"Aku kok merasa bersalah banget ya, Mbak. Gara-gara aku enggak bisa apa-apa, adek jadi masuk sini lagi.."
Sembari mengucapkan itu dengan intonasi rendah, air matanya tumpah. Terdengar suara sesenggukan tangisannya dari balik masker.
Anaknya, bayi cantik dengan berat lahir 2000 gram yang dilahirkan saat usia kehamilan 35 minggu karena mamanya mengalami pre eklampsia berat. Risiko kehamilan dari ibu yang usianya masih 16 tahun salah satunya memang PEB. Sempat dirawat di NICU selama lima hari karena tidak langsung menangis saat dilahirkan melalui proses SC lalu kemudian stabil dan dipindahkan ke ruang perawatan bayi level dua. Di sana si kecil juga berespon positif selama perawatan dan setelah sepuluh hari diperbolehkan pulang.
Yang aku tahu, mama debay ini istimewa. Menikah di usia muda dan terpaksa harus drop sekolah karena itu, tapi semangat belajarnya luar biasa tinggi. Dia tak malu-malu menceritakan kisah hidupnya sewaktu proses edukasi lalu bertanya banyak hal tentang kondisi buah hatinya sambil membawa notes kecil. Dicatatnya apa-apa yang dia rasa perlu untuk diperhatikan, persis seperti sedang belajar di sekolah.
"Ini, Mas (suami) sedang kuliah, makanya enggak bisa datang nengok adek." Katanya suatu waktu. Dan di lain waktu ketika dia mengantar ASI, dia cerita kalau nanti, ketika si kecil sudah bisa ditinggal, dia pengen melanjutkan sekolah. Duh, aku takjub banget sama dia.
Nah, enggak pernah disangka sebelumnya, beberapa hari setelah dibawa pulang, sore ini kami dapat pesanan dari IGD untuk bayi dengan gangguan napas dan hiperbilirubinemia yang memerlukan ventilator non invasive dan phototerapy. Datang dengan kondisi sesak, napas cepat, lemas, dehidrasi sedang dan tubuhnya berwarna kuning bahkan sampai di skleranya, angka bilirubin totalnya sampai 26 mg/dl yang seharusnya nilai normal untuk bayi 5 mg/dl. Dan ternyata debay dari mama yang istimewa ini.
Dia masih enggak habis pikir kenapa bayinya bisa kuning setelah dirawat di rumah dibantu ibunya. Berkali-kali dia menyalahkan diri dan menyampaikan ketakutannya jika kemungkinan si kecil tak tertolong nanti.
Bayinya dirawat, berhasil survive dan pulang tapi ternyata setelah di rumah harus dirawat lagi dengan kondisi yang memburuk adalah sebuah pukulan berat bagi seorang ibu. Aku ikutan baper sewaktu proses edukasi. 😔😢
Hiperbilirubinemia pada bayi, atau biasa disebut penyakit kuning atau jaundice itu terjadi ketika bayi mengalami kelebihan kadar bilirubin dalam darahnya. Hal ini terjadi karena hati/hepar bayi belum berkembang secara sempurna, padahal salah satu fungsi dari hepar adalah mengurai kelebihan kadar bilirubin ini.
Kondisi ini sebenarnya enggak berbahaya kalau terjadi pada bayi yang normal. Tapi kalau kadar bilirubin darahnya berlebihan bahkan sangat tinggi akan menyebabkan kerusakan otak, bahkan bisa sampai terjadi kematian. Tanda dan gejalanya biasanya ditemukan kulit bayi dan bagian sklera (bagian putih dari bola mata) berubah warna jadi kuning, bayi akan terlihat lesu dan lemas, malas minum, dan lebih sering tidur, pipis berwarna kuning gelap, dan pupnya warna pucat sampai kuning gelap.
Ada beberapa jenis jaundice, yaitu fisiologis, breastfeeding jaundice, patologis jaundice, dan breastmilk jaundice. Dikatakan fisiologis jika ditemukan setelah bayi lahir dan hilang beberapa hari setelah kelahiran, lalu pada breastfeeding jaundice terjadi karena bayi enggak dapat cukup ASI dan mengalami dehidrasi ringan.
Kondisi-kondisi seperti perbedaan rhesus antara ibu dan janin, infeksi atau sepsis pada bayi, hepatitis, ibu yang mengalami cystic fibrosis atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu adalah beberapa penyebab dari pathological jaundice. Sedang pada breastmilk jaundice tjd saat unsur-unsur ASI sang bunda mempengaruhi pengeluaran bilirubin pada bayi; ini menjawab pertanyaan tentang, sejak si kecil lahir bayi langsung diberi ASI tapi kenapa si kecil tetap mengalami jaundice.
Penanganan untuk kondisi ini bermacam-macam; mulai dari pemberian ASI yang lebih sering (karena ASI berfungsi sebagai pencahar sehingga kelebihan kadar bilirubin bayi bisa dikeluarkan lewat pup), window therapi atau menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi selama 10-15 menit, phototherapi (bayi diberi terapi sinar biru ultraviolet), sampai pada exchange therapi (transfusi tukar).
Setelah diedukasi tentang kondisi yang dialami buah hatinya, tangisnya perlahan terhenti, berganti dengan pertanyaan demi pertanyaannya yang seperti enggak ada habisnya sambil tak lupa mengeluarkan notes kecilnya. Sembari bertanya, ia sibuk menulis hal-hal penting yang didengarnya.
Buatku, ini mengharukan. Aku seneng banget kalau ketemu keluarga pasien yang proaktif begini. Dia, ibu muda cerdas dengan notes kecil itu, meski terpaksa harus putus sekolah, menikah lalu menjadi seorang ibu di usia belia dengan bayi yang harus dirawat lagi itu, masih punya keinginan dan semangat untuk terus belajar.
Aku berharap banget, ibu-ibu usia belia di luar sana, yang terpaksa harus menjalani kehidupan baru sebagai ibu karena keadaan, juga seperti perempuan keren ini. Terus punya semangat untuk belajar dan produktif. Ada banyak jalan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang sukses, dan semua itu dimulai dari diri mereka sendiri. Harus punya semangat dan tekat kuat untuk terus belajar dan pastinya enggak pernah nyerah meski berat.
Successful mothers are not the ones that never fought, they are the ones that never give up, despite the struggles. Isn't it?