The Origin of Habib Bugak Al Asyi, The Generous Ulema of the Abyss of the Abyss of the Abadi For the Acehnese Who Held in Mecca
Hii. .stemian semuanya, saya akan berbagi informasi khususnya buat orang aceh dan umum pada orang indonesia dan masyarakat internasional..
Menyangkut Tanah Wakaf dari Habib Bugak Al Asyi untuk rakyat aceh yang berhaji di mekah..
Dan semoga sampai akhir zaman tidak beralih tangan...
Asal Usul Habib Bugak Al Asyi, Ulama Dermawan Pewakaf Tanah Abadi Untuk Rakyat Aceh yang Berhaji di Mekkah
Habib Bugak Asyi telah mewariskan kepada masyarakat Aceh harta berharga lebih 300 juta Riyal Saudi atau sekitar Rp 7,5 triliun
“Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh,” (HR. Muslim no. 1631)
Musim Haji 1438 Hijriyah baru saja usai. Namun selalu ada cerita menarik dari setiap penyelenggraan haji tiap tahunnya. Salah satunya adalah soal tambahan bonus selain living cost khusus untuk jamaah Haji asal Provinsi Aceh.
jika jemaah Haji Indonesia sebelum berangkat ke Arab Saudi menerima uang saku (living cost) sebesar Saudi Arabian Ryal (SAR) 1.500 atau sektar Rp 5,25 juta dari komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang telah dibayarkan, jamaah asal Aceh akan menerima tambahan uang sebesar SAR 1.200 (Rp 4,2 juta)
Tambahan tersebut berasal dari Badan Pengelola Waqaf Baitul Asyi di Kota Makkah, Arab Saudi. Dana wakaf itu hanya diberikan kepada jemaah haji asal Aceh, yang tahun ini memberangkatkan 4.357 orang ke Tanah Suci.
"Dua hari setelah jemaah kita tiba di Makkah, maka nazir waqaf Baitul Asyi langsung berikan uang 1.200 riyal Arab Saudi per orang," ucap Koordinator Humas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji PPIH Embarkasi Aceh Rusli di Banda Aceh, Minggu (20/8) lalu, seperti dikutip Antara.
Ketua PPIH Embarkasi Aceh Daud Pakeh menambahkan, pembagian dana wakaf berlangsung di Maktab 37 di wilayah Misfalah, Makkah, Sabtu (19/8), dan dihadiri Nazir Wakaf Baitul Asyi Prof Dr Abdurrahman Abdullah Asyi."Agar proses pembagian lancar, maka jemaah diharuskan menunjukkan kartu Baitul Asyi yang telah diberikan oleh panitia," tuturnya.
Kok bisa, ada tambahan khusus buat jamaah asal Aceh? Ternyata, keberuntungan buat jamaah asal Aceh tersebut erat kaitannya dengan sejarah ulama Aceh di tanah suci.
Adalah Habib Bugak Al-Asyi, yang bernama lengkap Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi. Ialah sosok darmawan yang telah mewakafkan tanahnya untuk dimanfaatkan warga Aceh yang pergi berhaji atau menempuh pendidikan di tanah suci.
Habib Bugak asal Aceh yang datang ke Makkah tahun 1223 hijriah itu membeli tanah sekitar daerah Qusyasyiah yang sekarang berada di sekitar Bab Al Fath (antara Marwah dan Mesjid Haram). Saat itu, masa Kerajaan Ustmaniah.
Namun, kemudian, pemerintah Arab Saudi pada masa Raja Malik Sa’ud bin Abdul Azis, melakukan pengembangan Masjidil Haram. Tanah wakaf Habib Bugak untuk masyarakat Aceh terkena proyek tersebut. Rumah Habib Bugak digusur dengan pemberian ganti rugi.
Badan pengelola tanah wakaf itu kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli dua lokasi lahan yakni di daerah Ajyad sekitar, 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. Kedua tanah ini kemudian menjadi aset wakaf.
Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari Masjidil Haram dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 350-an unit. Di lahan kedua dengan jarak 700 meter dari Haram, dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 1.000 unit.
Dari keuntungan lainnya, Nazhir membeli dua areal lahan seluas 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah. Tahun 2009 di kedua lahan ini dibangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Embarkasi Aceh.
Hasil keuntungan pengelolaan hata wakaf inilah yang sejak tahun 2006 dibagikan ke jamaah haji asal Aceh. Pada tahun 2008, Pemerintah Aceh menerima Rp14,54 miliar dari Baitul Asyi sebagai uang pengganti sewa rumah bagi 3.635 jamaah haji asal Aceh. Per jamaah mendapat sekitar Rp4 juta-an.
Asal Muasal Wakaf
Dua tokoh Aceh, Dr. Al Yasa’ Abubakar (Kepala Dinas Syariat Islam NAD) dan Dr. Azman Isma’il, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) telah mengeluarkan surat pernyataan tentang asal muasal Waqaf Habib Bugak Asyi.
Menurut akta ikrar Waqaf yang disimpan dengan baik oleh Nadzir, waqaf tersebut diikrarkan oleh Habib Bugak Asyi pada tahun 1222 Hijriyah (sekitar tahun 1800Masehi) di depan Hakim Mahkamah Syar’iyah Mekkah. Di dalamnya disebutkan bahwa rumah tersebut diwaqafkan untuk penginapan orang yang datang dari Aceh untuk menunaikan haji, serta orang Aceh yang menetap di Mekkah.
Dalam ikrar wakaf disebutkan, “Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Mekkah untuk naik haji maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri, mahasiswa) Jawi (nusantara) yang belajar di Mekkah
Sekiranya karena sesuatu sebab mahasiswa dari Nusantara pun tidak ada lagi yang belajar di Mekkah maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Mekkah yang belajar di Masjid Haram. Sekiranya mereka ini pun tidak ada juga maka wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjid Haram untuk membiayai kebutuhan Masjidil Haram,”
Habib Bugak telah menunjuk Nadzir (pengelola) salah seorang ulama asal Aceh yang telah menetap diMekkah. Nadzir diberi hak sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Pada tahun 1420 H (1999 M) Mahkamah Syar’iyah Mekkah mengukuhkan Syekh Abdul Ghani bin Mahmudbin Abdul Ghani Asyi (generasi keempat pengelola wakaf) sebagai Nadzir yang baru.
Sejak tahun 1424 H (2004 M) tugas Nadzir dilanjutkan oleh sebuah tim yang dipimpin anaknya bernama Munir bin Abdul Ghani Asyi (generasi kelima) serta Dr. Abdul Lathif Baltho.
Siapa sebenarnya Habib Bugak Al-Asyi? Banyak orang Indonesia, bahkan warga Aceh terutama generasi saat ini yang mungkin tak mengenal sosok ini. Apalagi, tak banyak pula literatur yang menuliskan soal Ulama keturunan langsung Nabi Muhammad Sahallallahu 'Alaihi Wa Sallam ini.
Untuk mengetahu siapa sosok sebenarnya Habib Bugak Asyi. sejak tahun 2007, Ustadz Hilmy Bakar Alhasany Almascaty, Direktur Nasional Red Crescent telah membentuk tim peneliti untuk mengungkap sejarah hidup dan perjuangan Habib Bugak. Di bulan Ramadan 1431 H lalu, ia juga sempat menemui langsung dengan Syekh Munir Abdul Ghani Ashi yang menjabat Direktur Pengelola (Nadzir) Wakaf Habib Bugak di Mekkah.
Menurut Hilmi, Habib Bugak hanya nama samaran yang digunakan oleh Pewakaf untuk menjaga keikhlasan hati dalam beribadah. Syekh Munir menyebutkan Habib adalah gelar untuk Sayyid atau keturunan Rasulullah yang umum digunakan di Mekkah pada masa itu, yakni sebelum berkuasanya Dinasti Ibnu Saud, penguasa Kerajaan Saudi sekarang.
Sementara Bugak Asyi adalah nama sebuah daerah di Kerajaan Aceh pada tahun 1800 M lalu, ketika wakaf diikrarkan. Sehingga adanya simpang siurnya sosok HabibAsyi ini, mulai ada oknum yang merekayasa berbagai cerita untuk keuntungan pribadi.
Bugak Asyi dalam bahasa Arab artinya daerah Bugak dalam wilayah Aceh. Dalam tulisan Arab, Bugak terdiri atas huruf:ba, waw, jim dan a’in sebagaimana ditulis dalam ikrar wakaf, sementara dalam tulisan Arab-Melayu Aceh: ba, waw, kaf, alif dan hamzah sebagaimana tertulis dalam Sarakata Sultan Kerajaan Aceh.
Maka harus ditelusuri sebuah wilayah, daerah, kampong atau mukim yang bernama Bugak dengan huruf-huruf di atas dalam seluruh Aceh, terutama yang termasuk dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam pada sekitar tahun 1800-an, atau tahun dibuatnya ikrar wakaf.
“Setelah penelitian, saya dan tim peneliti lebih cenderung memilih Bugak yang masuk dalam wilayah Peusangan, Matang Glumpangdua, Kabupaten Bireuen,” kata Hilmi.
Dari sejarah, nama Bugak— jadi bagian Kecamatan Jangka—dahulunya adalah sebuah pusat kota berdekatan dengan daerah pesisir Kuala Peusangan dan Monklayu. Bugak menjadi pertemuan dari kedua kota pelabuhan tersebut dan berkembang menjadi kota maju yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalannya hingga kini berupa rumah besar dan mewah serta toko tua yang menjadi tempat tinggal para hartawan yang berprofesi sebagai tuan tanah, saudagar, dan lainnya.
Menurut dokumen yang dikeluarkan Sultan Mansyur Syah bertahun 1278 H lengkap dengan cop sikureng, disebutkan satu wilayah bernama Bugak menjadi wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Di antara kata Bugak disebutkan pula beberapa nama wilayah lain seperti Glumpang Dua, Kejrun Kuala, Bugak, Pante Sidom, Peusangan, Monklayu dan lainnya. Sebagian nama-nama tersebut memang masih eksis sampai kini dan menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Peusangan, Kecamatan Jangka, dan Kecamatan Gandapura yang terletak di sekitar Matang atau Kabupaten Bireuen.
Keturunan di Bugak
Gelar Habib sejatinya hanya disematkan untuk ahlul bait (keturunan) Rasulullah dari keturunan Sayyidina Husein bin Ali ataupun dari keturunan Sayyidina Hasan bin Ali. Biasa juga disebut dengan Sayyid atau Syarief.
Gelar Habib biasanya hanya diberikan kepada para pemuka atau tokoh yang memiliki pengetahuan serta keistimewaan dalam masyarakatnya. Di sekitar daerah Bugak, terdapat banyak sayyid, terutama dari keturunan Jamalullayl, al-Mahdali, Alaydrus dan mayoritasnya adalah Al-Habsyi. Keturunan Al-Habsyi sangat mendominasi, terutama yang berasal dari sekitar Monklayu.
Menurut penelitian dan penelusuran, kebanyakan Sayyid di sekitar Bugak adalah dari keturunan Al-Habsyi. Keturunan ini berasal dari Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi yang hingga saat ini sudah turun temurun menjadi delapan generasi.
Menurut Urueng Tuha di sekitar Bugak, Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi adalah seorang yang pertama membuka Bugak dan memiliki kedudukan terhormat sebagai wakil Sultan. Hal ini diperkuat dokumen yang dikeluarkan Sultan Mansyur Syah bertahun 1270 H yang menyebutkan dengan terang nama Habib Abdurrahman dengan Bugak.
Menurut tradisi kaum Hadramiyin (bangsa Arab) yang datang ke Nusantara, biasanya mereka memiliki kunyah (nama gelar) yang kadangkala dinisbatkan kepada tempat tinggal ataupun makamnya seperti misalnya Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjong dan dikuti oleh ulama, termasuk di Aceh seperti Maulana Syiah Kuala dan lainnya. Demikian pula dengan Habib Abdurrahman, menurut tradisi memiliki nama gelar yang dikenal oleh kaum keluarganya sebagai Habib Bugak, karena beliau tinggal di Bugak.
Hasil penelitian di sekitar Bugak dan wilayah yang berdekatan dengannya, tidak ada seorang Habib yang melebihi kemasyhuran Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi. Beliau adalah Tengku Chik atau Tengku Habib dan kepercayaan Sultan Aceh untuk wilayah Bugak dan sekitarnya yang memiliki wewenang pemerintahan sekaligus wewenang keagamaan, yang jarang diperoleh seorang pembesar sebagaimana tercantum dalam dokumen sultan tahun 1206 H dan lainnya.
Adapun ikrar wakaf Habib Bugak di Mekkah terjadi pada tahun 1222 H. Sementara dokumen Kerajaan Aceh yang ditandatangani oleh Sultan Mahmudsyah pada tahun 1206 H dan dokumen Kerajaan Aceh yang ditandatangani oleh Sultan Mansyur Syah pada tahun 1270 H menyebutkan dengan tegas nama dan tugas Sayyid Abdurrahman bin Alwi atau Habib Abdurrahman bin Alwi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Habib Abdurrahman pernah hidup di Bugak sebagai orang kepercayaan Sultan Aceh Darussalam antara tahun 1206 H sampai dengan tahun 1270 H, hampir bersesuaian dengan tahun wakaf dibuat pada tahun 1222 H.
Setelah mewakafkan hartanya, Habib Bugak Asyi menunjuk Nadzir pertama bernama Syeikh Muhammad Shalih bin Abdussalam Asyi yang diketahui dari keturunan Ulama ternama Syeikh Abdullah al-Baid. Syeikh ini dan penerusnya Syeikh Abdurrahim bin Abdullah al-Baid Asyi dikenal sebagai Tgk. Chik Awe Geutah yang kompleks dayahnya masih terpelihara di Awe Geutah Peusangan, Bireuen.
Tempat ini berdekatan dengan Bugak yang menjadi asal dari Habib Bugak Asyi. Menurut catatan Rabithah Alawiyah Kerajaan Aceh, Syekh Abdullah al-Baid adalah Ulama dari Mekkah yang datang serombongan bersama dengan Habib Abdurrahman Al-Habsyi dari Mekkah, bertugas di Bandar Aceh Darussalam dan kemudian menetap di sekitar daerah Bireuen atas titah Sultan Aceh Darussalam.
Hal ini sebagaimana disebutkan Sarakata Sultan Aceh yang tersimpan rapi pada keturunan Habib Abdurrahman Al-Habsyi. Kemudian, Habib Abdurrahman Al-Habsyi bermukim di Monklayu dan wafat di Bugak, sementara Syekh Abdullah al-Baid bermukim di Awe Geutah mendirikan dayah dan wafat di sana.
Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Habib Bugak Asyi, setelah mewakafkan hartanya kemudian menunjuk Nadzir dari kalangan ulama yang sangat dekat hubungan dengannya, bahkan tinggal satu daerah yang berdekatan.
Menurut anak cucu Habib Abdurrahman Al-Habsyi, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tgk. Chik Awe Geutah, bahkan memiliki hubungan kekerabatan karena tali perkawinan. Fakta ini secara jelas menunjukkan siapa sebenarnya Habib Bugak Asyi itu, yang tidak diragukan adalah seorang Habib yang berasal dari Bugak yang berdekatan dengan asal Nadzir di Awe Geutah Peusangan.
Selain mewakafkah hartanya, Habib Abdurrahman bin Alwi bin Syekh Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi sejatinya juga salah seorang tokoh Aceh yang memiliki peranan penting dalam sejarah rekonsiliasi masyarakat Aceh. Terutama saat terjadinya ketegangan yang timbul pada awal abad ke 18 Masehi.
Ketegangan tak terlepas dari pemberhentian Sultanah Kamalat Ziatuddinsyah pada tahun 1699 yang digantikan oleh suaminya Sultan Badrul Alam Sayyid Ibrahim Syarif Hasyim Jamaluddin Syah Jamalullayl (1699-1702) atas fatwa dari Ketua Mufti Syarief Mekkah setelah wafatnya Mufti-Qadhi Malikul Adil Maulana Syiah Kuala.
Fatwa ini telah mengantarkan para Sayyid sebagai Sultan Aceh selama hampir 30 tahun. Naiknya kembali keturunan garis Sultan asal Pasai dari keturunannya di Bugis, Sultan Alaidin Ahmad Shah (1733) dan para pelanjutnya telah menimbulkan kegusaran dan ketakutan dari keturunan para sayyid, terutama keturunan dari garis Sultan yang dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik.
Saat imperialisme kolonial barat masuk ke Aceh, para tokoh sayyid di Aceh meminta Syarief Mekkah yang masih memiliki otoritas keagamaan atas Aceh agar mengirim para tokoh kharismatis, Habib dan Ulama yang dapat membawa kedamaian dan rekonsiliasi masyarakat Aceh. Di antara utusan yang datang dari Mekkah adalah Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi yang kemudian dikenal dengan Habib Teuku Chik Monklayu, yang juga dikenal dengan Habib Bugak Aceh, karena beliau tinggal di Pante Sidom, Bugak, Bireuen.
Habib Abdurrahman Al-Habsyi Bugak adalah seorang ulama faqih, sufi dan seorang bentara-laksamana serta pemimpin masyarakat yang dipercaya oleh Sultan Aceh sebagai Teuku Chik yang kekuasaannya terbentang dari desa-desa di sekitar Jeumpa, Peusangan, Monklayu, Bugak sampai Cunda dan Nisam sebagaimana yang dituangkan dalam surat keputusan Sultan Mahmudsyah dalam surat bertahun 1224 H (1800 M)
Menurut Syekh Munir, kini Habib Bugak Asyi telah mewariskan kepada masyarakat Aceh harta wakaf berharga lebih 300 juta Riyal Saudi atau sekitar Rp 7,5 triliun. Aset yang ada berupa 2 buah hotel, Ajyad (Funduk Ajyad) bertingkat 25 sekitar 500 meter dari Masjidil Haram dan Menara Ajyad (Burj Ajyad) bertingkat 28 sekitar 600 meter dari Masjidil Haram.
Kedua hotel besar ini mampu menampung lebih 7000 jamaah yang dilengkapi dengan infrastruktur lengkap. Selain hotel, ada juga apartemen dan tanah kosong berjumlah lebih 10 unit.
Pada musim haji tahun 1427 lalu, Nadzir (pengelola) Wakaf Habib Bugak Asyi telah mengganti sewa rumah jamaah haji asal Aceh selama di Mekkah sebesar sewa yang telah dibayar Pemerintah Indonesia kepada pemilik pemondokan atau hotel yang ditempati para jamaah haji asal Aceh. Besarnya sekitar antara SR 1.100 sampai SR 2.000, dengan jumlah total Rp 13,5 milyar rupiah.
Nadzir Waqaf Habib Bugak juga sedianya akan membangun Kompleks Pemondokan Haji yang mampu menampung 5.000 jamaah yang berasal dari Aceh. Hasil wakaf juga digunakan untuk menyewakan beberapa bangunan lainnya untuk kepentingan masyarakat Aceh.
Menurut catatan, setelah kembali dari Mekkah, Habib Bugas Asyi bermukim dan dimakamkan di Pante Sidom, Kemukiman Bugak, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen. Terlepas dari catatan sejarah yang masih perlu disempurnakan, sosok Habib Bugak ini memang menjadi sesuatu yang dirindukan. Terbukti, sudah lebih dari 200 tahun ia wafat, sampai kini amalnya pun terus bermanfaat.
========================================
Hii. .stemian everything, I will share information especially for people of aceh and general in Indonesia and the international community ..
Concerning the Waqf Land from Habib Bugak Al Asyi to the people of Aceh who have pilgrimage in Mecca ..
And hopefully until the end of time do not switch hands ...
the origin of Habib bugak Inter alia asyi, scholars generous pewakaf land lasting for Acehnese which Haj in Mecca ✓habib bugak asyi has passed on to the public Aceh treasures 300 million riyal Arabia or around USD 7,5 trillion "if children and grandchildren Adam died, putuslah all charity goodness except three cases, charity jariah, science useful, and prayer children Saleh," (HR. Muslim no. 1631)
Hajj season 1438 hijriyah just after. However, there is always interesting story of any penyelenggraan Haji each year. one is a matter of extra bonus in addition to living cost specifically for pilgrims origin of the province. Yes, if the pilgrims Indonesia before leaving for Saudi Arabia receive allowance (living cost) for Saudi Arabian ryal (Sar) 1.500 or sektar USD 5,25 millions of component costs the implementation of pilgrimage (bpih) that has been paid, pilgrims Acehnese will receive additional money for the Sar 1.200 (USD 4,2 million)
additional derived from the management board waqaf Baitul asyi in the city of Mecca, Saudi Arabia. funds Waqf it only given to the pilgrims Acehnese, which this year's dispatch 4.357 people to the Holy land. "two days after the Assembly we arrived in Makkah, then Nazir waqaf Baitul asyi directly give money 1.200 riyal Saudi Arabia per person," said coordinator public relations organizing committee Hajj ppih embarkation Aceh Rusli Banda Aceh Sunday (20/8) ago, as quoted between. chairman ppih embarkation Aceh David pakeh added, division of funds Waqf take place in maktab 37 in the region misfalah, Makkah, Saturday (19/8), and attended Nazir Waqf Baitul asyi Prof. Dr. Abdurrahman Abdullah asyi.
"so that the process of the division of smoothly, then the Assembly required shows card Baitul asyi that has been provided by the committee," he said. how can, there are additional special create pilgrims Acehnese? turned out, luck create pilgrims Acehnese the close relation to the history of scholars Aceh in the Holy land. is Habib bugak Inter alia-asyi, named complete Habib Abdurrahman bin Alwi Inter alia-Ethiopia. is figure darmawan that has been mewakafkan land for utilized Acehnese that go Haj or studying in the Holy land. Habib bugak Acehnese who came to Makkah year 1223 hijri it buy land around the area qusyasyiah now be around chapter Inter alia Fath (between Marwah and mosques Haram). then, the Kingdom of ustmaniah. However, then, government Saudi Arabia during the King Malik sa'uds bin Abdul Aziz, do the development of the Grand mosque. land Waqf Habib bugak to Acehnese exposed to the project. home Habib bugak displaced by administering
compensation. management agency land Waqf it then use the money to buy two locations land that is in the area ajyad around, 500 and 700 meters from the Grand mosque. both the land is then be assets Waqf. land first distance of 500 meters from the Haram built five-star hotel with room 350's unit. in the land second with distance of 700 meters from the Haram, built five-star hotel with room 1,000 units. from other advantages, nazhir buy two area of land area of 1.600 square meters and 850 square meters in the aziziah. in 2009 in both land was built lodgement specifically for the congregation origin embarkation Aceh. proceeds benefit management Hata Waqf this is what since 2006 share to pilgrims Acehnese. in 2008, the government Aceh receive rp14,54 billion from Baitul asyi as money replacement rental home to 3.635 pilgrims Acehnese. per pilgrims gets around rp4 million's.
origins Waqf two figures Aceh.
Dr. Inter alia yasa 'Abubakar (head of Department of Sharia Nad) and Dr. Azman isma'il, MA (high priest mosque Kingdom baiturrahman Banda Aceh) has issued a statement of the origin of waqaf Habib bugak asyi. according to the deed pledge waqaf stored well by nadzir, waqaf the diikrarkan by Habib bugak asyi in the year 1222 hijriyah (circa 1800masehi) in front of court judges syar'iyah Mecca. in it mentioned that the House diwaqafkan for lodging people coming from Aceh to fulfill the pilgrimage, as well as Acehnese settled in Mecca. in the pledge Waqf mentioned, "if only because of something because there is no longer Acehnese who came to Mecca for pilgrimage then home Waqf is used to stay students (students, students) jawi (domestic) studying in Mecca. event for something for the students of the archipelago had no longer a study in Mecca then home Waqf is used to stay students Mecca studying in mosque Haram. if only they this was not there is also the Waqf this submitted to the priest mosque Haram to finance the needs of the Grand mosque," Habib bugak has pointed nadzir (manager) one of scholars Acehnese that has settled dimekkah. nadzir authorized in accordance with the guidance of Islamic law. in the year 1420 H (1999 ad) court syar'iyah Mecca strengthen Shaykh Abdul Ghani bin mahmudbin Abdul Ghani asyi (fourth generation manager Waqf) as nadzir a new one. since the 1424 H (2004 ad) task nadzir followed by a team led his son named Munir bin Abdul Ghani asyi (fifth generation) as well as Dr. Abdul lathif baltho. who actually Habib bugak Inter alia-asyi? many people Indonesia, even Acehnese especially current generation that might not know the figure of this. Moreover, not many literature to write a matter of scholars direct descendant Prophet Muhammad sahallallahu' alaihi WhatsApp sallam this. for knew who figure actually Habib bugak asyi. since 2007, ustadz hilmy fuel alhasany almascaty, director of the National Red Crescent has established the team to uncover the history of life and struggle Habib bugak. in the month of Ramadan 1431 H ago, he also had a chance to meet directly with Shaykh Munir Abdul Ghani ashi who served managing director (nadzir) Waqf Habib bugak in Mecca. according Hilmi, Habib bugak only pseudonym used by pewakaf to keep the sincerity heart in worship. Shaykh Munir mention Habib is the degree to Sayyid or descendants rasulullah commonly used in Mecca at that time, ie, before the reign dynasty IBN Saud, ruler of the Kingdom of Saudi right now. while bugak asyi is the name an area in the Kingdom of Aceh in 1800 ad ago, when Waqf diikrarkan. so that the intersection of siurnya figure habibasyi this, ranging no person who to engineer stories for personal gain. bugak asyi in Arabic means area bugak in Aceh. in Arabic script, bugak consists of letters: BA, waw, Jim and a'in as written in the pledge endowments, while in Arabic script-Malay Aceh: BA, waw, kaf, Alif and Hamzah as written in sarakata Sultan of the Kingdom of Aceh. then it must be traced a region, the area, Kampong or resident named bugak with letters on top of the entire Aceh, especially that included in the area of the Kingdom of Aceh Darussalam on around the 1800s, or year made pledge Waqf. "after the research, me and the research team more likely to choose bugak incoming in region peusangan, mature glumpangdua, bireuen district," said Hilmi. of history, the name bugak- so the sub-term former is a city Center adjacent to the coastal areas Kuala peusangan and monklayu. bugak be a meeting of both the town the Port and developed into the city of advanced that can be seen traces of legacy up to now be a big House and luxury and store old become a place to stay the wealthy person who works as a landlord, merchants, and more. according to document issued Sultan mansyur Shah many 1278 H complete with cop sikureng, mentioned one region named bugak into the region Kingdom Aceh Darussalam. between said bugak mentioned also name a few other areas such as glumpang two, kejrun Kuala, bugak, pante sidom, peusangan, monklayu and more. some names are still existed until today and become part of the area of the district peusangan, sub-term, and the district gandapura located around mature or bireuen district. descendants in bugak degree Habib true only embeddable to Ahlul Temple (descendants) the Messenger of descent sayyidina Husein bin Ali or from the descendants sayyidina Hasan bin Ali. ordinary also called Sayyid or syarief. degree Habib usually only given to leaders or figures who have the knowledge and features in the community. around the area bugak, there are many Sayyed, especially on the descendants jamalullayl, Inter alia-mahdali, alaydrus and the majority is Inter alia-Ethiopia. descendants of Inter alia-Ethiopia very dominates the, especially from around monklayu. according to research and search, most Sayyid around bugak is from the descendants of Inter alia-Ethiopia. descendant's derived from Habib Abdurrahman bin Alwi Inter alia-Ethiopia that until now already hereditary into eight generation. according urueng tuha around bugak, Habib Abdurrahman bin Alwi Inter alia-Ethiopia is a first open bugak and has a position honored as vice Sultan. it is reinforced document issued Sultan mansyur Shah many 1270 H which mention with bright name Habib Abdurrahman with bugak. according to the tradition of the hadramiyin (Arabs) who came to the archipelago, usually they have chewing (name degree) that sometimes attributed to a place to stay or his grave such as sunan bonang, sunan ampel, Prince jayakarta, Habib Chik dianjong and followed by the scholars, including in Aceh like Maulana Shia Kuala and more. similarly Habib Abdurrahman, according to tradition has the name of the title of known by the family as Habib bugak, because he was living in bugak. research results around bugak and area adjacent to him, no one Habib exceeded renown Habib Abdurrahman bin Alwi Inter alia-Ethiopia. he is Tengku Chik or Tengku Habib and trust Sultan Aceh to the area bugak and surrounding areas that have the authority of government as well as the authority of religious, rare obtained a magnifying as listed in the document Sultan of the year 1206 H and more. as for the pledge Waqf Habib bugak in Mecca occur in the year 1222 H. while document the Kingdom of Aceh signed by the Sultan mahmudsyah in the year 1206 H and document the Kingdom of Aceh signed by the Sultan mansyur Shah in the year 1270 H mentioned steadfastly name and task Sayyid Abdurrahman bin Alwi or Habib Abdurrahman bin Alwi. thus, it can be concluded that Habib Abdurrahman been living in bugak as trust Sultan Aceh Darussalam between the year 1206 H up to the year 1270 H, almost corresponding to the year Waqf made in the year 1222 H. after mewakafkan his property, Habib bugak asyi pointing nadzir first named Sheikh Mohammed Salih bin abdussalam asyi known from the descendants of scholars renowned Sheikh Abdullah Inter alia-baid. Sheikh and successors Sheikh abdurrahim bin Abdullah Inter alia-baid asyi known as TGK. Chik awe geutah complex dayahnya still maintained in awe geutah peusangan, bireuen. this place is adjacent to the bugak the origin of Habib bugak asyi. according to note rabitah alawiyah Kingdom Aceh, Sheikh Abdullah Inter alia-baid is scholars of Mecca who came a group with Habib Abdurrahman Inter alia-Ethiopia of Mecca, duty in the city Aceh Darussalam and then settled around the area bireuen on word Sultan Aceh Darussalam. it is as mentioned sarakata Sultan Aceh stored neat on the descendants Habib Abdurrahman Inter alia-Ethiopia. then, Habib Abdurrahman Inter alia-Ethiopia settled in monklayu and died in bugak, while Shaykh Abdullah Inter alia-baid settled in awe geutah establish dayah died there. that's why not surprising if Habib bugak asyi, after mewakafkan his property then pointing nadzir from among scholars very close relationship with it, even stay one area adjacent. according to children and grandchildren Habib Abdurrahman Inter alia-Ethiopia, they have a very close relationship with TGK. Chik awe geutah, even have kinship because rope marriage. this fact clearly shows who actually Habib bugak asyi, which doubt is a Habib from bugak adjacent to the origin nadzir in awe geutah peusangan. Aceh addition mewakafkah his property, Habib Abdurrahman bin Alwi bin Shaykh Inter alia-Ethiopia or Habib bugak asyi true also one of figures Aceh that has a crucial role in the history of reconciliation Acehnese. especially when the tension arising in the early 18th century ad. tension not regardless of the dismissal sultanah kamalat ziatuddinsyah in the year 1699 is replaced by her husband Sultan Badrul natural Sayyid Ibrahim syarif Hashim Jamaluddin Shah jamalullayl (1699-1702) on fatwa of chairman Mufti syarief Mecca after the death of Mufti-qadhi malikul fair Maulana Shia Kuala. fatwa this has been delivering the Sayyid as Sultan Aceh for almost 30 years. rise back descendants line Sultan origin pasai of offspring in bugis, Sultan alaidin Ahmad Shah (1733) and the pelanjutnya has caused rage and fear of the descendants the Sayyed, especially the descendants of the line of Sultan feared can conflict. when imperialism Colonial West sign in to Aceh, figures Sayyid in Aceh ask syarief Mecca still have the authority of religious on Aceh to send the figures charismatic, Habib and scholars who can bring peace and reconciliation Acehnese. among the envoy coming from Mecca is Habib Abdurrahman bin Alwi Inter alia-Ethiopia then known as Habib teuku Chik monklayu, which is also known as Habib bugak Aceh, because he was living in pante sidom, bugak, bireuen. Habib Abdurrahman Inter alia-Ethiopia bugak is a cleric Faqih, Sufi and a Herald-Admiral as well as the leader of the community trusted by the Sultan Aceh as teuku Chik the power stretches of villages around jeumpa, peusangan, monklayu, bugak until cunda and nisam as set forth in the decree Sultan mahmudsyah in a letter many 1224 H (1800 ad) according to Shaykh Munir now Habib bugak asyi has passed on to the public Aceh treasure Waqf valuable 300 million riyal Arabia or around USD 7,5 trillion. assets that there is a 2 pieces of hotels, ajyad (funduk ajyad) rise 25 500 meters from the Grand mosque and tower ajyad (Burj ajyad) rise 28 600 meters from the Grand mosque. both of this great hotel is able to hold more 7000 pilgrims equipped with infrastructure complete. in addition to the hotel, there is also the apartment and vacant land totaling 10 units. season Haji year 1427 ago, nadzir (manager) Waqf Habib bugak asyi have to replace the rent pilgrims Acehnese for in Mecca for rent paid the government to the owner lodgement or hotel occupied the pilgrims Acehnese. magnitude around between Sr. 1.100 to Sr. 2.000, with the total number of USD 13,5 billion dollars. nadzir waqaf Habib bugak also was originally will build complex lodgement Hajj able to accommodate 5.000 pilgrims from Aceh. results Waqf also used to rent a few other buildings to the public interest Aceh. according to note, after the back of Mecca, Habib bugas asyi living and was buried in pante sidom, kemukiman bugak, sub-term, bireuen district. regardless of the historical records still need to be enhanced, figure Habib bugak this is indeed be something missed. proven, are more than 200 years he died, until now charity continues useful.
http://validnews.co/habib-bugak-al-asyi--wakaf-abadi-buat-yang-berhaji-yyo
Http://www.facebook/Aceh Sepanjang Abad.com
(Faisal Rachman, from various sources)