Cerpen
Aku sedang menunggu commuter untuk tujuan Gondangdia, siang tadi. Tidak jauh dari tempat aku menunggu, seorang Bapak, sekira 65 tahun menelepon, dan menarik perhatian.
Wajahnya menampakkan banyak kerutan, pertanda dia sudah manula. Tetapi dibalik kerutan wajah tuanya, terlihat bahwa bapak ini dulunya seorang yang tampan, terawat dan perlente.
Bapak itu sibuk menelpon, memakai HP jadul berukuran kecil, dan dari jawaban yang dia terima dari telepon memperlihatkan, ia sedang kecewa dan lelah.
“Nak, ayah sekarang di stasiun, mau pulang ke rumah ayah ga tahu rutenya,” katanya dengan memakai handphone jadulnya.
“Ayah gak bisa pulang, mau naik taksi atau atau ojek, ayah ga punya duit. Nak jemput ayah,” pintanya.
“Ayah ga punya duit Nak. Dompet ayah ketinggalan di rumah Om Aji.”
“Nak ayah sudah tua, ga sangup dan ga tahu angkot ke rumahmu. Kamu tahu ayah pulang dari Bogor terapi paska stroke. Ayah ga tahu rutenya. Kamu telpon balik ya, pulsa ayah habis.”
Lalu lelaki tua itu menutup telepon dan menunggu di bangku panjang stasiun kereta. Wajahnya bingung dan kelihatan sangat gelisah. Sekitar lima belas menit aku perhatikan gerak geriknya dan kelihatan wajah tuanya yang kecewa.
“Pak, mau saya belikan Aqua?” Sapa saya, karna saya tahu dia kehausan karna kelihatan wajahnya berkeringat.
Ia sungkan menjawab ya, karena kami memang belum berkenalan. Tetapi, dengan ragu ia berkata:
“Baik sekali kamu Nak. Tetapi ga usah repot-repot, saya baru minum tadi di Bogor.”
“Oh, gak repot kok Pak. Saya belikan ya?”
Saya beranjak pergi tanpa melihat wajah lelaki tua Itu untuk persetujuan.
Di dalam area stasiun memang ada mini market, toko roti, mesin ATM, toilet dan mushalla.
Saya membelikan dua botol air mineral dan dua potong roti, lalu menghampirinya.
Setelah memberikan sebotol air dan sepotong roti, saya menyodorkan tangan sembari memperkenalkan diri.
“Jeka!” Kata saya.
“Saya Mustofa Nak. Nak Jeka tinggal dimana?”
“Saya di Rawajati Pak, ga jauh dari sini. Bapak tinggal di mana?”
“Saya di Condet. Lagi menunggu telepon anak untuk jemputan?”
“Oh jadi belum ditelpon anak bapak?”
“Itulah, sudah 20 menit saya menunggu, dia belum telepon juga.”
“Boleh saya telepon dia? Berapa no handphonenya?”
“Oh boleh, Nak Jeka.”
Pak Mustofa membuka handphonenya dan memberikan kepadaku meminta untuk mencari sebuah kontak bernama Retno. Saya tekan nomer Retno yang tertera di handphonenya.
Nomornya terkoneksi, tetapi tidak diangkat. Saya mencoba lagi, mencoba lagi dan lagi, sampai tiga kali. Lalu saya mengirimkan sebuah pesan singkat:
“Mba Retno, saya bersama Pak Mustofa, ayahanda mba. Boleh saya telpon lagi, ayahanda mau bicara.”
Tidak ada balasan apapun. Sampai akhirnya, saya sampaikan ke Pak Mustofa:
“Pak, anak bapak belum angkat telepon, mungkin dia ketiduran atau sibuk. Boleh saya pesankan grab untuk Bapak?”
Pak Mustofa kembali ragu menjawabnya.
“Bapak ga usah kawatir, saya yang bayarkan.”
“Wah, terimakasih banyak Tuhan. Ketika anak saya mengabaikan saya, Engkau kirimkan seseorang yang baik hatinya!” Orangtua itu meneteskan airmata.
“Bapak, jangan berlebihan. Saya mungkin tidak sebaik yang bapak duga.Tetapi melakukan sesuatu untuk seorang tua yang dalam situasi emergensi seperi Bapak, itu adalah kewajiban saya.”
“Ya Nak Jeka. Terimakasih banyak Nak.”
“Sama-sama Pak.”
Saya kemudian membimbingnya keluar dari stasiun untuk mengajaknya keluar menunggu jemputan grabcar yang sudah saya pesan. Saya ingin sekali mengantarnya sampai ke rumah, tetapi saya agak terburu-buru, karna saya ada janji bertemu klien yang sudah terlambat sepuluh menit dari jadwal yang sudah saya agendakan.
Setelah jemputannya datang, ia pamit. Ia minta izin agar bisa memeluk saya. Saya buka lebar tangan saya, dan kami berpelukan. Saya terharu.
Photo: Google
Setelah mobil jemputannya menjauh, saya bergegas, masuk kembali ke stasiun, yang nyaris bersamaan dengan datangnya commuter dari Bogor menuuju Jakarta Kota.
Saya menikmati perjalanan yang penuh sesak penumpang itu dengan bahagia. Saya menceritakan pengalaman ini, sebagai bagian dari saya berbagi kebahagiaan itu.
Kalibata, 24 Maret 2018
Salam, @jkfarza
Human interest selalu menyentuh. Deskripnya kuat!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terberkatilah dirimu bang @jkfarza. Semoga segala kebaikan dan niat baik abang mendapat berkah dari Allah SWT.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ketika kita ingin berbuat sesuatu untuk seseorang jangan pernah berpikir dan berharap balasan dari orang itu. Ketika kita masih berharap balasan ketika itulah keikhlasan mulai pudar dan kebaikan kita menjadi hampa.
Tetapi kita harus yakini satu hal, bahwa kebaikan yang kita tanam pasti akan berbuah kebaikan dan ia akan menjadi subur dan terus berbuah sampai kapan pun...
Thank @willyana atas doanya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Pencerahan yang menyejukkan hati. Ia bang, mengikhlaskan diri dari segala karma buruk yang orang berikan ke kita adalah karma baik yang telah kita lakukan. Hidup mengikuti alur takdir. Selalu mempersiapkan diri dari segala yang akan membuat diri kita bahagia ataupun menderita. Semua karena Allah .
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mungkin ini bentuk cicilan tebusan dosa dosa abang selama ini hehehee
Semoga abng selalu dalam lindungan yang maha kuasa Amin
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Itu betul @bennpoelem setiap hari kita berbuat kesalahan dengan orang baik sengaja maupun tidak.
Misalnya tidak sengaja membuat @beladro harus berdiri di meja gaple itu juga bisa bikin ia ga nyaman dan kita harus menebusnya dengan menciptakan kebaikan baru lagi lagi dan lagi Ben
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Allahu Akbar, Bang Kamal. Semoga Bang Kamal, Kak NIla dan keluarga selalu diberi kesehatan dan dimurahkan rezeki oleh Allah. Amin. Menolong dan berbagi itu sungguh indah. Saya menitik air mata membaca ini. Saya teringat Bapak saya yang sudah tiada.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terimakasih @dianing atas doanya
Aku adalah seorang yang menyakini ini, tidak ada prestasi tanpa ada kebaikan di dalamnya.. karna Itu kita harus setiap hari berprestasi dan setiap hari berbuat baik ya, agar hidup makin indah.
Sesekali datang ke Kalibata Din kita nikmati banyak keindahan di sana terutama Mie Aceh dan Kopi Aceh kesukaanmu. Salam dari niela
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
The more you give the more you receive. Makin banyak yang kita berikan makin banyak yang kita terima. Itu hukum alam yang hampir pasti terjadi
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit