Tangkapan candid yang diabadikan @amrumufid
Fajar menyingsing dengan sinar lembut menyelusup di antara dedaunan, membangunkan para penghuni rumah perlahan. Ibu sudah beranjak lebih awal guna bersiap membantu temannya yang menggelar acara aqiqahan. Bagi ibu, membantu sesama adalah hal yang tak bisa ditunda.
Sementara itu, saya di dapur, mengocok dua butir telur dengan sejumput garam dan lada. Adik bungsu saya, si Khalis, masih terkantuk-kantuk di meja makan sembari menunggu sarapan. “Tidak ada sarapan spesial hari ini ya, Lis,” kata saya sembari menuang adonan telur ke penggorengan panas. Aroma telur yang mulai matang menyebar seisi dapur.
Sarapan sederhana ini menjadi momen kebersamaan kami berdua sebelum saya tenggelam dalam tugas akademis. Usai sarapan, saya mempersiapkan diri untuk memperdalam materi mengenai kesetaraan etnis, gender, dan kemiskinan. Tanggal 20 nanti, in syaa Allah, saya akan menjadi narasumber dalam diseminasi nasional mengenai masalah sosial di Universitas Padjadjaran.
Menyusun materi ini bisa dibilang tidak mudah, mengingat isi kepala saya hanya berkapasitas 256 GB. Namun bisa juga dibilang tidak terlalu memberatkan karena topik-topik ini merupakan salah tiga dari banyak topik yang saya senangi dalam ruang lingkup masalah sosial. Setidaknya saya menikmatinya.
Seiring berjalannya waktu, saya yang hobi prokrastinasi kini jadi lebih mawas diri dan belajar untuk menyusun persiapan-persiapan sebelum melalui suatu hal. Saya tentu tidak ingin mempermalukan diri sendiri dan harga diri ueska karena kurangnya persiapan. Perangkat mobile saya dipenuhi oleh jurnal-jurnal dan literatur relevan yang berkaitan dengan tema ini. Dengan teliti, saya mengumpulkan data serta memastikannya valid dan up-to-date.
Sebuah kesempatan langka, mendapati jurnal terindeks Scopus Q1 yang relevan dengan tema race and ethnic equality. Lebih-lebih pembahasannya poststuktural “Derridean” pula. Satu-satunya yang membuat artikel ini langka bagi sobat missqueen macam saya adalah karena ia bisa diakses secara gratis
Ketika matahari mulai naik tinggi, Amru mengajak saya keluar ke warkop. Saya setuju, karena saya juga ingin melanjutkan pencarian literatur di sana. Sesampainya di sana, saya langsung membuka laptop dan kembali mengumpulkan jurnal, laporan, hingga prosiding dengan tema yang relevan.
Ngomong-ngomong prosiding, saya jadi teringat seorang dosen yang pernah melibatkan saya dalam proyek hibah penelitian yang diterimanya. Waktu itu, saya mengatakan saya tertarik untuk ikut konferensi ilmiah dengan output prosiding. Kala itu ia hanya tertawa kecil dan berkata, “Prosiding adalah selemah-lemahnya iman. Tidak ada yang mensitasi, tingkat keabsahannya rendah, serta buang-buang duit dan waktu.”
Namun kali ini, tujuan saya adalah mencari data sebanyak-banyaknya untuk dibandingkan dengan fakta lain. Maka, prosiding pun tak lepas dari salah satu rujukan saya. Urusan keabsahan akan saya lakukan dengan cara membandingkannya dengan literatur lain yang lebih tinggi, misalnya jurnal yang sudah terindeks Scopus Q1/Q2 atau Sinta 1 dan 2. Kalau di jurnal-jurnal tersebut mengatakan fakta yang berbeda, tentu saya harus mengambil statement yang tertera di jurnal yang tingkatannya lebih tinggi.
Cek Mad, mantan bupati Aceh Utara yang entah kenapa bisa jadi teman nongkrongnya si Amru. Truly madly deeply unbelieveable
Warkop semakin ramai dengan pengunjung yang datang untuk sekadar nongkrong atau WFC (Work From Coffeeshop). Suasana riuh rendah, tapi justru itulah yang membuat saya nyaman. Artinya saya tidak sendirian. Sembari disibukkan dengan layar tablet, di sudut lain, Amru asyik berbicara dengan sirkel pejabatnya.
Sore menjelang, saya memutuskan untuk membuat postingan di Steemit. Ini menjadi salah satu cara saya untuk melepas penat. Meski saya akui, kini tulisan-tulisan saya sudah tak semengasyikkan dulu. Saya berharap, semakin sering menulis, semangat saya akan kembali seperti dulu.
Malam pun tiba, saya mencukupkan interaksi saya dengan layar monitor. Bada Isya, saya pamit duluan pada Amru untuk pulang ke rumah. Kami membawa sepeda motor masing-masing sehingga tak perlu menunggu satu sama lain. Perjalanan pulang yang hanya sebatas beberapa kilometer memberikan ruang bagi pikiran saya untuk tenggelam dalam ruang pikiran saya sendiri.
Menemani dik Khalis mabar gim online sembari memantaunya agar tak mengeluarkan kalimat-kalimat toksik
Upvoted. Thank You for sending some of your rewards to @null. It will make Steem stronger.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Salam kenal ya Kakak @firyfaiz , Semoga semakin sukses kedepannya 😊💕💕
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Haloo sist salam kenal kembali yaa... semoga kita bisa saling mendukung di sini.👯♂️
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Beruntung sekali dek khalis memiliki kakak yang rajin dan pintar. Sukses selalu untuk selalu untuk ananda @firyfaiz. Semoga bisa bersua lagi kita say suatu hari
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Haloo bu, saya yang beruntung bisa punya adik seimut dia, hehehe. Terima kasih bu @safridafatih telah singgah lagi di postingan saya;)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
☺️☺️👍. Sama-sama
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Click Here
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thank you:)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit