Apakah lingkungan yang aman, nyaman, bebas dari gangguan, jauh dari "konflik" selalu baik untuk anak?
Siapa yang tidak ingin anaknya menjadi baik, lurus, patuh pada orang tua, tidak nakal, diberi tahu nurut, hafalan surahnya berjuzz-juzz, dan tidak pernah membuat orang tua marah?
Semua orang tua menginginkan hal serupa. Jika semua lancar-lancar saja mungkin orang tua tidak perlu bekerja keras mendidik anaknya. Tinggal tekan tombol, nurut..
Kita hidup dalam lingkungan heterogen. Tidak bisa kita paksa sama dengan apa yang kita inginkan, perfect! Tentu sulit. Jika di lingkungan rumah berjalan dengan baik, saatnya anak sekolah pasti akan bertemu dengan hal yang berbeda. Di sekolah IT favorit sekalipun. Tidak mungkin dalam satu lingkungan makro semua jenis perilaku anak sama lurusnya. Kalau ada, mungkin nanti di surga.
Kalau mau anak aman, buat saja sekolah sendiri. Seleksi ketat calon siswa semenjak orang tuanya menikah dan di lingkungan seperti apa mereka tinggal. Bagaimana pendidikan orang tuanya, pengetahuan parentingnya, ada televisi atau tidak di rumahnya, berapa kali sehari penggunaan gawai, dan lain sebagainya yang berpengaruh terhadap perilaku anak kelak.
Jika ingin lebih simpel, sekolahkan saja anak di rumah (homeschooling) yang gurunya hanya bapak dan ibunya saja. Jika anak butuh bersosial, temannya harus lolos seleksi berdasarkan kriteria orang tua, mainnya pun tidak kemana-mana. Harus tetap di depan mata orang tua.
Sanggup kah melakukan hal semacam itu? Jika takut anak terpengaruh oleh dunia luar yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita.
Dunia ini akan terus berubah dan berubah. Kalau tidak berubah, ya dari dulu hidup kita masih berburu, nomaden, dan pakai baju dari kulit binatang. Ketidaksesuaian pasti ada dan diperlihatkan agar kita bisa berpikir dan mengambil pelajaran. Bayangkan kalau hidup lurus saja tanpa ada yang bisa membuat kita belajar?
Mengasuh dan mendidik anak tidak mudah. Maka jangan memaksa memudah-mudahkannya dengan imajinasi kita. Bahwa anak seharusnya begini dan tidak boleh begitu. Bahwa anak harus berteman dengan yang begini dan tidak boleh yang begitu. Membatasi dunia dan membangun tembok tinggi agar anak jauh dari melihat hal-hal "tidak baik".
Begitu keluar dari rumah melanjutkan studi, anak melihat dunia dan betapa kagetnya bahwa ada banyak hal yang tidak pernah dihadapinya. Ada saatnya anak dapat giliran merasakan konflik. Jika dari kecil saja tidak pernah tahu ada yang namanya "berantem", ada jenis orang yang cepat marah, ada jenis orang yang hobi telat, ada jenis orang yang suka musik rock, ada jenis orang yang suka mengumpat, ada jenis orang yang suka nyiyir, ada jenis orang yang keras kepala dan tidak mau salah serta kalah, dan jenis lainnya, sanggup kah anak menghadapi dan menyusun strategi agar terbebas dari tekanan yang ia rasa tidak sesuai?
"Anak diajari dari video saja biar bisa ngerti ada hal buruk semacam itu di luar sana"
Silakan, cuma tetap beresiko. Minim ekspresi dan sulit menangkap ekspresi jika dihadapkan pada lingkungan nyata.
Memang gamang melihat perilaku anak-anak sekarang. Maka perlu penguatan dari keluarga karena tidak mungkin menghindari anak bertemu teman sekelasnya yang suka berkata kasar misalnya. Dasarnya selalu dimulai dari rumah. Anak sesekali mungkin keceplosan meniru, tapi jika nilai keluarga sudah tertanam, yang ia lakukan bukan menjadi masalah yang besar hingga anak dihukum berminggu-minggu. Tentu butuh nasehat, dengan cara yang baik dan tepat.
Pengawasan dan pendidikan dari orang tua perlu. Bukan untuk menjauhkan dan membatasi gerak serta keingintahuan anak. Tetapi membantu anak untuk siap menghadapi dunia. Anak butuh menghadapi dan merasakan "konflik" untuk ia belajar menyusun strategi bangkit dari situasi yang tidak disukainya. Ajari dan tuntun anak bagaimana strategi yang baik dalam menyelesaikan konfliknya, bukan mengambil alih menyelesaikan segera. Kalau semua orang tua yang menyelesaikan, harus berapa banyak guru lagi yang "ditonjok" dan berdarah lalu masuk penjara? 🤷🏻♀️
Sayang dan cinta anak itu penting. Lalu sudah benarkah caranya?