Tentang Mimpi-Mimpi dan Kerelaan yang Kadang Kerap Terlewati

Lontuanisme (iCm) - Setiap orang memiliki mimpi masing-masing, yang pada perjalanannya ada yang terwujud pun ada yang tidak. Di antara banyaknya mimpi, satu bentuk mimpi sudah pasti pernah kita rasakan; bunga tidur.

Ketika berbicara tentang mimpi atau impian, saya jadi teringat apa yang pernah Andrea Hirata tulis dalam novelnya Laskar Pelangi, yang kalimat atau quote tersebut diucapkan oleh Arai. Bunyinya; "Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpimu".

Kalimat di atas setidaknya mengandung pesan bahwa mimpi itu gratis. Di lain sisi, juga mendobrak kita untuk berani bermimpi. Sebab, ada banyak sekali mimpi dalam bentuk impian yang bunuh diri. Maksudnya, seseorang mengaborsi impiannya sendiri hanya karena alam bawah sadarnya tidak cukup percaya diri bahwa impiannya akan terwujud.

Sederetan impian itu beragam, ada yang ingin menjadi menjadi intelektual handal, ada yang mau menjadi pengusaha sukses, tidak sedikit pula yang berharap menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pun, sering orang-orang bermimpi memiliki pasangan idaman.

Bila ia perempuan, mungkin ia berharap dipersunting lelaki layaknya Fedi Nuril yang kalem, Chiko yang macho, atau T Wisnu. Tentu perempuan akan berpikir 1000 kali jika yang datang ialah Farhat Abbas. Sebaliknya, jika ia laki-laki ia berharap mendapatkan Dian Sastro atau Laudya Cintia Bella, tentu akan pening kepala jika dihadapkan pilihan seperti Nikita Mirzani.

Segala yang tersebutkan di atas hanyalah contoh, tentu soal selera itu sifatnya berbeda-beda. Yang pasti, imajinasi boleh liar, mimpi silahkan tinggi. Namun, pada batas realitas; seseorang tetaplah harus tetap mengaktifkan saklar nalar, bahwa yang kita impikan sejauh mana cocok dan pantas.

Maka penting, dalam mewujudkan impian, hal utama selain keberanian, yang harus dipenuhi ialah memantapkan diri dan memantaskan diri agar harapan yang kita idam dan perjuangkan itu layak diijabah-Nya dan terwujud nyata di dalam kehidupan.

Sungguh, yang berbahaya dari mimpi adalah ketidaksiapan mental manakala harapan tak menjadi kenyataan. Pada titik itu, kita dituntut untuk dewasa dengan kelapangan hati dan kematangan pikiran.

Ada banyak sekali mimpi dan impian yang menguap begitu saja, tidak sedikit cita-cita yang tak terwujud dengan semestinya, malah berbelok pada kenyataan yang bahkan tak pernah disangka-sangka sebelumnya. Di sanalah takdir memainkan perannya. Mimpi, impian, cita-cita, biasa tak seindah hayalan. Tetapi, takut bermimpi sungguh sebentuk ketidakberdayaan yang merendahkan manusia itu sendiri.

Bermimpilah, jika gagal coba lagi. Bercita-citalah, jika tak terwujud, perjuangkan kembali. Kita dituntut untuk berusaha dan berdoa. Satu hal yang boleh jadi sering terlupakan, di antara keduanya; kita kerap memunggungi kenyataan dengan 1001 alasan. Yang padahal, alasan-alasan itu justru memperkeruh keadaan.