Pada kesempatan kali ini saya kembali mereview buku Acehnologi bab ke enam belas (16) dari volume dua (2) tentang filsafat Aceh, filsafat Aceh sangant jarang dibicarakan bahkan bisadikatakan tidak ada orang yang menggkaji tentang filsafat Aceh, baik dikalangan akademisi maupun non akademisi, karena selama ini ini banyak orang pelajari tentang filsafat barat dan filsafat islam, baik dipendidikan tingkat menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan tingkat pendidikan universitaspun yang dipelajari adalah filsafat barat.
Sehingga orang-orang tidak lagi kemauan mengkaji filsafat Aceh, dampak yang sangat besar kususnya bagi manyarakat Aceh,ketika tidak ada lagi yang mau mengkaji, meneliti lagi filsafat Aceh adalah berefeknya kegenerasi muda Aceh, mereka sudah dilupakan tentang sejarah Aceh, kosmologi Aceh sehinga generasi muda Aceh melihat Aceh sama seperti daerah-daerah luar Aceh, sehingga lahan perlahan tinta emas yang diukirkan oleh orang-orang Aceh terdahulu hilang ditelan masa, ini yang sangat ditakutkan.
Alhamdulillah sekarang didepan kita sudah ada seorang tokoh yang perduli kepada generasi muda Aceh, yang sudah menuliskan buku tentang Aceh, bukunya yang berjudul "Acehnologi" beliau adalah Kamaruzzaman Bustamam Ahmad,PH.D, didalam buku Acehnologi dijelaskan tentang filsafat Aceh, yang mana filsafat Aceh ini sangat sulit untuk dijelaskan, karena nampaknya tidak ada tokoh atau intelektual dari Aceh yang begitu terkenal dikalangan peminat kajian fil safat, beda denga filsafat barat yang sudah mapan yang terkenal dengan filosof-filosofnya.
Bagi Solomon, filsafat itu ada dua komponen yaitu: critical thingking ( berfikir kritis) dan passionate cision (visi kasih sayang ). dan tujuan filsafat adalah pertualangan ide-ide dan pola manusia memahami diri mereka di dalam keterbukaan, maka kalau dilihat dari komponen dan tujuan filsafat seperti yang dikemukakan oleh Berlin di dalam buku Acehnologi bab enam belas (16), sesungguhnya pernah terjadi pada masyarakat Aceh, dimana orang Aceh memahami diri mereka sendiri, ditambah lagi, bangaimana orang Aceh memahami Tuhan dan alam semeta.
Maka filsafat Aceh dapat didapatkan bagaiman aorang Aceh berfikir tentang diri mereka Tuhan dan alam semerta, orang Aceh ketika berfikir tidak lepas dari nilai religinya, misalakan ketika mereka ingin tau siapa dirinya ? apa tugasnya di bumi ? orang Aceh mecari kebenarannya itu denga nilai-nilai agama, hasil berfiir mereka sehingga mereka akan mejawab "hamba Allah", dan orang Aceh selalu menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, inilah nilai sifat ktauhidan yang ditanam di dalam diri orang Aceh, maka tidak heran ketika di Aceh ada istilah perang sabi yang artinya perang fisabilillah melawan kafir, dan empat orang jendral belanda gugur di tanah rencong, ini bisa terjadi karena pemikiran orang Aceh yang sudah dikuatkan dengan nilai-nilai Agama.
Kemudian cara orang Aceh memikir tentang Tuhan, mereka mencari tau siapa Tuhan, yaitu lewat ilmu-ilmu tauhid yang diajarin oleh ulama-ulama Aceh yaitu lewat sifeut dua ploh (sifat jua puluh) disini mereka mengenal Tuhan dan meyakininya dengan haqqul yaqin di dalam diri mereka, maka tak heran ketika orang Aceh ditimpa musabah konflik, tsunami masih tetap tersenyum, itu dikarenakan mereka meyakini itu semua adalah ujia dari Allah, maka disinilah filsafat Aceh yang tidak terlepas dari nilai-nilai religi.
Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order: Trending