Ibu Mertua Ku Sayang

in hive-103393 •  yesterday 

1000518549.jpgphoto koleksi pribadi. Ranjang Rumah sakit Melati

"Anakku...:
perlahan Ibu mertua memanggilku
"datanglah, duduk di pinggir ranjang ku"
perlahan ku berjalan dan duduk
dipinggir ranjang besi tua itu
"Dengarkan Ibu ya Nak,
kini kamu adalah anakku
usiaku.
sudah renta
mentariku sudah tidak bersinar lagi
besok maupun lusa Ibu akan pergi dan tidak kembali lagi"

Tertunduk aku mendengar tutur kata yang dirangkai Ibu mertuaku
gemuruh detak jantungku
bagaikan gelombang
yang terbentur karang di laut
Hari ini
terbata Ibu mertuaku
melanjutkan
"mungkin percakapan terakhir diantara kita"
aku semakin tertunduk
tidak berani menatap mata Ibu mertua ku
"bila nanti ajalku tiba
semua anak-anak melupakan pesanku,
tolong ingatkan mereka"
perlahan ku mengadah
mataku bertemu dengan sorotan matanya
perlahan juga ku genggam tangannya
"ingat pesan Ibu anakku,
kuburkan aku dipinggir anakmu
mengaji lah untukku
selama tujuh hari
dan jangan pernah tinggalkan aku"

Tangan lusuh dan kusam
terus ku genggam
ku belai dengan kasih
tangan ini yang dahulu
menyayangi suamiku dengan kasih
memandikan suamiku dengan cinta
mendidik dan membentuknya dengan doa-doa yang dilantunkan sampai
tembus ke langit tujuh
terhentak lamunanku
saat engkau kembali memanggilku.
"anakku,
tolong mandikan aku sore ini
bahasi rambutku
dengan air hangat"
Dengan terbata aku menjawab
"baik Ibu,
segera ku didihkan air"
ku bawa kau ke beranda belakang
ku papah ibu mertuaku
kumandikan dengan kasih sayang
ku bilas dan kuganti dengan baju yang indah
Ibu mertuaku tersenyum bahagia

Saat kutinggalkan
untuk menata rumah
Ibu mertuaku baik-baik saja
terakhir kali aku menatapnya
sambil berkata
"aku segera kembali Ibu"
saat aku kembali
dia sudah pergi untuk
selamanya.
selamat jalan Ibu mertua tersayang
butiran senyum yang kau berikan
untuk terakhir kali
membuatku bahagia.
Telah kuberikan yang terbaik
untukmu
sampai akhir kita bertemu 😘

Sahabatku
@aneukpineung78
@wakeupkitty
Saat menulis puisi ini. mata dan pikiran saya jauh menerawang ke masa lalu. Disaat Ibu mertua masih dapat berbagi cinta dengan anak menantu.
saya memberikan penilaian untuk puisi saya ini dengan nilai 9,9

"My Beloved Mother-in-Law"

"Anakku..." (My child...), my mother-in-law called out to me softly. "Come, sit by my bedside." I slowly walked over and sat down beside her old iron bed.

"Listen, my child," she said. "You are now my child. I am old, my candle is no longer burning bright. Tomorrow, or the day after, I will leave and never return."

I bowed my head, listening to her words. My heart was pounding like waves crashing against the shore.

"Today, our conversation may be our last," she continued. I bowed my head further, afraid to look into her eyes.

"When my time comes, all my children will forget my words. Please, remind them."

Slowly, I lifted my gaze to meet hers. Slowly, I took her hand.

"Remember, my child, bury me beside my child. Recite prayers for me for seven days, and never leave me alone."

I held her frail and wrinkled hand, stroking it with love. This hand had once lovingly cared for my husband, bathed him with affection, and nurtured him with prayers that reached the heavens.

I was jolted back to reality when she called out to me again.

"My child, please bathe me this afternoon. Wash my hair with warm water."

With a stutter, I replied, "Yes, Mother." I quickly boiled some water, brought it to the back porch, and gently bathed her. I washed and changed her into beautiful clothes.

My mother-in-law smiled happily as I left her to tidy up the house. When I returned, she was gone, leaving me with only memories.

"Farewell, my beloved mother-in-law. The last smile you gave me brought me joy. I have given you my best until the end of our time together."

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hey @surmarni123 you have a feeling for writing and described a touchy and close moment with you mon-in-law who showed more trust in you than her children which makes me sad. You did a great thing listening to her and sharing those last moments of her life with her. No one envied you because she put her trust in you?

#miner-wewrite #wewrite #comment 9

Hai juga kawanku @xiao-aine(66). senang rasanya kamu datang menghampiri postingan saya.
Saya memang sangat menyayangi Ibu mertua saya. Saya seperti merawat Ibu kandung. sehingga beliau begitu sayang pada saya. Kami sering bercerita. sampai pada hal terkecil. Mungkin karena saya sudah tidak ada Ayah dan Ibu. jadi saya sangat sayang pada Ibu Mertua. Sampai akhir hidupnya saya tetap sayang padanya.

"Hello there, my friend @xiao-aine(66). I'm thrilled that you visited my post. I must say, I truly adore my mother-in-law. I treat her like my own biological mother, and as a result, she's very fond of me. We often chat and share stories, even about the smallest things. Perhaps it's because I've lost my own parents, which is why I hold my mother-in-law so dear. Until the end of her life, I will always cherish her."

#wewrite #miner-wewrite #freewrite #comment

This is a touchy story and what you have with your mom-in-law I had with my granny and later a friend (she was years older and precious to me, unlike to her children). After all those years I still carry her in my heart. As long as we remember them, they are alive.

Benar apa kamu katakan sahabatku. Mereka hilang hanya raganya saja. Namun segala kenangan masih tersimpan indah di hati kita.

Saya pernah baca, atau mungkin mendengar percakapan di filem, kra-kira begini: "Keluarga kita bukanlah siapa yang memiliki pertalian darah dengan kita, tetapi siapa saja yang selalu di sana untuk kita dan kita selalu ada untuk mereka."

Kita bisa menemukan figur Ibu atau Ayah atau saudara pada diri orang lain, melalui sikap, bukan darah.

Benar sekali Pak @aneukpineung78. Itu sudah saya rasakan. Kedekatan emosional tercipta karena seringnya kita bersama.

Saya rasa itu tidak sepenuhnya tepat, waktu hanya menstimulasi apa yang sudah ada. Jika di sana ada cinta, maka waktu membesarkan cinta. Jika di sana ada benci, waktu menyuburkan benci.

Lagi-lagi anda benar Pak @aneukpineung78.
Seperti syair lagu era tahun 80an dengan nada dangdut.
Mungkin disana masih ada cinta hehehe.