Puisi #25 : Pamit

in freewriting •  6 years ago 

Satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu..

Dan akhirnya 1 bulan. Aku tak pernah melihat Kevin. Aku tak pernah mendapatkan balasan darinya? Aku tak mendapatkan kabar apapun tentang dia. Aku pernah mencoba menunggunya di depan sekolah. Tapi tetap saja aku tak bisa menemuinya. Entah kesalahan apa yang telah ku buat hingga untuk berbicara dengan dia sama teramat sangat sulit.

Hari ini aku harus bekerja di kantor, tapi rasanya hatiku tidak siap. Aku tak mampu mengetik apapun, aku tak bisa mendengarkan apapun. Pikiranku tertuju pada kesepian, rasa kehilangan yang teramat dalam. Aku masih berada dalam dunia lamunanku tapi terasa seseorang sedang menepuk pundakku dengan pelan.
"Mbak Amara dipanggil Pak Haidar diminta buat masuk ruangannya" ucap pak Kirman Cleaning Service kantor kami.
"Iya pak, makasih ya pak" ucapkku sedikit kaget. Akupun langsung menuju ruangan pak Haidar. Sepertinya aku akan kena marah olehnya.
"Permisi, Pak Haidar memanggil saya?"
"Iya, kamu tahu kenapa kamu saya panggil ke ruangan?"
"Saya kurang tahu pak"
"Jadi saya ingin mengevaluasi kinerjamu satu bulan ini. Saya rasa kamu ada sedikit penurunan biasanya kamu selalu menyelesaikan hal sebelum deadline tapi sekarang sudah dijatuhi daedline tapi pekerjaan kamu belum selesai. Dikantorpun kamu juga sering menyendiri. Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Maafkan saya pak. Saya akan memperbaiki kinerja saya, akhir-akhir ini saya memang terbebani banyak pikiran"
"Saya tidak peduli sebenarnya apa alasan kamu. Kalau kamu bilang terbebani banyak hal maaf saya tidak bisa menerima itu. Saya bisa saja memberhentikan kamu sekarang. Tapi masih ada beberapa hal yang harus kamu selesaikan. Saya harap satu bulan kedepan kamu bisa memperbaiki kinerja kamu. Kalau seperti ini terus saya tidak bisa memberikan toleransi lagi"
"Iya pak, saya akan memperbaikinya. Terima kasih atas kesempatannya pak"
"Kamu boleh kembali ke meja kerjamu sekarang"
Akupun kembali ke meja kerjaku. Aneh sekali, biasanya aku sangat berambisi pada karierku. Aku sangat menuntut akan profesionalitas tapi kali ini segala pekerjaan yang aku lakukan malah sangat buruk. Aku malu dengan Pak Haidar dan diriku sendiri. Aku tak boleh seperti ini. Ternyata perginya Kevin sangat mempengaruhi segala hal. Apa tandanya ini?

Pukul 12:00 sudah waktunya istirahat makan siang, tapi aku sedang tidak nafsu untuk makan. Sebenarnya sejak tadi malam aku belum bisa makan. Sudah satu minggu ini gaya hidupku sangat buruk. Apa sebaiknya aku ke psikiater ya? Untuk berkonsultasi? Tapi ah sebaiknya jangan. Ini bukanlah masalah yang besar. Yang harus ku kerjakan sekarang adalah bekerja dan memperbaiki deadline yang sudah ku lalaikan.
Sedang seriusnya ku mengerjakan di depan laptopku ada seseorang yang sepertinya memanggilku beberapa kali.
"Amara"
"Ah iya" aku mencoba menengok ke belakang mencari sumber suara. Dan ternyata itu Rino, kenapa dia tiba-tiba ke kantorku? Hari ini tidak ada jadwal untuk bertemu kok.
"Sepertinya kamu sibuk sekali bekerja"
"Ya beberapa hari ini deadline ku terbengkalai jadi aku sedang menyelesaikannya"
"Oh begitu, sudah makan?"
"Emm...." aku menjawabnya cukup lama karena tak tahu harus berkata jujur atau bohong
"Pasti belum, wajahmu pucat sekali hari ini" ucap Rino. Dan seketika tangan hangatnya menyentuh pipi ku dengan sangat pelan, aku sedikit terkejut dengan sikapnya.
"Eh, aku nggak papa kok. Mungkin karena aku tidak menggunakan make up" ucapku sambil melepas tangan Rino yang masih menempel di pipiku. Jujur aku sedikit malu jika dilihat orang kantor selain itu perlakuan ini membuatku tidak nyaman.
"Aku telah menelponmu beberapa kali, aku juga sudah mengirim banyak pesan. Tapi kamu tidak menghubungi ku lagi, jadi aku putuskan kemari"
"Benarkah?" jawab ku tak sadar. Aku mencoba mengecek ponselku. Aku saj sampai lupa menaruhnya dimana, ini diluar kebiasaanku biasanya aku tak bisa jauh dari benda ini meski sesibuk apapun. Aku mencoba mencarinya di tunbukan kertas-kertas tapi masih belum ketemu.
"Ah ini dia" ucapku ternyata dari tadi ponselku tersimpan di laci. Pantas saja aku tidak dengan.
"Kamu menelponku hingga 15 kali?"
"Iya, aku khawatir padamu. Oh ya aku sudah membawakanmu makan siang" ucap Rino sambil memberikan sekotak nasi yang berisikan menu makan siang rumahan. Ada sayur lauk pauk dan beberapa potong buah. Dan tak lupa membawa sekaleng susu putih. Tadinya aku tidak berniat makan siang tapi berhubung sudah ada Rino dan aku tidak mungkin menolak pemberiannya jadi kamipun makan siang bersama. Lagipula aku harus mengisi perutku untuk melanjutkan pekerjaan ini.

Kamipun pergi ke kantin dan duduk dimeja yang kosong disana. Terlihat beberapa karyawan sedang mengamati kami. Mungkin mereka terheran dengan wajah Rino yang asing atau mungkin terheran karena aku makan siang berdua dengan seorang pria.
"Rasanya aku jadi ingat ketika kita masih SMA" ucap Rino.
"Memangnya kenapa?"
"Dulu kita sering sekali, membawa bekal makanan dari rumah dan memakannya bersama dikelas. Dan sekarang rasanya kita mengulanginya lagi"
"Ah, iya kau benar" ucapku dengan nada yang tak bersemangat.
Terdengar bunyi nada dering dari ponsel ku, sepertinya ada telepon masuk. Aku mencoba mengeceknya ternyata benar, tapi ini nomor yang tidak aku kenal. Kira-kira siapa ya??
"Hallo selamat siang" ucapku dengan sopan
"Hai kak, sudah lama sekali aku tak mendengar suaramu ini aku Kevin"
"Hah?"
"Iya, aku hanya ingin memberitahu kakak. Aku berada di bandara sekarang. Dan 1,5 jam lagi pesawat ku berangkat. Bisakah kita bertemu dulu sebelum aku pergi jauh?"
"Apa yang kau bicarakan?"
"Aku tahu kakak marah padaku, tapi aku akan tetap menunggu"
Tanpa ku menjawab dia langsung menutup sambungan telepon. Tanpa berpikir panjang aku lalu meminta Rino untuk mengantarkan ku ke bandara. Aku tak peduli meskipun makanan kami belum habis. Aku meminta Rino untuk mempercepat laju mobilnya, aku sudah tidak ada waktu lagi. Cuma ini, please cuma ini kesempatan ku untuk menemui Kevin. Tolong beri aku waktu meski hanya beberapa menit saja, meski hanya untuk mengatakan selamat tinggal padanya. Hanya ini satu-satunya kesempatan yang ku punya.
Aku tidak bisa menahan kesabaran ku, jarak dari kantor menuju bandara sekita 45 menit jika itu lancar. Aku berharap aku tidak terlambat.

Sesampainya di bandara aku langsung keluar dan berlari mencari dimana si Kevin. Aku tak menghiraukan lagi Rino yang masih tertinggal jauh, sepertinya Rino mengkhawatirkan diriku. Tapi aku tak peduli. Yang harus ku pikirkan sekarang adalah menemui Kevin.
"Kevin!!" Teriak ku. Dan ternyata benar sosok pria muda yang menggunakan jaket jeans itupun membalikan badannya. Dia benar Kevin, buru-buru aku menghampiri pria itu.
"Tak perlu terburu-buru kak, sudah ku bilang aku akan menunggu"
"Kemana saja kamu?"
"Aku hanya ber-hibernasi"
"Aku serius Kevin, kamu tak mengatakan apapun padaku dan sekarang kamu malah pergi lagi?!"
"Iya, aku harus pergi kak. Aku harus pergi untuk kuliah"
"Kuliah dimana kenapa harus mendadak sekali kau pergi?"
"Aku akan pergi ke Melbourne. Aku telah diterima disana"
"Kenapa begitu jauh? Apa tidak bisa kamu kuliah di Indonesia?"
"Sepertinya kakak akan sangat merindukan ku. Aku mendapatkan nilai UN tertinggi di Jawa tengah, jadi aku mendaftar program beasiswa kuliah di luar negeri dan ternyata aku lolos"
"Berapa lama kamu akan pergi ke Melbourne?"
"2 atau 3 tahun"
"Aku telah berpikir panjang. Maafkan aku karena aku tidak menceritakan ini dari dulu"
"Harusnya aku memberi mu hadiah"
"Kehadiran kakak sudah sebuah hadiah bagiku" ucap Kevin dengan tersenyum manis. "Setelah melihat kakak kini aku siap untuk pergi. Maaf aku telah menghilang darimu, aku hanya perlu waktu agar aku terbiasa tanpa ada kakak disampingku. Setelah bertemu dengan kakak, akhirnya aku lega. Tak ada perasaan apapun yang tertinggal di Semarang"
"Kamu curang!!"
"Aku tahu kakak marah, aku tak bisa berlama-lama lagi. Disana ada orang tuaku. Mereka sudah menunggu"
"Kamu memang jahat Kevin!" Ucapku dan tak terasa air mataku tak terbendung lagi.
"Jangan menangis kak, tangisan kakak membuat ku menyesal dengan perbuatan ku sendiri"
"Amara!!" Teriak Rino yang berjalan menuju ke arah kami berdua
"Kakak tak seharusnya menangisi ku, kakak harusnya bahagia sekarang karena ada laki-laki selain aku yang rela mengejar kakak. Berjanjilah padaku"
"Untuk apa aku berjanji"
"Berjanjilah jika nanti aku pulang kakak tidak akan menggalaukan Rino atau lelaki siapa pun"
"Kenapa aku harus berjanji seperti itu"
"Jika nanti aku kembali dan kakak masih galau lagi, akan ku buat kakak jatuh cinta padaku"
"Bicara omong kosong apa sih kamu"
"Terima kasih sudah menyempatkan waktu kakak. Aku pamit, dibelakang mu sudah ada seseorang yang menunggu"
Kevin pun berlalu aku terus saja mengamati bayangannya. Aku tak bisa menahan tangisku. Benar aku jauh lebih buruk sekarang. Tangan Rino merangkul pundak ku. Berusaha menenangkan ku. 2 atau 3 tahun waktu yang cukup lama. Dia jauh lebih jahat dari sebelumnya.
image

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!