Ibrahim, Bulan dan Matahari: Symbolik yang Nyaris Menuju Tragik!

Postingan ini sengaja ditulis dan diperuntukkan bagi para steemians dalam menyambut Hari Raya Qurban, atau Idul Adha.

Ibrahim, Bulan dan Matahari, sebagaimana judul di atas adalah symbolik nyata dari Nabi Ibrahim yang termaktub dalam sejarah kehidupan manusia. Pecarian yang luar biasa, sebuah usaha keras dalam mempertanyakan hal esensial serta pembuktian kedirian.

Ibrahim, tokoh dan junjungan umat manusia yang diucapkan namanya pada rakaat shalat adalah keagungan yang tak bisa dibantah. Abraham, ya demikian pula sebutannya bagi sebagian ungkapan. Namun, keduanya, atau nama-nama tersebut memang merupakan titik tolak yang legendaris dalam sejarah Islam atau keyakinan manusia beragama.

Tulisan ini tidak akan memperpanjang sejarah atau mengulangnya secara leterlek, tapi lebih kepada hal yang esensial dan patut direnungkan. Bukan tentang bagaimana pemberontakannya tentang berhala yang dijadikan penyembahan, atau bukan pula pencarian Ibrahim tentang tuhan, baik itu melalui cahaya bulan dan sinar matahari yang ingin saya ketengahkan. Tidak samasekali.

Bukan hal tersebut tidak menarik atau tidak luarbiasa, tapi ada sisi lain yang perlu diingat serta diinap-menungkan. Pecarian Ibrahim terhadap tuhan rasanya tidak ada pula tanding dan bandingannya. Benar-benar kesungguhan dan kekhusyukan yang tiadatara. Banyak kitab dan catatan sejarah yang telah menceritakan, dan bahkan mengulasnya. Tapi ini lain:

Sahabat steemians, di mana pum anda berada, untuk lebih mengarah, tulisan ini sesungguhnya lebih memfokuskan sasaran pada persoalan yang merupakan sebuah nilai-nilai etis. Kalau dibandingkan dengan nilai-nilai etis lainnya, sebagaimana terjadi di zaman perang, nilai-nilai etis yang dihadapi nabi Ibrahim jauh lebih tragik dari semua itu.

Membunuh kawan sendiri sesama pejuang karena sekarat ketika dikejar-kejar musuh, kemudian melakukannya dengan alasan takut membongkar rahasia bukanlah terlalu tragik. Ibrahim malah jauh lebih tragik dari pada itu. Kalau dihadapkan pada situasi hari ini, memang tidak masuk akal. Amat diluar logika. Bagaimana pula kesiapan seorang bapak untuk membunuh anak kandungnya sendiri? Sementara sulitnya untuk mendapatkan anak tersebut, sejarah pun telah mengungkapkan tentang ini.

Ibrahim menyembelih anaknya Ismail..

Wah, bukankah ini sebuah pertarungan batin yang mahaberat. Tapi, bila dihadapkan pada proses pencarian yang dilakukan dan keyakinan yang dimiliki Ibrahim terhadap penemuannya tentang Tuhan barangkali sedikit bisa diterima meski perih dan ngilu terlebih dahulu menusuk dada.

Selamat Idul Adha 1439 H

Bekasi, 21 Agustus 2018

Salam KSI
Irman Syah | @mpugondrong