perluasan RTH. Selama ini, perluasan RTH dilakukan secara top-down oleh dinas terkait. Namun, saat ini percepatan perluasan RTH belum didukung oleh regulasi yang kuat. Akibatnya, pertumbuhan RTH terhambat. Selain itu, konsep perluasan RTH yang potensial seperti pembuatan taman RTH di level gampong juga tidak berjalan.
Pemerintah Banda Aceh harus diakui mampu membangun beberapa RTH yang cukup baik kualitasnya seperti Hutan Kota BNI TIbang dan Hutan Kota Pelanggahan, jalur hijau sepanjang sungai Krueng Aceh, renovasi taman seperti taman putroe phang dan lain-lain. Namun di sisi lain, beberapa RTH di Kota Banda Aceh tidak berfungsi maksimal akibat minimnya kunjungan warga. Hal ini bisa dilihat misalnya di area koridor hijau sepanjang sungai Krueng Aceh. Hal ini diakibatkan oleh masih kurangnya atraksi kawasan serta rusaknya fasilitas akibat perawatan yang kurang baik, contohnya di RTH koridor hijau sepanjang Krueng Aceh ini.
Selain itu, banyak RTH taman di Kota Banda Aceh memiliki angka kunjungan rendah akibat tertutupnya akses ke dalam RTH. Hal ini misalnya terlihat di RTH Gunongan, RTH Taman Putroe Phang serta Hutan Kota Pelanggahan. Untuk meningkatkan kunjungan, aksesibilitas RTH perlu diperluas. Selama ini, akses tertutup dilakukan untuk tujuan pengawasan taman. Namun, saat ini pengawasan bisa dilakukan dengan pemasangan CCTV. Dengan demikian, pemagaran taman sehingga akses terbatas harus dikurangi.
Poin penting lainnya yaitu belum maksimalnya potensi air/ sungai sebagai pusat atraksi RTH. Kota Banda Aceh memiliki banyak sungai yang melewati tengah kota seperti Krueng Aceh, Krueng Daroy, dan Kanal Sungai Aceh. Namun, potensi sungai sebagai pusat atraksi RTH sepanjang sungai belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini diakibatkan oleh banyak faktor, misalnya polusi akibat limbah domestik yang dibuang tanpa pengolahan ke sungai, belum berjalannya rekayasa kawasan sungai sebagai pusat atraksi. Potensi panorama Krueng Aceh di bawah misalnya belum dimaksimalkan saat ini.
Hal ini menunjukkan bahwa dibalik kualitas perencanaan kota yang membaik pasca rekronstruksi tsunami, Banda Aceh masih memiliki banyak permasalahan yang tidak terlepas oleh permasalahan perencanaan kota di masa lalu. Hal ini berdampak pada situasi saat ini, termasuk dalam penyediaan ruang terbuka hijau di Kota Banda Aceh.
good post
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
thank you
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit