"Aku mendapatkannya!" teriak Daus riang, sambil mengacungkan sisir plastik murahan saat ia masuk ke dalam kamar mereka. "Jaka! Akhirnya aku mendapatkannya! "
Jaka mendongak dari buku teks tentang biologi kuantum dan menatap Daus, sama sekali tak terkesan.
"Jadi akhirnya kamu akan menyisir rambut. Seluruh dunia pasti akan bersuka cita senang riang gembira." Jaka tak bergeming dari posisi berbaring di ranjangnya.
"Bukan, bodoh! Bukan sisirnya, tapi apa yang ada di sisir ini," Daus menjelaskan.
Dia membawa sisir itu ke mejanya dan mengaduk-aduk laci paling atas samapi menemukan pinset dan kantung plastik, masih tetap memegang sisirnya dengan hati-hati di antara ibu jari dan telunjuknya.
"Aku tak mengerti," kata Jaka datar, memandang Daus hanya karena tingkah teman sekamarnya itu lebih menghibur daripada biologi kuantum.
"Rambut yang ada di sisir," Daus menjelaskan, mengangkat sisir itu ke cahaya lampu dan kemudian dengan hati-menjepit sehelai rambut dari sela sisir dengan pinset dan memasukkannya ke dalam kantong plastik.
Jaka duduk tegak, mengerutkan kening, dan membiarkan buku teksnya jatuh ke dadanya.
"Rambut siapa itu?"
"Kevin," jawab Daus. Pandangannya tak pernah lepas dari kantong palstik ditangan kirinya.
"Enggak gampang, tapi akhirnya aku mendapatkan sisirnya. Sekarang aku bisa pergi ke Multigen dan keparat itu akan mendapatkan apa yang pantas dia terima."
"Maksudmu balas dendam?" Jaka benar-benar mengamati Daus sekarang. "Kupikir kamu bercanda tentang itu."
"Tidak akan. Sudah kubilang, aku sudah berhemat tiga bulan ini."
Daus tertawa. Jaka sepertinya tak nyaman dengan suara tawa Daus.
"Mengapa kamu tidak memesan hologram saja?" tanyanya. "Jauh lebih cepat dan lebih murah."
"Aku sudah pernah melakukannya. Tak ada enaknya. Hologram tak memiliki tulang untuk dipatahkan."
Daus mencari-cari amplop dan pena dari laci meja.
Jaka tersentak. Beberapa detik berlalu sebelum mengajukan pertanyaan baru.
"Saat ‘itu’ tumbuh, kamu sudah melupakan Kevin. Jadi apa gunanya?"
"Kamu tak mengikuti perkembangan, ya? Sekarang ada cara cepat. Jika aku memesan hari ini, dua minggu lagi jadi. "
Daus memberi label amplop itu, lalu memasukkan kantong plastik ke dalam dan menyegelnya rapat-rapat.
"Bukankah itu melanggar hukum?"
"Tidak. Mereka punya semua dokumentasi di laboratorium. Ini legal asalkan kloning yang ditumbuhkan tanpa sel punca batang otak yang berfungsi... Ini ... " Daus mengaduk-aduk kertas-kertas di mejanya dan melemparkan brosur mengilap ke samping Jaka. "Bacalah sendiri jika kamu tak percaya."
Jaka tak bergerak. Dia terdiam selama beberapa menit. Daus mengeluarkan setumpuk formulir dan mengisinya.
Akhirnya, Jaka menengadah ke arah Daus dan bertanya:
"Jadi apa yang akan kamu lakukan setelah dia besar?"
"Ada waktu satu jam untuk penentuan," jawab Daus tanpa menoleh. "Aku belum memutuskan ..."
Jaka bisa melihat mata Daus menyipit dan tangannya mengepal.
"Tapi dia akan menyesal karena pernah mengganggu Jasmine." Nada suara Daus membuat tulang belakang Jaka menggigil.
"Bagaimana dia bisa minta maaf tanpa otak yang berfungsi?" tanya Jaka dengan suara tercekat.
"Oh, tentu saja dia tidak bisa," jawab Daus sambil tertawa kering. Dia berbalik menatap Jaka untuk pertama kalinya sejak dia masuk ke kamar. "Tapi setidaknya tetap sebuah pembalasan, kan?"
Jaka tidak menjawab.
Sesaat kemudian Daus membereskan mejanya.
"Baiklah, aku akan pergi ke MultiGen untuk memasukkan order barang. Doakan semoga sukses."
Tanpa menunggu jawaban—yang kebetulan tak dimiliki Jaka—Daus keluar dari kamar.
Setelah kepergian Daus, Jaka menatap brosur yang tergeletak di sampingnya selama beberapa menit tanpa menyentuhnya. Akhirnya dia berdiri, membiarkan buku teks biologi kuantum terguling di atas kasur dan berjalan membuka jendela.
Dia meraih sisir kecil miliknya dari meja belajar dan melemparkannya ke luar jendela sejauh mungkin.
Bandung, 17 Januari 2018
Good twist
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit