Permainan Media dalam Perang Aceh

in history •  7 years ago 

Sejak kelahirannya, media punya peran penting dalam permainan isu. Kontrol media kerap dilakukan untuk tujuan politik. Itu pula yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda sebelum menginvansi Aceh.

Pemerintah Kolonial Belanda memberangus kebebasan pers di Batavia dan daerah jajahannya di Asia untuk tujuan penaklukan Aceh. itu dilakukan karena pers banyak mengkritik usaha perluasan kekuasaan Belanda di nusantara yang mengabaikan cara-cara beradab. Tinggal Aceh yang belum dikuasai.

20180217_083413.jpg
Pernyataan perang Belanda terhadap Aceh, Juni 1873. Repro: The Dutch Colonial War in Aceh

Harian Algemeen Dagblad van Nederland Indie, yang diasuh C Busken Huet sebagai redaktur kepala juga menyorot hal itu. Intinya Aceh harus dikuasai untuk kepentingan ekonomi Belanda.

Busket Huet berangkat ke Batavia pada tahun 1866, setelah mengalami kesulitan dengan koran De Gids yang terkenal di Belanda. Meski wartawan, ia memberi keyakinan kepada pemerintah Belanda, bahwa di daerah jajahan Belanda tidak perlu sama sekali kebebasan pers.

Menteri jajahan Belanda, JJ Hanselman yang menjabat 1867 sampai 1868 menggantikan De Waal, menyetujui hal itu. Malah ia berpendapat, pers di Betawi yang saat itu hanya ada tiga koran yang terbit dua minggu sekali, sedang mengalami kebebasan yang dinilai akan menggerogoti pemerintah Hindia Belanda.

Atas saran mantan Gubernur Jenderal, Rochussen Hasselman akhirnya Busker Huet dikirim ke Jawa untuk menjadi redaktur koran Java Bode. Tugas rahasianya, mengajukan usul-usul untuk melakukan reorganisasi pers. Tulisan Huet yang pertama di Java Bode berjudul Wenschen entegenstrijdigheden (keinginan dan pertentangan) berisi anjuran diadakannya sensus pers secara preventif.

20180217_083517.jpg
Terjemahan pernyataan perang Belanda terhadap Aceh yang dimuat koran Javasceh. Repro: The Dutch Colonial War in Aceh

Hal ini diungkap Paul Van T Veer dalam buku Perang Belanda di Aceh. Ia menilai sikap Huet sebagai pandangan aneh seorang wartawan. Huet juga pernah mengalami banyak kesulitan akibat tulisannya di De Gids pada tahun 1865 yang berjudul Een avond aan het Hof (semalam di istana)

Ketika diketahui bahwa Huet datang ke Betawi dengan memperoleh bantuan keuangan serta perintah rahasia pemerintah konservatif Belanda, maka secara terang-terangan misi itu digagalkan kelompok pemerintah liberal. Meski demikian Huet tetap manjadi redaktur kepala koran Java Bode sampai mendirikan korannya sendiri pada tahun 1872.

Dalam tulisan-tulisannya seperti Het land van Rembrandt (negeri Rembrad) dan Het land van Rubens (negeri Ruben) jelas sikap politik Huet yang mendukung penaklukan Aceh. Sementara Paul Van T Veer menentang hal itu. Sikap yang sama juga disampaikan Multatuli. Pada Oktober 1872 ia menulis surat terbuka berjudul Brief aan den Koning (surat kepada raja). Dalam suratnya Multatuli menulis seperti kutipan di bawah ini.

Tuanku, Gubernur jenderal taunku dengan dalih yang dicari-cari sekurang-kurangnya dengan alasan-alasan provokasi yang dibuat-buat, kini sedang memaklumkan perang kepada Sultan Aceh dengan maksud hendak merampas kedaulatan tanah pusakanya. Tuanku, perbuatan ini bukan saja tidak tahu berterima kasih, tidak satria ataupun tidak jujur, melainkan juga tidak bijaksana.

Multatuli menyatakan peran agen provokator yang ingin menaklukkan Aceh itu dimainkan oleh Sir Max Haveelaar yang saat itu berkuasa di Bogor. Usaha lain juga dilakukan melalui lobi politik.

20180217_083715.jpg
Larangan melakukan perdagangan senjata dengan Aceh yang dimuat dimuat media di Singapura tahun 1878. Lima tahun setelah perang Aceh meletus. Repro : The Dutch Colonial War In Aceh

Pada akhir musim panas 1869, Menteri Jajahan Belanda, De Waal berjalan di Haagsche Boch, sebuah taman di kota Den Haag. Di sana ia bertemu Duta Besar Inggris, Harris. Lobi agar Ingris membatalkan perjanjian dengan Aceh dilakukan. Atas permintaan itu, pada 9 Desember 1869 Harris menjawab penaklukan Aceh oleh Belanda akan disetujui bila mendatangkan keuntungan bagi perniagaan Inggris di selat Malaka.

Keinginan Belanda berkuasa di Aceh juga mendapat sorotan media di semenanjung Melayu. Penang Gazette pada 10 November 1871 menulis. Semakin cepat suatu kekuasaan Eropa mengintervensi Aceh, semakin cepat pula daerah-daerah yang terkenal subur untuk tanaman Timur berkembang dan jaya lagi dari keruntuhannya.

Atas sikap wartawan Busker Huet tersebut, di kalangan wartawan Belanda muncul istilah, hij is niet meer vrij (ia sudah tidak bebas lagi). Artinya, Huet yang dekat dengan kekuasaan sudah tak bebas lagi mengkritik pemerintah. Ia telah menjual kebebasannya.

Usaha Belanda untuk menginvansi Aceh akhirnya benar-benar dilakukan pada Maret 1873, setelah Inggris secara sepihak membatalkan perjanjiannya dengan Aceh, atas lobi De Waal pada Duta Besar Inggris, Harris. Maka melutuslah perang Aceh. Perang yang paling banyak menguras anggaran Belanda.

Aceh daerah yang terakhir di nusantara yang diperangi Belanda, tapi daerah pertama yang dilepaskannya. Malah setelah Indonesia merdeka, pada agresi Belanda kedua ke Indonesia, Belanda tak pernah mau lagi masuk ke Aceh.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://iskandarnorman.blogspot.com/2015/03/penggiringan-pers-untuk-perangi-aceh.html

Congratulations @isnorman! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of comments

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!