Ada sesuatu yang lain dari hari Jumat. Bukan semata-mata karena esoknya libur, tapi lebih pada spiritnya yang terasa lebih longgar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Di hari ini, segala sesuatu seolah beringsut lebih lambat.
Jika Senin hingga Kamis adalah babak-babak yang penuh teori, diskusi, dan presentasi yang tak jarang membuat keringat dingin merembes di punggung, maka Jumat suasanya cenderung lebih santai. Beberapa dosen yang biasanya tampil garang bahkan berubah menjadi makhluk yang lebih bersahabat.
Pekan lalu, Jumat di salah satu mata kuliah kami tidak dimulai dengan slide PowerPoint atau teori yang harus kami serap sambil menahan kantuk. Tidak pula diskusi berat tentang konflik atau isu sosial yang biasanya menjadi topik utama. Kali ini, sang dosen mengajak kami bermain.
Dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Resolusi Konflik ini adalah sesosok wanita muda yang cerdas dan enerjik. Tidak biasanya ia datang tanpa membawa setumpuk slide PowerPoint atau diktat tebal yang kerap membuat mata kami berkabut. Sebaliknya, ia datang dengan sesuatu yang lebih menarik. Sekumpulan kartu berwarna-warni dan beberapa kertas yang terlihat seperti instruksi permainan.
“Hari ini kita main,” katanya singkat, tanpa penjelasan panjang.
Tentu para mahasiswa yang baru saja keluar dari kubangan ujian tengah semester (orang-orang menyebutnya midterm), langsung merasa ada angin segar yang berembus di ruang kelas. Permainannya ternyata bukan permainan biasa. Ia menyebutnya Skenario Toko Roti.
“Ini adalah bagian dari penelitian saya yang tembus dana hibahnya LPPM,” tambahnya, “dan permainan ini dirancang untuk mensimulasikan konflik dalam bisnis.”
Ternyata oh ternyata, LPPM bisa membawa sesuatu yang menyenangkan ke ruang kelas.
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok mewakili satu toko roti fiktif dengan modal awal $10 (tentu saja uangnya juga fiktif). Misi utama dari permainan ini adalah membuat toko roti kita jadi yang paling sukses di antara para kompetitor.
Sebenarnya tugas kami cukup sederhana. Menjadi pengusaha roti yang sukses dalam ekosistem kompetitif yang diciptakan oleh bu dosen cantik. Tapi, seperti kata pepatah, “Sungai tak pernah mengalir lurus ke lautan.” Di dalamnya pasti ada negosiasi, persaingan, dan, tentu saja, intrik.
Awalnya, suasana masih canggung. Kelompok-kelompok sibuk membaca kartu misi mereka, serta mencoba memahami strategi apa yang harus diambil. Ada yang memilih jalan damai dengan menjalin aliansi sementara dengan kelompok lain.
Ada pula yang bermain kasar dan berusaha menjatuhkan lawan dengan cara-cara yang agak licik. Memainkan taktik monopoli kecil-kecilan dengan mengontrol bahan baku, misalnya.
Meski terdengar remeh, permainan ini terasa sangat relevan dengan kenyataan. Urusan apapun dalam keseharian kita jarang sekali berjalan tanpa konflik. Kompetisi adalah hal yang wajar, tapi bagaimana kita menyikapinya yang menentukan hasil akhirnya. Apakah kita memilih bersaing dengan sehat atau mencoba menjatuhkan lawan.
Aku memperhatikan bagaimana teman-teman sekelasku merespons situasi. Ada yang fokus mencari keuntungan cepat, ada yang ingin berkolaborasi agar semua mendapat untung. Aku sendiri lebih suka bermain secara defensif dengan tujuan menjaga agar toko kami tidak rugi serta menghindari keributan.
Menariknya, permainan ini tidak hanya mengajarkan soal bisnis, tapi juga soal dinamika kelompok dan bagaimana orang berinteraksi dalam situasi konflik kecil.
Permainan berakhir dengan salah satu kelompok mengumpulkan keuntungan fiktif paling besar dan dinyatakan sebagai pemenang. Tapi dosen kami tidak terlalu fokus pada siapa yang menang atau kalah. “Yang penting,” katanya, “kalian belajar bagaimana menyikapi konflik.”
Kadang, belajar yang paling efektif justru terjadi saat kita tidak merasa sedang belajar. Jumat itu bukanlah hari di mana kami duduk diam mendengarkan teori panjang lebar. Itu adalah hari di mana kami belajar dengan cara yang berbeda. Cara yang menurutku lebih membekas daripada sekadar mencatat di buku.
TEAM 1
Congratulations! Your post has been upvoted through @steemcurator03. Good post here should be..Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thank you for publishing a post on the Hot News Community, make sure you :
Verified by : @fantvwiki
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Selalu dinanti dan ditunggu-tunggu, terima kasih sudah menyegarkan pola pikir kami dengan narasi apiknya...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Siaap… ditunggu narasi-narasi berikutnya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
done
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit