"Sejarah mencari jalannya untuk mengulang peristiwa-peristiwa" ~Ahmad Fuadi, Anak Rantau
Bagi yang sudah membaca novel trilogi karya Ahmad Fuadi, novel Anak Rantau ini wajib banget dibaca. Apalagi kalau kamu anak bersuku Minang dan tinggal di daerah Sumatera Barat. Wajibnya udah pangkal 3 baca buku ini. Kenapa, karena karya Ahmad Fuadi yang kental dengan budaya Minang dan penggambaran daerah Minang dengan segala suku budaya dan kebiasaannya ditampilkan renyah di buku Anak Rantau ini. Pokoknya semacam makan kerupuk yang renyah dan buat nagih dan gak bakalan berhenti sampai kerupuk di toples habis.
Mungkin novel ini bukan novel baru yang fresh from the oven. Karena terbitan pertamanya Juli 2017 dan aku baru beli setelah novel ini naik kecetakan ketiga. Awalnya siih mikir ini pasti novelnya bercerita tentang anak kampung yang merantau ke ibukota atau luar negri. Sambil berharap dapat gambaran tentang suasana di luar negeri. Karena emang aku pribadi tergila-gila dengan suasana luar negeri. Tapi ternyata aku malah disuguhkan suasana kampung di salah satu desa kecil di Sumatera Barat.
Review novel ini asli murni menurut pendapatku. Aku tidak mengikuti standard ngereview buku ala-ala kritikus buku. Aku mah cuma pembaca cerewet yang suka nyinyirin suatu buku yang kubaca tapi belum bisa buat buku biar dinyinyirin sama orang lain. Nah jadi kalau dalam ngereview buku ini ada yang tak sesuai maklum kan aja lah yaa... ini pendapatku. Kalau tak setuju yaah silahkan buat tulisan sendiri. #PembelaanDiriAlaEuis
Novel ini menceritakan tentang anak remaja SMP Jakarta yang nakalnya luar biasa. Saking nakalnya, dia tidak mengisi jawaban soal ujiannya sehingga nilai di raportnya 0 (nol) semua. Semua guru sepakat untuk membuat Hepi, sang tokoh utama, tidak naik kelas. Ayah yang merasa malu dan gagal mendidik serta membesarkannya akhirnya mengambil keputusan untuk membawa Hepi ke kampung halamannya di Tepi Danau Talago tempat kakek dan nenek Hepi tinggal. Disana Ayah Hepi meminta bantuan orang tuanya untuk mendidik Hepi dengan adat Minang dan pendidikan Islam yang kental.
Nah di Kampung ayahnya ini lah Hepi banyak belajar tentang kehidupan. Tentang pertentangan dirinya kepada dunia. Tentang amarahnya kepada ayahnya yang telah meninggalkan atau merasa dibuang di kampung yang nun jauh dari ibukota Jakarta. Hepi mendapatkan banyak pengalaman seru sampai akhirnya mengungkap bandar narkoba yang masuk kampung. Mengenal orang yang paling ditakuti di kampung yang akhirnya menjadi tempat curhatnya. Belajar banyak tentang Islam dan kebudayaan Minang. Menemukan teman sejati sepermainan dan sepertualangan. Hidup dengan kakek yang keras dan nenek yang super sabar. Tinggal di surau bersama anak-anak kampung lainnya. Hepi benar-benar mendapatkan pengalaman luar biasa yang tidak dia dapatkan dari Jakarta.
Dalam cerita ini Hepi ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa yang dilakukan ayahnya salah karena telah meninggalkan dia di Kampung. Kemudian Hepi menantang ayahnya kalau dia akan kembali ke Jakarta dengan ongkosnya sendiri dari hasil usahanya sendiri. Maka dari permasalahan inilah alur cerita mengalir menjadi satu novel. Tentang perjuangan Hepi mencari rezeki untuk membeli tiket ke Jakarta. Semua pekerjaan diladenin oleh Hepi, dari menjadi pelayan yang hanya digaji Rp 10.000 sampai menjadi kurir........................................................ yahh kurir yang tidak disangka-sangka olehnya.
Nah apakah Hepi mau kembali ke Jakarta setelah mendapatkan semua pengalaman seru yang merubah hidupnya? Atau malah memutuskan untuk tinggal di Kampung bersama kakek dan neneknya? Itu lah yang masih di simpan Ahmad Fuadi sang penulis. Aku mikirnya sih mungkin ada Anak Rantau 2, atau Anak yang kembali merantau, atau Anak Rantau Prapat yang mendarat di Ibukota. Plis abaikan judul yang terakhir.
Penulis melihat pembaca untuk menebak akhir cerita dan memang menurutku sih ada versi keduanya. Karena alur ceritanya gantung. Kayak perasaan abang itu. Gak jelas. Abu-abu. ahahahahahahahahahahaha...
Mungkin karena aku tipikal pembaca yang suka ceritanya berakhir jelas. Karena aku suka ngayal sendiri ending suatu cerita kalau belum jelas. Suka buat cerita sendiri versi aku walau pun kebanyakan absurd. Ini makanya aku belum bisa buat novel sekelas Ahmad Fuadi ataupun Habiburahman El-Shirazy #NikahiAkuFahri