Minggu lalu, kami pergi menjenguk anak di pondok pesantren. Ada jadwal sebulan sekali di mana orang tua bisa datang. Sebenarnya, waktu sebulan itu tidak lama, tapi rasanya seperti setahun kalau rindu sudah menggunung.
Saat tiba, matanya berbinar melihat kami. Aku tahu, bukan cuma karena kangen, tapi juga karena masakan yang kubawa. Isinya? Masakan kesukaannya. Karena bagaimana pun juga, masakan rumah itu selalu punya rasa yang lebih dari sekadar enak. Mungkin, rasanya adalah rasa pulang.
Kami pun meminta izin dari pondok untuk keluar sejenak. Aturannya, kami harus kembali sebelum pukul empat sore. Biasanya, waktu ini kami manfaatkan untuk berjalan-jalan di sekitar pondok, mencari kuliner atau sekadar menikmati suasana.
Tapi tempat favorit kami selalu sama: sebuah masjid yang nyaman. Parkirannya luas, pemandangannya langsung menghadap Gunung Ciremai, dan yang paling penting, ada tempat istirahat untuk para musafir seperti kami.
Di sini, kami menghabiskan waktu mendengar ceritanya. Tentang kehidupan di pondok, suka dukanya, juga mimpinya. Dan hari itu, ada satu kabar terbaik—dia diterima di pondok Jogja untuk SMA nanti. Matanya berbinar. Aku tahu, ini bukan hanya tentang sekolah baru, tapi tentang langkah besar dalam hidupnya.
Kami tersenyum, lalu melihat Gunung Ciremai di kejauhan. Rasanya, ada harapan besar yang ikut tumbuh di sana.
Anak-anak tumbuh semakin besar, dan kami, perlahan menua.
Di antara harapan-harapan orang tua, ada satu yang paling dalam: melihat mereka bukan hanya menjalani hidup, tapi benar-benar menikmatinya.
Zaman mereka akan jauh berbeda. Begitu banyak perubahan, begitu cepat. Teknologi, dunia, mungkin bahkan cara berpikir manusia. Tapi satu hal tetap sama—perjalanan akhirat tetap harus disiapkan.
Karena di tengah derasnya arus dunia, ada satu perjalanan yang lebih panjang. Dan kami hanya ingin, saat waktunya tiba, mereka tidak tersesat.
Dan akhirnya, aku hanya bisa berdoa.
Agar Allah senantiasa menjaga dirinya, menjaga langkah-langkahnya, dan menjaga hati kami juga.
Karena sekeras apa pun usaha kami, ada hal-hal yang tetap di luar genggaman. Tapi setidaknya, dalam doa, aku bisa menitipkan semuanya pada Pemilik takdir.
Congratulations... I have recommended this post to get support from Steemchiller and Realrobinhood.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit