God created love in the last third of the night, when silence reaches its peak and light sinks towards its destiny. God created it from the essence of the dreams of the angels in heaven. When the angels were at the peak of the pleasure of their dreams, a piece of flesh was born with a shape that was never imagined except in the dreams of the angels in heaven.
That little flesh is what bursts when the sigh reaches its peak. Then the water flows fast when time sinks in the unknown world. Humans never forget its aroma, as if carved clearly before their eyes. Repetition is a must, like the sun that rises and sets on the horizon.
Jakarta, March
A little note....
I found this poem among a pile of poetry files that have never been published in any media. So, this is an exclusive poem, still fresh even though it has been in the document for a long time.
Poetry never goes stale. Some poems are like wine that has been stored for years, several generations, in a basement with a controlled temperature. Periodically, the position of the bottle containing the wine is turned over so that it is stirred naturally to strengthen the taste. That's poetry.
This poem tells about love, about the process of creation with phrases and idioms that may have different meanings when translated by each person.
But that's the beauty of poetry that can be interpreted according to the inner security and abilities of each person. Hopefully it can be enjoyed.
Lorong Asa, February 6, 2025
Tatkala Tuhan Mencipta Cinta
Tuhan menciptakan cinta pada sepertiga malam yang akhir, ketika kesunyian mencapai puncak dan cahaya tenggelam menuju takdirnya. Tuhan menciptakannya dari saripati mimpi para bidadari di surga. Ketika para bidadari sedang berada di puncak kenikmatan mimpi, lahirlah secuil daging dengan bentuk yang tak pernah terbayangkan kecuali di dalam mimpi para bidadari di surga.
Daging kecil itulah yang merekah tatkala desah mencapai puncaknya. Lalu air pun mengalir kencang ketika waktu tenggelam di alam entah. Manusia tidak pernah lupa pada aromanya, seperti terpahat jelas di depan mata. Pengulangan adalah keharusan, seperti matahari yang muncul dan tenggelam di batas cakrawala.
Jakarta, Maret
Secuil catatan....
Aku menemukan puisi ini di antara tumpukulan file puisi yang belum pernah dipublikasikan di media mana pun. Jadi, ini puisi eksklusif, masih segar meski sudah lama mengendap dalam dokumen.
Puisi tidak pernah basi. Beberapa puisi seperti wine yang disimpan bertahun-tahun, beberapa generasi, di dalam ruangan bawah tanah dengan suhu yang dijaga. Secara berkala, posisi botol yang berisi wine itu dibalikkan hingga ia teraduk secara alami untuk menguatkan rasa. Begitulah puisi.
Puisi ini bercerita tentang cinta, tentang proses penciptaan dengan frasa dan idiom yang mungkin akan berbeda maknya ketika diterjemahkan oleh setiap orang.
Tapi begitulah indahnya puisi yang bisa diintepretasikan sesuai dengan pengamanan batin dan kemampuan setiap orang. Semoga bisa dinikmati.
Lorong Asa, 6 Februari 2025