RINDU PADA CAHAYA (KISAH FIKSI PENYENTUH HATI)

in cerpen •  7 years ago  (edited)

CERPENKU | Lima belas tahun yang lalu aku terlahir dari rahim wanita hebat sedunia. Virda, itulah namanya yang telah menampakkan dunia ini padaku. Aku terlahir di keluarga yang sangat sederhana namun kaya akan cinta dan kasih sayang.

"Vito, kemari lah sayang. Makan lah dulu . . . ". Panggil Ibuku.
Aku terus termenung dengan nasibku, sehingga tak menyahuti panggilan itu. "Oh Tuhan, mengapa ini terjadi padaku? Kapan cahaya itu akan menerangi ku?. Kapan kegelapan ini akan berlalu dariku?". Sebutku membatin.

Aku adalah biang masalah di keluargaku. Sejak 10 tahun yang lalu dokter menvonis diriku terkena HIV. Entah dari mana penyakit itu bisa datang. Rahasia demi rahasia terus dijaga oleh keluargaku hingga tepat di umurku yang ke 13 penyakit ini terbongkar oleh keluarga besarku.

Kakek dan nenek bahkan semua dari keluarga besar ku terkejut mendengar hal itu. Bahkan tidak sedikit cemoohan yang menghujam keluargaku. Namun demikian tidak sedikit pula yang ikut mendoakan kesembuhanku. Aku merasa benci dengan keadaan ini. Begitu lah keadaan sehari-hari ku yang hanya bisa merenung dan meratapi nasib.

Selama 10 tahun aku dibesarkan oleh orang tua dengan penuh kasih sayang. Ibuku hanya mengurusi ku, sedangkan ayah bekerja banting tulang berusaha demi hanya menyembuhkanku meski harapannya sangat tipis.

Mala petaka yang besar menimpa keluarga ku setelah pihak Perusahaan Tempe tempat ayahku berkerja memberhentikannya.
"Assalamualaikum . . . " Ucap ayah dengan suara parau.
"Wa'alaikumussalam . . . Ayah sudah pulang. Kok tumben tidak seperti biasanya? . . ." Tanya ibuku.
"Maafkan Ayah, Bu. Ayah dipecat dari tempat kerja".
"Innalillah. Mengapa bisa begitu?".
"Ayah dituduh mengidap HIV lantaran Vito diketahui mengidapnya. Tapii ya sudah lah. Mudah-mudahan rezeki kita masih ada di tempat lain".

Aku yang secara tidak sengaja mendengar kabar itu. Rasanya bagai hujaman pedang menebas hati dan kepalaku. Aku merasa sangat bersalah. Semakin lama aku membuat keluarga ku semakin menderita. Hal itu membuatku menjadi gelap sehingga terbesit dipikiran untuk kabur dari rumah. Aku tidak ingin semakin menyusahkan keluarga ku.


"Hello Rakan Selancar FM, masih bersama saya Doni di Frekuensi 86.1 MHz. Rakan, Doni punya informasi penting buat pendengar di mana pun berada. Doni dapat pesan dari seorang ibu untuk anaknya. Ia sangat berharap anaknya pulang ke rumah. Mereka sangat rindu dengannya. Doni bacakan ya Rakan.

"Assalamualaikum anakku di mana pun kamu berada. Ibu dan ayah sangat rindu padamu. Di saat kamu mendengar surat ini, tolong pulang lah Vito. Ibu sangat rindu padamu. Ayahmu saat ini sedang terbaring di rumah sakit dan dokter memvonisnya kanker studium 4. Ayah terus memanggil namamu. Pulang lah sayang. Ayahmu sangat ingin memandang mu untuk terakhir kalinya. Salam cinta untukmu buah hatiku. Virda".

Dor. Dor. Dor.
Bagaikan peluru yang menembus tepat di jantungku. "Oh Tuhan, cobaan apalagi yang engkau berikan padaku ini. Ayaaaaah." Aku terjatuh tak berdaya mendengar kabar ini.

-- Rumah Sakit --
"Assalamualaikum . . . Ayaaaaah . . . Ayaaaaah . . . Bangun ayah. Ini Vito ayah".
"Semuanya sudah terlambat. Ayahmu baru saja menghembuskan nafas terakhir nya. Ayahmu titip ini untukmu". Sahut ibuku.
"Vito, ayah tau kamu anak ayah yang paling hebat. Ayah percaya kamu jagoan ayah yang kuat. Ayah ingin kamu terus semangat menjalani hidup ini. Jaga shalatmu agar tidak tinggal. Ayah yakin suatu saat kamu akan membuat ayah dan ibu bangga. Ayah titip ibu padamu. Jaga Ibu ya sayang. Ayah sayang Vito". Aku terhenyak setelah membaca pesan terakhir itu. "Ibu, maafkan aku. Aku pergi dari rumah. Aku tidak sanggup lagi ibu. Aku tidak ingin menyusahkan ibu dan ayah lagi". Pintaku pada Ibu atas kesalahanku. "Sudah lah nak, ini semua sudah menjadi garis kehidupan kita. Mari kita selesaikan pemakaman ayah". Jawab ibuku dengan wajah lesu lagi pucat.

Sejak kejadian itu aku terus merenung akan kehidupanku. Gairah hidup sudah tidak ada. Hidup ini rasanya hanya diliputi penyesalan yang belum bisa kumaafkan. "Vito . . . Ayo makan dulu Sayang. Keburu dingin masakannya". Ibu memanggilku untuk ke sekian kalinya "Iyaaa Bu". Sahutku. Setelah selesai makan ibu bertanya kepadaku. "Nak, ibu ada tawaran untuk kerja di luar negeri sebagai TKI. Bagaimana pendapat mu". Jujur saja aku tersentak dengan pertanyaan ibu itu. Rasanya sangat berat untuj menerimanya. Namun aku tahu setelah ayah meninggal ibu belum mendapatkan pekerjaan dari mana pun. Lagi dan lagi itu semua karena penyakit ku. Mereka takut akan ketularan penyakit yang sama denganku, padahal ibu dan almarhum ayah tidak lah mengidap demikian. "Kalau itu bisa membuat ibu bahagia, silahkan saja. Aku bisa hidup sendiri, lagian juga ada kakek-nenek bersamaku". Satu Minggu kemudian Ibu berangkat setelah mempersiapkan semua kebutuhan yang diperlukan.

Pagi itu aku duduk di sebuah taman yang jarang dikunjungi orang. Tidak berselang lama datang seorang pria dengan kacamata hitamnya turun dari mobil mewah. Ia memakai dasi lengkap dengan jas dan sepatu mahal. "Assalamualaikum . . .". Sapanya.
"Wa'alaikumussalam . . ." Jawabku. "Kamu mengapa di sini. Kenapa tidak sekolah. Bukannya ini hari sekolah" tanyanya. Hufffff... Aku hanya terdiam dan membisu. Ia kembali menanyakan hal yang sama. "Aku tidak bisa sekolah". Jawabku. "Kenapa?" Tanya Pak Andre yang kuketahui nama beliau dari pin nama di dada kanannya. "Aku tidak bisa sekolah karena aku kotor pak. Aku tidak berguna. Semua orang menjauhiku. Tidak ada yang mau menerima ku. Aku mengidap HIV. Ayah sudah meninggal dan Ibuku saat itu jadi TKI di luar negeri. Itu sebabnya aku tidak sekolah". Jawabku membuat nya terkejut.
"Kalau begitu, mari ikut saya". Ajaknya. Bagai terhipnotis aku ikuti saja ajakannya. Meski begitu aku penasaran juga dengan apa yang akan dilakukan nya.

Sesampai di tempat nya aku melihat sebuah istana yang sangat besar dengan hiasan taman yang indah. "Ayoo masuklah. Tidak usah malu, anggap saja tempat sendiri". Ajaknya. Aku tersanjung dengan sikap ramahnya. Setelah sekian lama tidak pernah kurasakan perlakuan demikian dari orang lain. Rupanya beliau adalah seorang pengusaha muda yang telah mendirikan yayasan sosial serta peduli dengan orang-orang​ yang bernasib sama denganku. "Oh Tuhan, ini lah cahaya yang akan menghilangkan kegelapan ku selama ini?". Bisik hatiku yang rindu pada cahaya.

Setelah aku menceritakan tentang diriku secara panjang lebar padanya, Ia menawariku untuk melanjutkan pendidikan ku yang sempat tertunda. Dulu aku sempat mengenyam masa Taman Kanak-kanak atau TK sebelum penyakit ku diketahui. Aku pulang ke rumah dan memohon izin pada kakek-nenek. Alhamdulillah mereka juga ikut senang mendengar hal itu dan mengizinkan nya.

Kesempatan yang datang padaku itu tidaklah kusia-siakan. Belajar dari dasar hingga dalam waktu singkat dua tahun aku sudah mampu menguasai pelajaran matematika dengan sangat baik.

Saat ini aku genap berusia 17 tahun. Aku sangat rindu Ibuku yang sedang berada di seberang lautan sana. Sudah dua bulan ini kami tidak saling mengirimi surat. Hanya surat itu yang dapat selalu mengobati rinduku padanya. Di saat kerinduan ku pada ibu tak tertahankan tsuatu berkah menghampiriku. Ada Olimpiade Matematika Tingkat Internasional di Singapura dan Pak Andre yang sangat baik itu mengutusku untuk mewakili sekolah sosialnya. Jujur saja, hatiku senang bukan main. Akhir nya aku bisa jumpa ibuku di sana. Aku mengabari ibuku dan ia sangat senang.

Aku pun berangkat. Tidak pernah terbayang aku bisa menaiki burung besi yang terbang melintasi dunia ini. Namun aku sungguh lebih penasaran bagaimana kondisi Ibuku sekarang. Meskipun demikian aku juga tidak boleh mengabaikan tujuan utamaku ke sana. Tekatku sudah bulat, aku harus berhasil dan bisa membuat ibuku bangga.

Pesawat yang aku tumpangi mendarat di Negeri Singapore. Ibuku sudah lama dan tidak sabar menunggu kedatanganku. "Vitoooo". Ibuku memanggil sambil melambai tangannya. "Ibuuuuuu. Assalamu'alaikum". Suasana pun pecah dengan tangisan kerinduan yang sudah memuncak tak tertahankan. "Wa'alaikumussalam. Ibu sangat rindu padamu". Jawabnya. Setelah melepas rindu dengan ibu, aku langsung meluncur ke tempat penginapan. Ibu juga ikut bersamaku. Ia meminta cuti pada majikannya untuk bertemu denganku. Majikan ibu sangatlah baik dan menganggap ibuku seperti keluarga nya sendiri.

Olimpiade Matematika Tingkat Internasional pun dimulai. Aku harus bersaing dengan puluhan peserta lainnya dari berbagai negara se Asia Tenggara. Alhamdulillah aku berhasil masuk final dan mendapatkan mendali perak. Hal ini membuat diriku mendapatkan banyak pujian. Dukungan ibu sangat mempengaruhi semangat perjuanganku. Aku bertekad setelah selesai pendidikan di sekolah sosialku, ingin rasanya mendapatkan pekerjaan yang bagus dan membawa pulang kembali ibuku.

Akhirnya kini aku dipercayakan oleh Pak Andre sebagai pengelola Bimbingan Belajar (Bimbel) yayasannya dan aku diberikan gaji tetap setiap bulannya. Alhamdulillah impian ku terwujud dan diusia ku yang baru saja menginjak angka 23 sudah berhasil membawa ibuku kembali tinggal bersamaku. Hingga kini ia telah memiliki menantu yang tidak lain istriku. Aku dinyatakan oleh dokter telah sembuh dari penyakit itu dan hal itu pula yang memberanikan diri ini untuk menikahi gadis cantik bernama Bunga. Ia teman sekolahku yang selalu bersama di saat suka maupun duku sewaktu belajar dulu. Alhamdulillah​ kami pun hidup bahagia dan menatap mimpi baru. TAMAT.

Pelajaran:
"Fainna Ma'al 'Usri Yusra, Inna Ma'al 'Usri Yusra" (QS. Al-Insyirah 4-5)
"Maka Sesungguhnya bersama Kesusahan ada Kemudahan (4), Sesungguhnya bersama Kesusahan ada Kemudahan (5)".

Pesan Penulis: Berjuang lah untuk terus hidup. Cobaan atau ujian pasti akan ada. Yakin akan ada kebahagiaan bagi yang mau berjuang dan bersabar.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!