Si kecil akan tampil menari bersama teman-teman TK-nya di Taman Budaya, Banda Aceh. Sejak subuh ia sudah sibuk minta dimakup di salon.
Azan subun belum lagi berkumandang, suara pengajian masih terdengar dari masjid di tengah perkampungan. Si kecil sudah bangun, ia kembali mengingatkan Umminya untuk ke salon, ia ingin dimakeup secantik mungkin karena akan tampil menari di Taman Budaya, Banda Aceh.
Saya hanya tersenyum mendengar penjelasan Umminya, bahwa Nahra putri kedua kami baru akan tampil pukul 12.00 WIB siang, jadi tidak perlu buru-buru dimakeup pagi-pagi. Meski demikian si kecil tidak mau mengalah, ia tetap ingin ke salon secepat mungkin.
Maka, sehabis subuh si kecil sudah selesai mandi dan berpakaian rapi, satu set pakaian adat yang kemarin dibawa pulang ke sekolah sudah dimasukkan ke dalam tas, lengkap dengan botol minuman dan tempat makanan. Ia menghampiri saya yang sedang mengetik di ruang tamu. “Nanti ayah beli bekal, kita sarapan di luar aja karena adek mau dimakeup,” katanya.
Pengarahan sebelum berangkan menari ke Taman Budaya [foto: dok pribadi]
Mendengar itu Umminya menghampiri dan menjelaskan lagi bahwa ia akan tampil siang hari, karena itu hari ini tidak sekolah, ia nanti diantar ke sekolah pukul 11.00 WIB, dari sekolah baru berangkat ke Taman Budaya.
Tapi karena sudah ngebet kali ingin tampil menari di Taman Budaya, tetap saja ia tidak mau mendengar penjelasan Umminya. Akhirnya saya bawa dia jalan-jalan pagi sambil mencari makanan untuk sarapan. Setelah itu balik lagi ke rumah.
Pukul 09.00 WIB Umminya ngajak keluar cari salon. Awalnya salon di dekat gerbang kampung. Tapi biayanya terlalu mahal karena dimakeover, doi bilang itu biaya makeup untuk penganti, bukan untuk anak TK. Akhirnya kami cari salon lain di kawasan Simpang Tujuh, Kecamatan Uleekareng, hanya sekitar 200 meter dari sekolah TK si kecil.
Pose dulu di depan sekolah [foto: dok pribadi]
Sampai di sana ternyata sudah ramai anak-anak yang antri untuk dimakeup, suasana tampah riuh dengan ibu-ibu yang ngerumpi. Si kecil dan Umminya masuk, entah dapat nomor antrian berapa. Doi bilang, meski lama lebih baik ditunggu, selain murah juga dekat dengan sekolah, jadi usai dimakeup langsung bisa diantar ke sekolah.
Di depan salon sudah ada beberapa bapak-bapak yang juga mengantar anaknya untuk dimakeup, saya memilih menunggu di warung kopi dekat salon. Karena semakin ramai ibu-ibu yang datang membawa anaknya ke salon itu, bapak-bapak yang tadinya menunggu depan salon ikut pindah ke warung kopi.
Sekitar pukul 10.30 WIB Umminya keluar dari salon, tapi si kecil tidak. Doi bilang si kecil sudah selesai dimakeup, tapi ada tiga kawannya yang belum selesai, mereka minta Nahra menunggu untuk foto bareng dan sama-sama ke sekolah. Jadinya waktu menunggu bertambah lagi.
Siap-siap mau berangkat [foto: dok pribadi]
Kemudian sekitar pukul 11.00 WIB Nahra dan tiga kawannya yang sudahs elesai dimakeup keluar dari salon, di susul para ibu-ibu di belakangnya. Kami sama-sama ke sekolah. Tapi, sampai di TK kehebohan belum berakhir, ibu-ibu yang mengantar anaknya pada berjubel di halaman, mereka asyik foto-foto dengan anak-anak mereka yang sudah berbaris rapi dengan seragam tariannya.
Saya memilih menunggu di balai di luar sekolah bersama tiga bapak-bapak yang juga mengantar anaknya untuk tampil. Tak lama kemudian bus yang akan membawa anak-anak ke Taman Budaya masuk, kehebohan berakhir setelah anak-anak naik ke bus dan berangkat ke Taman Budaya. Orang tua tidak boleh ikut karena ada pembatasan keramaiannya, serta penerapan protokol kesehatan (Prokes) yang ketat di tempat acara. Saya dan doi pun pulang ke rumah.
Jelang shalat dhuhur masuk informasi di WAG sekolah bahwa anak-anak sudah bisa dijemput. Ternyata anak-anak begitu sampai langsung tampil sesuai jadwal, setelah itu langsung pulang, begitu seterusnya digilir selama dua hari acara dari pagi hingga sore, sehingga semua TK kebagian tampil.
Kelompok tari yang sudah pulang ke sekolah menunggu jemputan [foto: dok pribadi]
Pulang jemput si kecil saya baru mulai kerja, mengedit beberapa berita. Usai asar mantan pacar ajak keluar lagi, doi ingin belanja ke salah satu supermarker di Uleekareng, tapi saya bingung kok bukan ke supermarket langgangan. Rupanya ada minyak makan subsidi di supermarket tersebut.
Selama sebulan terakhir harga minyak makan memang melambung tinggi. Jadi begitu dapat informasi tentang minyak goreng subsidi doi langsung ngajak belanja. Pulang dari belanja taka da lagi kerjaan yang bisa saya lakukan, saya baru ingat belum membuat postingan di sini, maka tulisan ini pun lahir.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit