Usai dibuat terperangah oleh bangunan pos penjagaan, abi orin dan mas danang mengkonfirmasikan kedatangan kami kepada penjaga pos.
Mereka menyebutkan syarat-syarat pendakian.
- Apabila kelompok pendaki terdiri dari perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim wajib didampingi porter/guide. Masing-masing meninggalkan identitas KTP.
- Apabila yang mendaki pasangan suami istri dipersilahkan mendaki tanpa didampingi. wajib menyerahkan identitas KTP dan Kartu keluarga
- Dan apabila yang mendaki hanya perempuan saja tetap harus didampingi porter. Biaya jasa porter Rp. 300.000 meliputi; beban boleh dibagi diberikan kepada porter, boleh meminta kekurangan kebutuhan perlengkapan yang mungkin disediakan di pos penjagaan, seperti; senter, tali, jerigen dll.
- Karcis pendaki perorang Rp. 10.000.
- Parkir kendaraan bermotor roda empat Rp. 30.000, parkir kendaraan roda dua Tp. 10.000
- Barang-barang bawaan diperiksa. Yang menghasilkan sampah dicatat dan bertanggung jawab harus membawa kembali turun hasil sampah masing-masing.
“sampahmu tanggung jawabmu"
Kami diminta menunggu kurang lebih setengh jam. Karena porter yang akan mendampingi kami sedang on the way. Waktu menunggu kami pergunakan menunaikan kewajiban sholat dzuhur dan membereskan packingan. Si orin juga melalaikan diri main masak-masak an.
Orin siap dengan tas ransel pinknya, baju lengan panjang, celana joger hijau motif tentara dan sepatu biru yang kami anggap lebih layak daripada sepatu ketsnya mendaki 2 tahun lalu 😆. Kostum lapangan yang sengaja saya pilih agar orin nyaman mendaki.
Abi orin dan mas danang juga sudah oke meraukae lah kostum pendakiannya 😁😁
Beda saya ya... Disepatu kodachi taekwondo yang tiada pilihan lain menjadi alas tapak kaki yang direkomendasikan abi orin. Sejarah mencatat, selama pendakian itu kali kedua mendaki memakai sepatu, biasa cuma pakai sendal gunung/teva 😅
Oiya, dihalaman pos penjagaan banyak motor yang terparkir, sudah ada pendaki diatas sana.
Setengah jam kemudian sang porter tiba, sedikit membereskan bawaannya yang dipacking ke carrier kami, membagi rata bekal air kecuali untuk orin. Membentuk lingkaran kami berdoa dipimpin oleh abi orin, memohon kepada sang pemilik alam semoga perjalanan kami diberkati.
Start awal dimulai. Jalan yang kami tapaki beberapa meter sudah dipasang pavin block. Melewati perkebunan kopi, track jalur masih aman, cocoklah untuk pemanasan. Mendekati pintu rimba kami berpapasan dengan pendaki yang baru turun, mereka beberapa mahasiswa berasal dari lhokseumawe. Orin sejauh itu masih aman, walau beberapa kali sempat mengeluh, capek. Gak apa-apa sih.. Keluhannya masih wajar.
Naik lagi.. persis di pintu rimba kami melihat beberapa pemuda sedang duduk beristirahat. Mereka ini berasal dari bireuen dan beberapa berasal dari desa-desa disekitar wilayah Bener Meriah.
Tidak jauh dari shelter I, terdapat mata air yang jernih dan sejuk, bila pendaki kekurangan atau ingin menambah persediaan air untuk stok menuju puncak, boleh mengambil dimata air tersebut.
Nah, dari mulai pintu rimba ini kami disuguhi pemandangan rimbun pohon-pohon tinggi. Bervariasi jenis tumbuhan menjadi pemandangan sepanjang jalur pendakian. Bukan hanya itu, suara penghuni hutan heterogen pun saling bersahutan.
Medan pendakian mengatur laju langkah kaki dan irama helaan nafas.
Orin yang dulu lebih banyak digendong, sepanjang rute menuju batas vegetasi berjalan sendiri, hanya dibeberapa jalur terjal orin perlu dibantu.
Dan orin tidak bisa diam, ada saja yang celotehnya.
"Mi, orin dulu pernah jalan sini juga kan mi? Suara apa itu mi? Ini pohon apa mi? Kok ada bunga disini mi?"
Kekuatan kami terletak pada yang terlemah, ukuran perjalanan ada pada Orin. Jadi tidak ada yg saling mendahului. Kami bersabar menunggu siperi gunung tetap dalam ritmenya.
Dijaga jangan ada kata "minta pulang" keluar dari mulutnya 😂😂😂
Memanajemen tenaga.
Saya dan abinya orin menjelaskan, dalam perjalanan mendaki orin tidak boleh terlalu banyak bicara, bila sudah rest atau berhenti tidak dalam kondisi berjalan, barulah orin boleh berkata-kata. Atur nafasnya, agar tidak terengah-engah.
Mendekati pos terakhir/pos III, orin benar-benar butuh disemangati, jalannya mulai gontai. Giliran saya yang yang mendampingi orin.
"Nakk.. Ayo melangkah, 10 kali langkah rest, 10 kali langkah rest.. Yokk. Mulai... 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. REST" Alhamdulillah.. Berhasil memancing semngatnya kembali. Beberapa kali saya ganti dengan mengucapkan bilangan dengan bahasa inggris.
Dan tepat pukul 16.00 lewat kami sampai di hamparan luas, arena camping batas vegetasi.
Senang tak terkira terlukis dari wajah si peri gunung. 😊😘
Memandang sekitar yang subhanallah indah, menghela nafas lega, dan kamipun berpose foto-foto mendokumentasikan best moment 😁
Tim 😉
pose bersama abi
Dibatas vegetasi sudah berdiri sebuah shelter yang terbuat dari terpal, dibangun oleh teman-teman dari pos ranger.
Hari mulai gelap, kami bergegas mendirikan tenda dom, sedikit bersih-bersih dan masak untuk makan malam. Mas danang mengikatkan hammocknya di pohon dekat shelter, sembari yang lain membuat peristirahatan kami safety, orin berayun-ayun di hammock menikmati suasana hutan sambil makan roti.
Sore yang cerah, matahari memantulkan sinarnya ke hamparan savana.
"Lihat, matahari senja.. Ini sunset kita digunung, itu kelihatan puncak burnitelong" teriak mas danang.
Orin Oranna menikmati sunset 😊😊😘
Hari menjelang malam di batas vegetasi. SEMPURNA.
#Bersambung --> babak pendakian subuh ke PUNCAK
Waah, butuh tenaga ekstra pasti utk menjaga tenaga satu sama lain. Apalagi Plus2 ada anak kecil dlm team. 😎
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit