LAYAKKAH GURU YANG SELALU DIPERSALAHKAN
by. Muksamina
Laporan Bank Dunia yang dimuat di harian thejakartapost.com pada tanggal 27 April 2013 menunjukkan bahwa program sertifikasi guru yang dimulai pada tahun 2005 lalu belum memberikan kontribusi signifikan untuk peningkatan kualitas pendidikan nasional, begitu juga halnya dengan penyataan Mae Chu, Kepala Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk Bank Dunia di Indonesia yang dimuat pada kompas.com pada tanggal 17 Oktober 2012 bahwa hasil sertifikasi guru tidak berdampak signifikan pada kinerja akademis guru. Kedua Fakta tersebut membuktikan bahwa kinerja guru sebagai salah satu faktor penting dalam pencapaian kualitas pendidikan masih rendah.
Ternyata hasil penelitian tersebut membuat sebuah pukulan besar bagi dunia pendidikan Indonesia, anggaran pendidikan yang sebelumnya lebih besar dialokasikan untuk penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di alihkan untuk peningkatan mutu guru, sehingga setiap tahun dapat kita lihat seluruh hotel yang ada di kota Banda Aceh selalu dipenuhi oleh kegiatan pelatihan guru, tidak cukup disitu saja, para guru juga diharuskan untuk mengikuti program Uji Kompetensi Guru (UKG) yang sudah berubah nama menjadi Uji Tulis Nasional (UTN) yang bertujuan untuk memetakan kemampuan guru. Kewajiban guru pun semakin bertambah dengan aplikasi DAPODIK yang baru dimana guru harus melakukan absensi secara online.
Setelah sampai di rumah tugas guru pun belum selesai, mereka juga harus menyiapkan materi dan bahan ajar serta memeriksa hasil ujian siswa, terlebih lagi bagi sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum K13 maka guru akan memiliki beban yang lebih besar dalam menyiapkan rencana pembelajaran. Belum lagi seorang guru juga harus terus belajar untuk mempersiapkan dirinya mengikuti Ujian Tulis Nasional ataupun menjawab modul-modul pelatihan yang telah diberikan. Semua yang terjadi terhadap guru saat ini merupakan efek dari hasil penelitian orang-orang hebat yang secara Gamblang menyebutkan bahwa dana sertifikasi yang diberikan selama ini tidak mampu meningkatkan mutu guru.
Sekarang mari kita berpikir secara objektif, apa mungkin seekor kura-kura, kita harapkan dapat berlari secepat harimau jika seandainya kura-kura tersebut kita beri multivitamin atau obat penambah tenaga lainnya. Kura-kura tetap akan menjadi kura-kura, dia telah dibentuk oleh Sang Maha Kuasa untuk berjalan lamban, sehingga dengan mengikuti pelatihan apapun namanya, kura-kura akan tetap berjalan lamban sebagaimana yang sudah menjadi kodratnya, begitu juga halnya dengan Guru kita, bagaimana mungkin kita berharap banyak kepada para guru kita yang hanya mengecap pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan guru) untuk dapat mendidik anak-anak kita sebagaimana guru-guru di negara maju dengan alasan sudah diberikan dana sertifikasi, bagaimana mungkin dana sertifikasi dapat membuat guru-guru yang sudah hampir pensiun untuk sepintar guru-guru muda lulusan FKIP, jika itu yang ada dipikiran kita mungkin kita harus mengkaji kembali sisi keilmuan kita.
Jika kita ingin mengharapkan guru yang bermutu dan berkualitas, maka mulainya dari perlakuannya pada proses, bukan perlakuan pada output yang selama ini kita lakukan dengan memberi sertifikasi kepada para guru. Guru yang berkualitas harus dibentuk saat pada calon guru menimba ilmu di perguruan tinggi, dengan adanya peningkatan kesejahteraan bagi guru maka peminat Pendidikan Guru saat ini membludak, Perguruan tinggi hanya tinggal menyaring calon mahasiswa, jadi bukan alasan bahwa mahasiswa yang masih ke pendidikan guru adalah mahasiswa residu yang tidak lulus di fakultas lain tidak dapat di gunakan lagi. Kemudian berilah pendidikan yang baik kepada mereka, bukan hanya keilmuannya saja yang ditekankan tetapi ilmu jiwa mendidik juga harus ditanamkan, setelah itu para calon guru tersebut harus mengikuti pendidikan profesi guru untuk memastikan bahwa mereka paham akan tugas dan tanggungjawabnya yang sangat besar, jika seorang dokter tidak memahami ilmunya hanya akan merugi satu dan beberapa pasiennya maka jika seorang guru gagal memahami prosesinya maka dia akan membentuk manusia-manusia yang akan menjadi perusak bangsa dan negara ini.
Sudah saatnya kita bisa berpikir objective terhadap profesi dan sertifikasi guru, yang menjadi guru adalah anak-anak kita, saudara kita, jangan mereka disalahkan karena tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan karena telah menerima dana sertifikasi, tapi marilah kita bersama-sama untuk menjadi pengawas dan pemantau pelaksanaan pendidikan yang rasional dan objective. Mari sama-sama mengawasi penggunaan dana BOS dan DAK pada sekolah di lingkungan kita, berikan tenaga dan pikiran kita untuk membangun pendidikan di daerah kita masing-masing melalui peran komite sekolah yang bertanggungjawab. Dan sama-sama kita jadikan momentum hari pendidikan daerah Aceh untuk meningkatkan peran kita semua menuju Aceh yang bermartabat berlandaskan Dinul Islam.