Historiy Pembataian di Tanoh Gayo

in hive-107252 •  3 years ago 

Hello semua teman teman steemit!

Indeed history in aceh quite a lot. but this is the most horrible history of Aceh ever occurring in aceh which has now become history.
20180306_152520.png

Pembantaian Tanah Gayo, Alas, dan Batak dilakukan oleh KNIL di bawah pimpinan G.C.E. van Daalen pada tahun 1904 selama Perang Aceh.

Latar belakang dari terjadinya pembantaian ini diawali Pada bulan Desember 1903, pemerintah Tanah Gayo, Alas, dan Batak mengadakan lawatan dinas dari Teluk Aru dan Salahaji ke Kuala Simpang untuk menyelidiki beberapa sengketa yang timbul antara Kejurun Karang, wilayah utama Tamiang, yang berbatasan langsung dengan permukiman Gayo, yang terletak di Krueng Tamiang.

Meskipun sudah diketahui sebelumnya banyak orang Gayo - terutama dari Gayo Lues, Serbejadi, dan Linge - turun ke Tamiang untuk menjual hasil hutan dan ternaknya dan mereka sendiri perlu membeli barang impor, kunjungan itu benar-benar menunjukkan bahwa kontak penduduk asli dengan pemerintahan Hindia-Belanda jauh lebih besar ketika pegawai Belanda tidak mencatat semua kontak dengan urusan dalam suku-suku independen itu secara sistematis.

Oleh karena itu diputuskan bahwa pemerintah sipil dan militer memerintahkan penguasa Tanah Gayo dan Alas (yang ke arah merekalah konvoi diarahkan) untuk merancang instruksi untuk komandan pasukan yang disebutkan tadi dari Kuala Simpang; setelah instruksi ini disetujui oleh komandan militer Sumatera Timur, konvoi Tamiang ditarik ke Pedeng untuk mencapai sasaran dalam waktu yang mencukupi untuk mengantisipasi tugas berikutnya.

Overste Van Daalen mengumpulkan semua tetua Gayo-Lues.
Kampung Bambel yang berada di atas Krueng Singkil dijadikan bivak; dari tempat itu, berturut-turut kubu di Likat dan Kute Lengat Baru jatuh pada tanggal 20 dan 24 Juni setelah perlawanan berat. Dalam pertempuran di Likat, pasukan Belanda membantai pandang bulu, sehingga 432 orang mati terbunuh, di antaranya 220 pria, 124 wanita, dan 88 orang anak-anak.

Yang luka-luka berat dan ringan sebanyak 51 orang, di antaranya 2 orang pria, 17 orang wanita dan 32 orang anak--anak, yang tertangkap hidup-hidup hanya anak-anak sebanyak 7 orang. Dengan jatuhnya kubu pertahanan tersebut, perlawanan di Krueng Bambel dipatahkan, sementara Kejuron Batu Mbulan - di mana terdapat 2 kubu, Batu Mbulan dan Tanjung yang telah ditinggalkan tepat pada waktunya - tetap tenang dengan pimpinan Berakan, putera Reje Mbulan, tanpa sikap permusuhan apapun. Pada tanggal 29 Juni, tetua Bambel dan Batu Mbulan muncul bersama rombongannya, yang setelah itu ditahan oleh komandan barisan.
Bacaselengkapnya di WIKIPEDIA

  1. Kerkoff Peucut

Kerkoff Peucut . Sumber Wikipedia
Kerkoff Peucut adalah kuburan prajurit Belanda yang tewas dalam Perang Aceh. Kompleks kuburan ini banyak tersebar di wilayah Indonesia. Salah satunya terletak di kota Banda Aceh, dan sekarang menjadi objek wisata menarik, khususnya bagi wisatawan mancanegara (terutama wisatawan asal Belanda).

Sebagaimana diketahui bahwa Kerajaan Aceh dan rakyatnya sangat gigih melawan Belanda yang memerangi Aceh. Rakyat Aceh mempertahankan Negerinya dengan harta dan nyawa. Perlawanan yang cukup lama mengakibatkan banyak korban dikedua belah pihak.

Gerbang Kerkoff Peucut (1890-1910) ( Wikipedia )
Bukti sejarah ini dapat ditemukan di pekuburan Belanda Kerkhoff ini. Disini dikuburkan kurang lebih 2000 orang serdadu Belanda, dan termasuk di antaranya serdadu Jawa, Batak, Ambon dan beberapa serdadu suku lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata Hindia-Belanda. yang kuburannya masih dirawat dengan baik. Hingga saat ini Pemerintah Kerajaan Belanda sangat haru dan menghormati warga Banda Aceh yang merawat dengan rapi kuburan tersebut.

Kuburan Kerkhoff Banda Aceh adalah kuburan militer Belanda yang terletak di luar negeri Balanda yang terluas di dunia. Dalam sejarah Belanda, Perang Aceh merupakan perang paling pahit yang melebihi pahitnya pengalaman mereka pada saat Perang Napoleon.
Sebaliknya tidak terhitung banyaknya rakyat Aceh yang tewas dalam mempertahankan setiap jengkal tanah airnya yang tidak diketahui dimana kuburnya.
Di area ini, juga terdapat makam putra Sultan Iskandar Muda, yaitu Amat Popok yang berzina dan dijatuhi hukuman rajam.

  1. Invasi Belanda ke Pantai Barat Sumatera (1831)

Serangan Belanda ke Pantai Barat Sumatera.
Dalam gambar itu tampak Let. Bisschoff.
Sumber : Wikipedia
Invasi Belanda ke Pantai Barat Sumatera dilaksanakan oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger di bawah pimpinan Jan Jacob Roeps dan Andreas Victor Michiels pada tahun 1831.

Pada tanggal 7 Februari 1831, kapal Friendship milik Amerika Serikat dirompak di Kuala Batee oleh orang-orang Aceh. Tak lama setelahnya, skuner Dolfijn milik Belanda juga dibajak; usaha membawa kembali kapal itu gagal, namun ketakutan akan perselisihan dengan Britania Raya dan pecahnya perang dengan Aceh membuat Belanda tidak mengambil tindakan lanjutan apapun. Akibatnya, orang-orang Aceh menjadi nekat dengan menduduki Barus dan sejumlah pos milik Belanda. Oleh karena itu, diputuskanlah untuk memperluas kekuasaan Belanda di Pantai Barat Sumatera hingga Singkil. Barus, Tapus, dan Singkil sendiri merdeka dari Kesultanan Aceh, meskipun kesultanan mengklaimnya. Karena ketiga daerah tersebut bukan bagian Kesultanan Aceh, Belanda tidak merasa perlu terikat dengan Perjanjian Sumatera.

LetKol. Roeps (komandan di Barus) hanya diperintahkan memimpin serbuan khusus saja. Didorong oleh tekanan penduduk Aceh yang bermusuhan, ia melancarkan sejumlah ekspedisi, yang dengan itulah ia melibas perlawanan bersenjata. Di salah satu pertempuran, ia terluka parah oleh tembakan. Andreas Victor Michiels kini maju dengan 700 prajurit dan anggota salah satu skuadron ke Barus dan banyak orang Aceh di kubu pertahanannya. Let. Bisschoff menaiki tembok pembatas salah satu bangunan itu dan merebut bendera Aceh. Musuh merebutnya kembali dan mendaratkan 11 luka sabet kepadanya. Dengan meninggalkan senjata dan amunisi, musuh berlari ke Tapus dan Singkil, tempat kekuatan utama orang-orang Aceh yang dipimpin oleh Mohammad Arief. Di sini, musuh juga dihalau setelah diberangus senjatanya dan tujuan ekspedisi kecil ini tercapai. Dengan demikian, Singkil masuk Hindia-Belanda.

  1. Operasi militer Indonesia di Aceh 2003-2004

Operasi militer Indonesia di Aceh (disebut juga Operasi Terpadu oleh pemerintah Indonesia) adalah operasi yang dilancarkan Indonesia melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dimulai pada 19 Mei 2003 dan berlangsung kira-kira satu tahun. Operasi ini dilakukan setelah GAM menolak ultimatum dua minggu untuk menerima otonomi khusus untuk Aceh di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan Indonesia sejak Operasi Seroja (1975), dan pemerintah mengumumkan terjadinya kemajuan yang berarti, dengan ribuan anggota GAM terbunuh, tertangkap, atau menyerahkan diri. Operasi ini berakibat lumpuhnya sebagian besar militer GAM, dan bersama dengan gempa bumi dan tsunami di tahun 2004 menyebabkan berakhirnya konflik 30 tahun di Aceh

Yang bewarna Hijau Adalah Lokasi Aceh Indonesia
Lokasi Operasi Meliter 2003-2004
Tepatnya pada Tanggal 19 Mei 2003 – 13 Mei 2004

                           Pihak yang terlibat
                          Indonesia                                                  Gerakan Aceh Merdeka                                 
        Tentara Nasional Indonesia (TNI)                                     
 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)

                                                                       Komandan
                   Megawati Soekarnoputri                                                    Hasan Di Tiro 
                      Endriartono Sutarto                                                      Muzakkir Manaf
                                                                       Kekuatan
                                 30.000 tentara                                                                    5.000
                                 12.000 polisi
                      total: 42.000 
                                                                   Jumlah korban
                                             2.000 tewas (kebanyakan warga sipil)
  1. Gempa Bumi dan Gelombang Tsunami 24 Desember 2004

Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.

Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang.

Insert images by dragging & dropping, pasting from the clipboard, or by selecting them.

Tag (up to 5 tags), the first tag is your main category.

Post ClearRewards
Upvote post
Markdown Styling Guide
Preview

Hello all steemit friends!

Indeed history in aceh quite a lot. but this is the most horrible history of Aceh ever occurring in aceh which has now become history.

Gayo, Alas and Batak Land Massacre was carried out by KNIL under the leadership of G.C.E. van Daalen in 1904 during the Aceh War.

Background to this massacre began In December 1903, the Gay Gay, Alas, and Batak governments held an official trip from Aru Bay and Salahaji to Kuala Simpang to investigate some of the disputes arising between Kejurun Karang, Tamiang's main area, directly adjacent to the settlement Gayo, located in Krueng Tamiang.

Despite the fact that many Gayo people - especially Gayo Lues, Serbejadi, and Linge - descend to Tamiang to sell their forest and cattle products and themselves need to buy imported goods, the visit really shows that indigenous contact with the Dutch East Indies government much larger when Dutch officials did not record all the contacts in the systematic tribal affairs systematically.

It was therefore decided that the civilian and military government ordered the rulers of Gayo and Alas Land (to which they were directed) to drafting instructions for the commander of the aforementioned forces from Kuala Simpang; after this instruction was approved by the East Sumatra military commander, the Tamiang convoy was drawn to Pedeng to reach the target in sufficient time to anticipate the next task.

20180306_152536.png

Terima kasih

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Apa ini?