Berbicara tentang antropologi Aceh, ingatan saya akan otomatis merujuk kepada cerita-cerita yang dipaparkan pak KBA di sesi-sesi kuliah antropologi hukum. Sejujurnya nama Snouck Hugronje tidaklah asing bagi saya, karna sejak MIN saya sudah mendengar cerita ini dari Teungku Him yang mengajarkan ngaji. Beliau menyebut Snouck Huguronyong bukan Snouck Hurgronje. Dalam pengajian saat itu, beliau menyebutkan bahwa ada orang yang dengan sengaja mempelajari islam dari tempat dimana islam itu berasal hanya untuk mencari kelemahan dan menjatuhkan islam dengan teori-teorinya yang mana sebagian besar masyarakat aceh terpedaya dengan sampul alumni Mekkah yang ada pada dirinya.
Salah satu hal yang urgen atau yang paling poenting dan menurut saya tidak dapat dipisahkan dari kajian antropologi yaitu kajian terhadap budaya yang ada dan tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini merupakan tugas antropolog untuk menafsirkan dan mengetahui tentang budaya pada suatu tempat ataupun suatu daerah. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pendekatan antropologi sangat memungkinkan untuk menafsirkan budaya Aceh. Namun menafsirkan budaya Aceh melalui kajian antropologi bukanlah suatu hal yang mudah karena Antropologi Aceh sebdiri belum menemukan konstruksi keilmuannya tersendiri, bahkan kajian antropologi masih didominasi oleh kajian antropolog barat.
Untuk memudahkan wilayah kerja antropologi aceh, maka di bab ini wilayah Aceh diklasifikasikan menjadi beberapa bagian. Wilayah pertama yaitu ibukota Aceh yaitu Banda Aceh yang mana meruopakan wilayah urban. Wilayah ini merupakan tempat dimana pertemuan dan interaksi antar semua kebudayaan dari seluruh kebudayaan yang ada di Aceh namun merantau ke Ibu kota provinsi baik itu untuk mengadu nasib maupun untuk menempuh oendidikan.Arus modernisasi yang terjadi di Banda Aceh, sudah pasti akan memperkaya tafsir kebudayaan yang ada di banda aceh. Wilayah kedua merupakan wilayah persawahan-perbukitan-pegunungan yang ada di Aceh Besar mulai dari Saree perbatasan dengan Aceh Pidie, hingga ke Lhoong, perbatasan dengan Aceh Jaya. Kawasan-kawasan ini tentu akan jauh berbeda budaya maupun kebiasaannya dengan kehidupan di kota Banda Aceh. Wilayah ini juga mencakup kawasan areal pesisir di sekitar gunung Seulawah. Yang menarik dari daerah ini adalah keaslian masyarakatnya yang agak berbeda dengan di seberang gunung Geurute dan gunung Seulawah. Wiayah ini menuntut penjelasan antropologi bagaimana kehidupan masyarakat disana yang tidak terkena dampak modernisasi dan globalisasi.
Studi antropologi yang sudah marak dilakukan di kampus-kampus Aceh, sudah semestinya menjadikan budaya aceh sebagai basis utama di dalam membangun analisa sebagai seorang peneliti kebudayaan. Kajian antropologi juga harus mampu masuk pada penyusunan ulang teori-teori antropologi yang berdasarkan pada kebudayaan masyarakat aceh. Hal ini sebenarnya bukan lah sesuatu yang sulit dicapai, sebab dahulu para antropolog pada masa kolonial, menemukan berbagai teori yang kemudian dipelajari di kampus-kampus terkemuka di barat. Para penstudi antropologi sudah harus mampu menyelami pada thapan-tahapan teoritisasi ilmu pengetahuan khususnya mengenai kajian kebudayaan aceh itu sendiri. Dengan demikian, antropologi aceh menjadi suatu disiplin ilmu yang dapat diajarkan kepada peserta didik, tidak hanya di level perguruan tinggi, tetapi juga di sekolah-sekolah di aceh. Saat ini, materi dan pelajaran mengenai sejarah maupun kebudayaan aceh hanya sekedar di pelajaran tambahan seperti muatan lokal ataupun bahasa aceh. Walaupun agak tergantikan, namun salah satu fungsi utama dari antropologi aceh adalah menggali sitem cara pandang masyarakat aceh yang kemudian di pantulkan pada konteks masa kiini. Demikian juga dalam perubahan standar moral di dalam masyarakat aceh khususnya kawula muda juga mengalai pergeseran.
Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!