Jika ditanya siapa orang yang paling berharga di dunia ini, tentu aku akan menyebut nama ibuku secara berulang. Dan tentu, yang kedua adalah ayahku.
Tidak seperti ayah-ayah lain di luar sana, ayahku adalah orang yang berbeda. Terkadang aku ingin ayahku menjadi ayah-yang bisa menjadi “milik utuh” anak-anaknya. Bermain bersama, tertawa, bercanda, bahkan menghabiskan hari hingga larut dengan cerita yang tak ada habisnya.
Menyedihkan, aku hanya mendapatkan kenangan seperti itu di masa kecil. Ayah mulai berubah semenjak aku beranjak remaja. Jika ada pilihan, ingin rasanya aku menjadi anak kecil saja, yang bisa selalu dekat dengan ayahku.
Tiba-tiba, aku teringat saat ayah menjemputku pulang sekolah dengan sepeda motor pertama miliknya, aku duduk di bagian depan, dan dia selalu menggosok-gosokan janggut dan kumisnya di atas kepalaku, membuatku kegelian dan tertawa sepanjang jalan.
Aku juga ingat betul saat ayah membuatkanku telepon mainan dari kotak korek api yang disambung dengan benang, dan kami berkomunikasi seolah benar-benar terhubung dari kejauhan.
Saat pagi tiba, ayah selalu menghidupkan DVD dengan keras agar aku bangun dan beranjak dari kasur. Jikalau trik itu tak mempan, ayah bahkan tak sungkan mengetok pintu kamar dan memanggilku dengan panggilan kesayangannya, “Zakiyah Rizki Sihombing si putri dara, bangun,,,udah jam 8,” padahal jelas itu masih subuh wkwk.
Dulu, kata umi, saat kami masih hidup “pas-pasan” ayah selalu membeli buku, padahal budget untuk buku tersebut bisa ditabung. Ayah adalah orang yang tak pernah absen membeli buku. Ya, dia memang si kutu buku yang biasa mengahabiskan malam di atas meja kerjanya dengan tumpukan buku dan kaca mata yang menempel di hidungnya. Kini, perpustakaan mini miliknya sudah membludak, ajaibnya ayah selalu tahu jika satu saja bukunya hilang, dan aku selalu menjadi tersangka yang pertama dicarinya, hahaha. “Maaf Babaaaaa.”
Sejak kecil, ayah telah mencoba mewariskan hobinya kepadaku, juga kakak dan adikku. Ayah tak pernah absen sekali pun membelikan kami buku-buku cerita, dan majalah anak.
Ah rindunya...
Tetapi kini, semua telah berubah. Semenjak beranjak remaja, ayah memperlakukanku dengan cara yang berbeda. Dia tak lagi mengajakku bermain dan bercanda, ayah juga tak lagi membelikanku majalah karena saat itu pilihan majalahku sudah beralih ke majalah remaja. Aku lebih sering membaca novel, dan ayah tak pernah membelikanku meski aku telah memintanya berulang-ulang. Diam-diam, dia suka menyembunyikan novel yang sudah kubeli dengan uang jajanku, saat aku mencarinya ayah mengaku tak tahu meskipun aku melihat dia telah menyimpannya di dalam kardus di dalam gudang. Seolah tak ingin membiarkan bacaanku yang dulunya tentang cerita-cerita nabi beralih menjadi cerita-cerita remaja yang belum tentu banyak nilai positif di matanya.
Ayah adalah kepala sekolah di madarasahku (SMP), tapi tak sekali pun dia menyapaku di sekolah. Seolah-olah menjadi ayah paling cool sedunia. Ayah juga rangkap jabatan menjadi guru Bahasa Arab di sekolah itu. Uniknya, saat pelajaran itu tiba, mungkin aku adalah satu-satunya murid yang paling bersemangat, saat semua teman-temanku mulai deg-degan dengan kehadiran Ayah.
Ayah adalah penyemangat paling baik di sekolah, karena keberadaannya aku dapat mempertahankan juara, meskipun tak sedikit yang mencibirku bahwa juara yang kudapatkan karena aku anak kepala sekolah. Menjengkelkan, tentu yang tahu kebenaran ini adalah teman-teman yang dulunya juga satu sekolah denganku di SD.
Tiap kali ada PR Bahasa Arab, aku tak pernah bertanya pada ayah di rumah meskipun aku tak paham. Aku pasti melakukannya sendiri untuk mendapatkan perhatiannya di esok hari, bahwa aku bisa mengerjakan dengan baik tanpa bantuannya. Karena itu, sesekali ayah bahkan tak sungkan menyuruhku maju ke depan kelas untuk menjelaskan materi kepada teman-teman lain yang belum mengerti, mungkin untuk menguji seberapa paham aku tentang materi yang disampaikannya.
Terakhir aku sadar, bahwa perubahan sikap ayah kepadaku memiliki alasan yang logis. Ayah adalah seorang ustadz, dan dia menjaga image dengan profesi tersebut.
Ayah benar-benar mengubah 100 persen cara-caranya mencintai dan menyayangiku.
Ada satu hal yang membuatku patah hati dengan perubahan sikap ayah. Aku ingat betul, itu tahun 2012, aku baru saja mendapat kabar bahwa aku diterima menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi sebuah universitas negeri di Medan. Saat itu, aku merasa bahwa itu adalah sebuah pencapai terbesar dalam hidup seorang gadis 17 tahun sepertiku. Umi memelukku dan menciumiku sakin bahagianya, tetapi tidak dengan ayah.
Ayah baru saja pulang dari masjid malam itu, aku menyalaminya, “Ba, eky lulus di USU, jurusan Komunikasi,”kataku bergetar.
“ah, mana mungkin,” katanya singkat.
“Wih, betul ba, ini awak tengok di websitenya,” sambungku.
“Oh iya, nanti membongak (bohong) internet itu,” ujarnya.
Aku langsung terdiam, dan beranjak pelan-pelan dari hadapan ayah, kalimatnya sebaris, tapi cukup membuatku patah hati. Entah kenapa aku merasa, bahwa segitu tidak percayanya ayah dengan kemampuanku. Di saat orang-orang bersemangat memberikan selamat, justru ayah membuatku kecewa malam itu.
Keesokan harinya, meski sedang dalam keadaan kecewa, aku masih tidak absen untuk mengunjungi meja kerja ayah, untuk membaca koran miliknya.
Pelan-pelan kubalik lembaran koran, dan tiba-tiba pandanganku tertuju pada satu nama yang telah dicentang/ ceklis dengan pulpen cair berwarna hitam. Sontak aku terkejut, karena itu adalah namaku.
“Zakiyah Rizki Sihombing”
Saat kulihat judul, ternyata itu adalah pengumuman nama-nama calon mahasiswa univeristas yang lulus SNMPTN di seluruh Indonesia.
Ternyata, ayah mencari namaku. Perlakuan yang sederhana, tapi cukup membuatku berlinang air mata haru siang itu.
Ya, ayah memang selalu punya cara yang berbeda untuk mencintaiku.
Terima kasih babahku, semoga suatu saat babah bisa baca tulisan ini. Salam dari si Dara yang selalu merindukanmu.
Ini pasti lagi kangen sama babah.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
jelas, pengen pulaaaang. Ayo beli tiket pulang kampunggggg!!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Babah yg selalu baik utk anak perempuannya. Semangat dek @zakiyahrs, salam sukses.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Siyaaap Bang Arbi, salam sukses kembali yaaaa
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Congratulations @zakiyahrs! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit