Budaya orang Tionghoa yang lahir di berbagai negara Asia Tenggara memiliki banyak kesamaan, baik itu budaya material maupun non material. Orang Tionghoa telah menjadi imigran umum di seluruh dunia melalui banyaknya revolusi dan perkembangan pesat. Dalam Global Chinese Diaspora, Zhifang Song menyebutkan sekitar 40 juta imigran Tionghoa tersebar di seluruh dunia, dengan mayoritas berada di Asia Tenggara dan Amerika Utara (Song, 2019). Sejumlah besar orang ini membawa budaya dan cara hidup mereka ke tanah baru tempat mereka tinggal, sering kali berkumpul di antara dialek atau suku yang sama dengan mereka.
Budaya Asia Tenggara memiliki banyak garis keturunan yang sama dengan Taiwan, termasuk bahasa Hokkien. Hal ini disebabkan oleh China bagian selatan dengan pelabuhan-pelabuhan yang paling dekat dengan Asia Tenggara sebagian besar dihuni oleh penutur Hokkien, dan profesi utama mereka adalah pedagang (Song, 2019).
Meskipun demikian, kita tidak dapat menyangkali budaya yang luas dan kaya yang dibawa orang Tionghoa ke mana pun mereka menetap. Di bawah ini adalah sepuluh budaya material dan nonmaterial yang paling nyata:
1) Dupa
Women are praying in a temple. From “Incense sticks are bad for your health and the environment, but what now?” by M. Y. Yap, 2020, February 20, Mashable SE Asia. https://sea.mashable.com/culture/9017/if-youve-been-burning-incense-sticks-you-might-want-to-stop-now. Copyright 2020 by Mashable SE Asia.
Dupa adalah tongkat yang dibakar di kuil dan tempat pemujaan untuk mempersembahkan kepada dewa setelah berdoa. Sejak orang Tionghoa yang bermigrasi membawa serta budaya mereka, pembakaran dupa telah menjadi pemandangan umum di seluruh Asia Tenggara. Menurut sebuah artikel oleh NIH, umat Buddha menganggap dupa sebagai “harum surgawi” dan pembakaran dupa dianggap sebagai tindakan untuk menyucikan ruang dengan kejernihan dan kesadaran (National Institute of Health, 2019).
2) Kertas Emas / Duit Sembahyang / Gin Coa dan Kim Coa
Joss paper. From “Stacks of joss paper for sale at a store” by Sjschen, 2009, June 3, Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Joss_paper. Copyright 2009 by Wikipedia.
Kertas emas melambangkan uang sesaji dengan warna emas untuk persembahan dewa dan warna perak menjadi bagian penting dalam setiap perayaan, festival, dan dewa serta pemujaan leluhur. Menurut NationsOnline.org, tujuan pemujaan leluhur dalam budaya adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai seperti berbakti, kesetiaan keluarga, dan kelangsungan garis keturunan keluarga (nationsonline.org, n.d., Joss paper, para. 14).
3) Plakat Leluhur
Spirit tablet. From “Ancestral tablets” by Sjschen, 2021, July 20, My China Roots. https://www.mychinaroots.com/wiki/article/ancestral-tablets. Copyright 2021 by My China Roots.
Plakat leluhur adalah contoh lain dari budaya material dengan makna yang jauh lebih dalam dalam bentuk non-material. Meja-meja ini ditemukan di hampir setiap rumah Tionghoa di seluruh Asia Tenggara. Ini mewakili kesalehan dan rasa hormat yang harus dibayarkan oleh keturunan kepada leluhur mereka yang telah melakukan yang terbaik untuk menjaga keutuhan dan kepentingan keluarga dengan memuja mereka pada peringatan kematian mereka dan selama bulan hantu. Festival Hantu atau Bulan Hantu terjadi pada bulan ketujuh dari kalender bulan setiap tahunnya. Festival ini melihat banyak persembahan makanan untuk menyenangkan para leluhur di depan altar leluhur.
4) Jimat / Hu
Talisman. From “Taoist charm” by Miuki, 2005, December 24, Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Fulu. Copyright 2005 by Wikipedia.
Jimat atau Hu adalah perwakilan yang melambangkan media dari mana seseorang menerima berkat atau jawaban dari doa harapan atau penyakit. Biasanya jimat tersebut dimasukkan dalam pemujaan dan dibakar setelahnya. Jimat yang telah dibakar tersebut kemudian dimasukkan ke dalam segelas air, dan air tersebut diminum oleh penyembahnya. Budaya material ini merupakan perwujudan dari kepercayaan, mirip dengan patung-patung di tempat-tempat peribadatan.
5) Onde-onde / Tangyuan
Tangyuan. From “Cooked Tang Yuan” by Alpha, 2006, December 22, Flickr. https://www.flickr.com/photos/avlxyz/329781165/. Copyright 2006 by Flickr.
Onde-onde dimakan setiap tahun selama Festival Dongzi atau Winter Solstice Festival. Mereka terbuat dari tepung ketan dan terkadang berwarna cerah (Wikipedia, 2021). Mereka dimakan setiap tahun bersama keluarga, bahkan keluarga jauh, sebagai simbol kebersamaan dan solidaritas kolektif dalam keluarga. Anak-anak sering dikatakan menjadi satu tahun lebih bijaksana ketika mereka telah menghabiskan semangkuk Onde.
6) Patkua / Pakua
Bagua. From “Bagua Octagon with Later Heaven Order” by Nationsonline.org, n.d., Bagua. https://www.nationsonline.org/oneworld/Chinese_Customs/bagua.htm. Copyright 2021 by nationsonline.org.
Pakua banyak digunakan dalam pembacaan Fengshui untuk menentukan keberuntungan rumah/tempat. Pakua juga banyak terlihat di atas pintu utama di rumah-rumah Tionghoa dan bahkan dijahit pada pakaian sekitar tahun 500 SM untuk menangkal nasib buruk dan roh jahat (nationsonline.org, n.d.).
7) Chengbeng / Sembahyang Makam
Tomb Sweeping day decorations. From “China’s Qingming Festival” by Studycli.org, 2021, June 30., Qingming. https://studycli.org/chinese-holidays/qingming-festival/. Copyright 2021 by studycli.org.
Chengbeng disebut sebagai Hari Menyapu Makam dan jatuh lima belas hari setelah Equinox Musim Semi. Tradisi ini dihormati secara luas karena setiap tahun selama Chengbeng, orang Tionghoa dari berbagai lapisan masyarakat menghormati kuburan leluhur mereka, membawa makanan, kertas emas, dupa, kertas kuburan, dan membakarnya sebagai persembahan untuk leluhur mereka. Ini adalah bentuk budaya non-materi dengan simbolisasi yang signifikan dari kesetiaan, berbakti, dan menghormati leluhur, termasuk orang tua dan kakek-nenek. Ini adalah simbol penghargaan atas pengorbanan leluhur, dan perayaan ini adalah contoh yang sangat baik untuk ditunjukkan kepada generasi muda.
8) Imlek / Sin Cia / Tahun Baru Tionghoa
Hongbao. From “21 Things You Didn’t Know About Chinese New Year” by chinesenewyear.net, n.d., Chinese New Year. https://chinesenewyear.net/21-things-you-didnt-know-about-chinese-new-year/. Copyright 2021 by chinesenewyear.net.
Imlek, sincia atau tahun baru Tionghoa adalah tiga nama yang mewakili tanggal pertama pada kalender bulan. Ini adalah perayaan terbesar bagi orang-orang Tionghoa di seluruh dunia. Generasi muda mengunjungi generasi tua pergi dari rumah ke rumah. Anak-anak diberikan bungkusan merah berisi uang untuk melambangkan keberuntungan dan berkah bagi kesejahteraan mereka. Generasi yang lebih tua menyiapkan makanan dan makanan ringan di rumah mereka untuk menyambut tamu. Dikatakan bahwa selama tahun baru Imlek, orang Tionghoa menghabiskan uang dua kali lebih banyak untuk berbelanja dan makan di luar daripada yang dilakukan orang Amerika pada hari Thanksgiving (chinesenewyear.net, n.d.). Bekerja atau aktivitas fisik yang berat dilarang pada hari ini untuk melambangkan istirahat setelah kerja keras selama setahun.
9) Karatina Pascapersalinan / Zuo Yue Zi
Food eaten during Zuo Yue Zi. From “CHINESE CONFINEMENT (ZUO YUE ZI — SITTING THE MOON)” by What to Cook Today, n.d., Zuo Yue Zi. https://whattocooktoday.com/chinese-confinement.html. Copyright by whattocooktoday.com.
Karatina Pascapersalinan adalah praktik kontroversial ibu baru yang dikurung di tempat tidur selama satu bulan penuh setelah melahirkan, tidak dapat mencuci rambut atau bahkan mandi, hanya makan makanan khusus yang disiapkan oleh wanita yang lebih tua di rumah atau pengasuh. Ini melambangkan perawatan yang dibutuhkan seorang wanita setelah kehilangan banyak darah selama kehamilan dan waktu yang dia perlukan untuk pulih sepenuhnya.
10) Nama Keluarga Tionghoa
Nama keluarga Tionghoa adalah yang paling utama dipanggil ketika berbicara dengan orang — mirip dengan orang Barat. Tetapi ada tujuan lain dari nama keluarga Tionghoa yang tidak mirip dengan nama keluarga Barat — mewakili klan. Sebagian besar nama keluarga Tionghoa berasal dari garis keturunan atau nama kota kecil. Di masa lalu, nama keluarga banyak berperan dalam pernikahan dimana nama keluarga yang sama tidak dianjurkan atau dilarang untuk menikah, bahkan dianggap tabu (Wikipedia, 2021). Ini untuk mencegah perkawinan sedarah dan keturunan yang cacat lahir. Sebagai aturan praktis, nama keluarga yang sama berarti milik klan atau berasal dari kota yang sama, sehingga secara signifikan meningkatkan kemungkinan hubungan darah atau hubungan inses.
Meskipun ada lebih banyak budaya imigran Tionghoa di Asia Tenggara, sebagian besar budaya perlahan memudar, dengan generasi yang lebih baru tidak percaya atau menolak untuk mengikuti mereka sama sekali. Modernisasi China berkontribusi pada pengabaian yang lebih besar dari budaya-budaya ini. Misalnya, di China, semakin banyak anak muda yang tidak menyadari larangan pernikahan dengan nama keluarga yang sama di masa lalu. Sebagian besar budaya pemujaan bahkan sudah dilupakan sejak adanya Revolusi Budaya. Secara keseluruhan, kita hanya bisa berharap pelestarian budaya yang kaya ini oleh kota-kota yang menampung sebagian besar orang Tionghoa yang masih mempraktikkan ini, misalnya Penang dan Jakarta. Mungkin dalam bentuk museum.