Guru Juga Manusia

Setelah menyelesaikan tugas mengajar hari ini, saya dan 4 orang teman mulai diserang rasa lapar yang teramat sangat sehingga kami saling mengajak keluar untuk makan siang. Ini sudah menjadi rutinitas kami sebagai teman yang sefrekuensi di sekolah.

Walaupun kami berprofesi sebagai guru, Kami merasa sama seperti profesi yang lain dalam hal menghilangkan rasa lelah. Kami sebagai guru juga perlu menghibur diri kami. Dan salah satu cara kami menghibur diri adalah pergi bersama teman-teman guru. Kadang kami makan siang bersama, belanja bersama, Bikin konten-konten untuk update media sosial, bahkan main parodi bersama di Tiktok. Selama itu tidak melanggar kode etik guru dan syariat Islam.

Tertawa bersama

Makan es krim bersama

Shopping bersama

Dapat penghargaan bersama

Tiktok bersama

Saya mengganggap semakin sering kami bersama akan memudahkan kami bekerja sama, berkolaborasi, dan berkoordinasi menyangkut semua tentang pekerjaan kami disekolah. Saat kami punya beban disekolah, kami bisa berkomunikasi secara terbuka mencari solusi bersama. Alhamdulillah dengan cara-cara seperti itu kami bisa sangat menikmati pekerjaan kami dan bisa mengelola rasa stress kami sebagai guru.

Johnson, dkk pada tahun 2005 telah melakukan penelitian, yang mendapat hasil penelitian bahwa dari 26 profesi, ditemukan profesi Guru merupakan profesi urutan kedua yang paling memiliki rasa stress setelah supir ambulans. hal ini menunjukkan bahwa guru sangat rentan terserang Stress.

Banyaknya tuntutan yang harus ditunaikan dan dipenuhi oleh guru bukanlah hal yang mudah. Apalagi posisi guru selain menjadi pendidik, juga memiliki peran lain yang harus dipenuhi, baik sebagai orangtua bagi anak-anaknya, sebagai suami atau istri bagi pasangannya, dan juga sebagai masyarakat yang memiliki perannya sendiri.

Oleh karena beban yang banyak sungguh membuat saya sebagai guru perlu mengelola tekanan itu semua agar tetap bisa ceria dan berbahagia sebagai manusia yang normal. Namun terkadang masih ada asumsi negatif tatkala kami para guru bisa berbahagia versi kami. Pikiran-pikiran seluass daun kelor dan celaan lidah lebih tajam dari pedang sering mengganggu fungsi pendengaran saya. Tapi saya menganggap ini sebagai alarm agar kami guru bisa terus berhati-hati dalam bersikap. Dan guru menjadi semakin siap dan kuat dalam menghadapi kondisi apapun kedepannya.

Guru saat ini bukan guru zaman dulu, dan anak-anak sekarang juga bukan anak zaman kita dulu. Menghadapi anak-anak zaman sekarang sungguh tidak sama dengan anak-anak zaman dulu. Oleh karena itu guru harus bisa dan selalu terlihat ceria, penuh semangat dan mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman agar guru mampu membangun hubungan yang bermakna dengan siswa. Sebagaimana sebuah kutipan hadist berikut ;

“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” (H.R. Ali Bin Abi Thalib)