BANDA ACEH – “Kami alumni 212 siap mengawal qanun Jinayah, apapun resikonya, siapa yang menghambat nyawa taruhannya.” Tulisan warna merah berlatar putih tertulis di spanduk yang membentang di pagar pembatas panggung eksekusi cambuk di Masjid Al Syuhada, Gampong Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (23/5/2017) lalu.
Sejak pukul 09.00 WIB, ratusan muda-mudi hingga orang dewasa sudah memadati pekarangan masjid. Panggung berukuran 6x5 meter beratapkan terpal putih sudah berdiri tegak sejak pagi. Panggung tersebut dibatasi dengan pagar warna hitam menjadi tempat eksekusi cambuk pasangan liwaht (homoseksual).
Hari itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh mengeksekusi 4 pasangan ikhtilat (berdua-duaan di tempat sepi) dan satu pasangan liwaht. Eksekusi cambuk pasangan liwaht ini pun mendapat perhatian serius dari berbagai komponen, bahkan puluhan media internasional pun ikut mengabadikan momen perdana cambuk pasangan homoseksual ini.
Saat terpidana cambuk tiba di lokasi, dibawa menggunakan mobil tahanan Kejari Banda Aceh. Suasana pun menjadi riuh, suara teriakan dari penonton laki-laki pun tak dapat dibendung, terutama meneriakkan pasangan homoseksual yang keluar dari mobil pertama.
Kedua tangan pasangan homoseksul ini diborgol, lalu dengan dikawal polisi dan petugas kejaksaan, langsung digiring ke dalam masjid sebelum eksekusi dimulai. Baru kemudian disusul beberapa terpidana cambuk ikhtilaht lainnya sebanyak 4 pasang.
Sejumlah pria dewasa naik ke atas pohon, agar bisa melihat langsung eksekusi kasus liwaht perdana terjadi di Aceh sejak qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat berlaku. Bahkan, terik menteri menyengat kepala dan membakar kulit tak menyurutkan warga hendak menyaksikan momen langka tersebut.
Petugas Polisi Syariat pun tak henti-hentinya mengingatkan agar laki-laki dan perempuan memisahkan diri. Bagi laki-laki diminta berdiri sebelah kanan panggung dan perempuan sebelah kiri. Demikian juga anak-anak yang masih dibawah umur, tidak diperkenankan untuk menyaksikan hukuman cambuk tersebut.
Sejurus kemudian, teriakan semakin histeris dan bahkan ada diantara warga yang mengeluarkan kata-kata tak pantas. Gemeruh teriakan penonton saat Polisi Syariat menggiring MT ke atas panggung berukuran 4x5 meter. Beralaskan karpet merah, beratap terpal putih, pasangan gay ini didera cambuk 82 kali.
Menggunakan baju serba putih terusan, kepala tertunduk, pasangan gay ini diapit dua Polisi Syariat naik ke atas panggung eksekusi. Di atas panggung, kedua tangannya dikepal erat di depan, nafasnya ditahan menunggu cambuk mendarat di punggungnya.
“Algojo siap,” kata salah seorang jaksa, Mursyid, bertanya kesiapan algojo untuk mengeksekusi. Algojo yang menggunakan pakaian hanya terlihat dua lubang di mata langsung menjawab “Siap.”
“Satu,” hitung Mursyid seraya cambuk yang terbuat dari rotan mendarat di punggung pasangan gay ini, hingga hitungan 82 kali. Ada 3 algojo saling berbagi peran mengeksekusi. Sedangkan pasangan gay yang dicambuk ini pun berkali-kali meringis kesakitan.
Tim dokter pun berkali-kali memeriksa kesehatan mereka. Sebelum dilanjutkan cambuk, petugas juga memberikan air putih dan meminta bila tak tahan agar mengangkat tangan. Namun, kedua gay yang dicambuk ini pun berhasil melewati 82 kali cambuk.
Meskipun berkali-kali mereka harus menggigit bibirnya, menahan perihnya cambuk mendarat di kulitnya. Dahinya berkerut, mulutnya komat-kamit seperti sedang memanjatkan doa.
Namun, tidak ada yang tau doa apa yang sedang dibacakan. Yang pasti, keduanya sedang berusaha menahan sakitnya dera cambuk mendarat di punggung sebanyak 82 kali di depan umum, Selasa (23/5/2017) lalu.
Pasangan homoseksual itu adalah berinisial MT (24) dan MH (20). Keduanya ditangkap warga di indekos MH, Rabu (28/3) lalu. Lalu mereka ditahan oleh Polisi Syariat Aceh selama proses persidangan, hingga diputuskan hukuman 85 kali cambuk belum dipotong masa tahanan.
Selama persidangan, MH selalu ditemani oleh kedua orang tuanya yang tergolong bukan orang kaya, sementara MT tak ada yang menemani, karena kedua orang tunya di Sumatera Utara.
Kedua orang tua MH datang ke Banda Aceh menggunakan angkutan umum, rela menunggu si buah hatinya sedang duduk di kursi pesakitan di Mahkamah Syariah, Banda Aceh.
Mereka didakwa melanggar Pasal 63 ayat 1 juncto Pasal 1 angka 28 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayah, yaitu setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan liwath diancam hukuman paling banyak 100 kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni atau penjara paling lama 100 bulan.
Wajah mereka tertunduk, air mata menetes dari kedua belah pipinya saat mendengarkan putusan dari majelis hakim. Kepala mereka terus tertunduk di hadapan hakim, terutama saat hakim membacakan putusan dan terdakwa diminta untuk berdiri.
“Mohon beri keringan,” ucap MT usai hakim membacakan putusan dengan suara serak sembari menangis dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, Rabu (17/5/2017) lalu di Mahkamah Syariah, Banda Aceh.
MH juga tertunduk lesu, usai majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Khairil Jamal, didampingi hakim anggota masing-masing Yusri dan Rosmani Daud. Sedangkan JPU Kejari Banda Aceh dipimpin Gulmaini didampingi Mardhiah. Sedangkan kedua terdakwa tidak didampingi oleh kuasa hukum, meskipun majelis hakim telah memberikan haknya.
Namun bedanya, MH usai divonis langsung disambut oleh kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya memberikan semangat dan motivasi. Dengan penuh haru dan isak tangis, ibu MH meminta kepada anaknya untuk bersabar, semua ada jalan taubat dan Allah maha pemaaf.
Isak tangis dan saling berangkulan dari balik jerusi besi pun membuat suasana di ruang tahanan Mahkamah Syariah semakin dramatis. Lantas, Ayah HB menyanggah “Ya sudah, jangan menangis lagi,” ucap Ayahnya semberi juga merangkul istri dan anaknya di balik jeruji besi seperti dikutip dari acehkita.com.
Awal perkenalan mereka sejak awal Januari 2017 melalui facebook, kemudian mereka melanjutkan hubungan percintaan sesama jenis hingga kandas di ujung cambuk di Aceh.
MT asal Sumatera Utara baru pertama kali tiba di Banda Aceh awal 2017. Selain alasan untuk mencari pekerjaan, MT juga hendak bertemu dengan MH yang sudah menjalin percintaan melalui facebook. Kisah ini terkuak saat majelis hakim membacakan amar putusan sebelum membacakan vonis.
Selama ini di Banda Aceh, MT menumpang di rumah kakaknya. Mereka sudah dua kali melakukan hubungan sesama jenis, mulanya pertengahan Januari dan kemudian berakhir ditangkap warga saat sedang berhubungan sesama jenis 28 Maret 2017 lalu.
Dilansir acehkita.com, dalam persidangan terbongkar, MH pertama kali yang meminta MT untuk datang ke indekostnya. MH mengirim sms ke handphone MT berbunyi “Diharap Abang datang malam ini,” tulis MH. Lalu MT pun menjawabnya “Insya Allah.”
Setelah mereka berada di indekos MH, keduanya pun membicarakan masa depan mereka. Bagaimana hubungan mereka selanjutnya yang kemudian mereka melakukan hubungan sesama jenis dan berakhir digerebek oleh rekan indekosnya.
Saksi yang dihadirkan dalam persidangan adalah Ruli Hardiansyah dan Ahlunnajar. Kedua saksi ini yang melihat langsung saat pasangan homoseksual sedang melakukan perbuatan terlarang itu.
Terbongkar dalam persidangan, Ahlunnajar penasaran ada dua sepeda motor terparkir di depan indekos MH. Sedangkan kamar kost MH sudah mati lampu. Kemudian Ahlunnajar pun mengintip dari celah lobang di indekost terlihat remang-remang dengan cahaya lampu lainnya dan begitu kaget melihat mereka sedang telanjang dan berhubungan sesama jenis.[]