Ini risalah rindu di ujung Ramadhan, rinduku padamu yang tak akan pernah lagi pulang, karena bumi telah memelukmu dengan damai, setelah wabah dari Wuhan memupuskan harapan. Kini hanya tersisa air mata di hari kemenangan, lebaran pertama yang akan kulalui tanpa mu sayang.
Lalu kemana kubawa rindu ini, ketika penduduk desa akan menziarahi makam orang-orang kesayangan di pagi yang penuh fitra, ke mana aku harus menghadau nisan, membasuh muka, membaca ayat-ayat Tuhan. Kini tak ada yang tersisa selain duka yang melilit ganas. Simpulnya lebih dari cukup untuk mengikat kisah dan mengabarkannya pada dunia bahwa cinta telah mati dalam drama Tuhan.
Sekarang dengan cinta Tuhan pula aku merawatmu dalam kenangan, seperti Gibran menangisi Salma dan meratapi cintanya pada gadis Perancis, hingga duka dengan santun ia kabarkan pada perempuan Mesir yang tak dikenalnya. Tapi aku tak tahu kemana duka ini kutenggelamkan.
Pandemi laknat telah membuat semua tersekat. Biar kutanggung rindu ini sampai sedikit batas masa lagi, sesuatu akan indah pada waktunya, sampai anak kita dalam rahimku ini lahir sebagai pengganti wajah tampanmu sayang.
Malam ini kutulis lagi tentang rindu kita yang tak mungkin lagi bertatap muka. Rindu yang telah menyatu dengan prahara wabah corona, dadaku tambah sesak terasa. Menanggung berat beban hati ini terasa bagai memikul gunung Seulawah, padahal aku begitu lemah. Malam-malam kesendirianku kian mencekan dalam waktu yang kian membeku dan mengental.
Aku tak akan lupa pada dua lebaran sebelumnya, setelah tarawih terakhir, bergandeng tangan pulang, menyusuri jalan dan lorong dengan kegembiraan. Ingin kuulangi itu, tapi alam telah memisahkan kita. Rinduku kini rontok di pojok hati yang rentak.
Lalu apa makna cinta bagi si patah hati di hari yang fitri nanti? Aku masih menghadau dinding melihat wajah Putri Diana dalam bingkai yang kau hadiahkan di hari ulang tahunku. Katamu dulu, akulah Dianamu. Dengan rindu yang berat kini kueja lagi kalimat di bawah potret tua itu. “Jika kamu menemukan seseorang yang kamu cintai dalam hidupmu, hiduplah pada cinta itu. Hiduplah dengan cinta itu selamanya karena cinta itu tidak berumur, tidak berbatas, dan tidak mati.”
Membaca itu rinduku rontok di pojok hati yang gulana. Tapi pesan singkatmu dalam percakapan terakhir kita sungguh menghiburku. Katamu, kebahagianku lebih penting dari kebahgianmu, jangan lupa mencintai dirimu sendiri, jangan larut meratapi rindu, meski hidup tanpa cinta di sisiku di hari kemenangan ini bagai pohon yang tak berbuah.
Sampai jam mendenting dua belas kali mataku belum juga pejam. Bayangmu menjuntai di ingatan. Malam terasa berat saja, dan malamku adalah malam hati yang sungsang terbelenggu sengsara.
Pada siapa kualamatkan kesatiran ini, ketika cinta mengharap pemenuhan, duka melilit ganas yang semakin lama semakin membengkak saja. Tak mampu kuucap takzim padamu yang pergi tanpa lambaian, bahkan pusaramu saja ku tak tahu, di mana Satgas Covid ini menguburkanmu, kau jauh terbaring di negeri seberang lautan.
Namun kuhibur juga hati ini dengan segenap kenangan. Kuceritakan kembali pada hatiku tentang kebersamaan kita, kuputar lagi kaset kenangan ini dalam ingatan yang tak pernah mati. Sebagian hatiku telah kau bawa pergi, kini kucoba bertahan dengan sebagiannya lagi demi putra kita yang akan lahir dalam takbir Idul Fitri nanti.
Dengan sebagian hati ini kucoba untuk bertahan, cukup bagiku dirimu yang pergi. Aku akan merawat kenangmu untuk putra kita, kenangan tentang cinta pertama yang telah melahirkan ribuan bait miris yang tumpah dalam kalam air mata, meruah pada jiwa dahaga segersang Sahara. Dalam dahaga rindu yang menyiksa ini, akan kujadikan putra kita sebagai oase, ia akan terbangkan angin kerinduan, hingga aku melihat dirimu dalam kedua bola matanya.
Akan kuceritaan pada putra kita nantinya kenangan senjah merah saga kita. Ketika senja tenggelam dilipat malam, takbir bersahutan dari toa-toa meunasah, mengabarkan hari yang fitrah, kau bawa aku ke batas kota, tempat kita pertama jumpa memupuk cinta. Di café temaram di bawah payung langit dulu kau genggam erat tanganmu menyatakan cinta, hingga pipiku merona.
Potret Putri Diana dalam bingkai di dinding kamar seolah kembali menertawakanku. Ia lebih beruntung dalam cintanya kepada Dodi Alfayed, pergi bersama menghadap Tuhan dalam pelukan cinta, setelah rumah tangganya kandas bersama Pangeran Charles. Sementara aku, aku tinggal sendiri menunggu kelahiran putraku setelah ayahnya pergi dalam ganasnya wabah Corona.
Aku akan kembali ke café temaram di batas kota itu bersama putra kita. Akan kuceritakan kembali padanya tentang cinta kita, tentang ketampananmu yang membuatku terpesona, bukan tentang air mata yang menderai dari hati yang meleleh karena kepergianmu.
Aku masih saja menghadau potret Putri Diana hadiahmu di dinding kamar kita. Detik terus berlalu menjadi menit, dan kini menjadi hitungan jam, wajah tampanmu masih saja bermain diingatan yang membuat air mata terus berderai di malam kemenangan. Hatiku terus teriris sepi dalam kekosongan.
Aku akan selalu ingat, di pagi lebaran, kau akan memintau membuat kopi tanpa gula. Katamu, kopi pahit tak membuat kembung, kau memang banggi kupi, kecanduanmu pada kopi sudah pada level sangat berat, hingga aku pun cemburu. Andai aku kopi itu, aku tak akan menolak larur dalam air panas tanpa gula. Bukankah kau pernah berkata bahwa manis senyumanku sudah cukup untuk aroma nikmat kopimu. Dan lagi-lagi andai aku kopi itu, aku tak akan menolak sentuhan bibirmu saat menyeruput nikmatnya dalam gelas bening bertangkai cinta itu.
Biarlah gelas itu kini tersimpan dalam rak kaca. Di pagi lebaran Idul Fitri nanti, aku akan tetap membuat kopi untukmu, biat aku seruput dengan kedua bibirku untukmu, aku akan menikmati pahitnya, sepahit rinduku setiap malam padamu.
Rindu yang dulu menuntumu padaku, kini telah terpasung di hati yang retak, tak lagi kutemukan jalan untuk menuju padamu. Aku akan mencoba jalan lain, merawatmu dalam wajah putra kita. Wajah yang akan mewarisi ketampanmu, wajah yang akan menjembatani dua tebing terjal, tebing rinduku padamu. Biarlah rindu ini menjadi rindu yang menyayat hati, aku tak akan menangis, karena kutahu kau tak menginginkan air mataku tumpah karena kepergianmu.
Tanpamu di hari kemenangan ini, aku akan tetap membasuh dan merawat harapan. Kamu akan tetap hidup dalam ingatanku, raga kekarmu memang telah terhimpit tanah, tapi benih yang kau semai akan kujaga, hingga ia kelak menggantikanmu, menghancurkan badai dan menerobos jalan terjal untukku. Ia putra kita yang akan menutup hati yang gulana.
Di hari kemenangan nati, aku akan tetap tersenyum, meski kau tak ada di sisiku. Akan kuisi cangkir itu dengan kopi pahitmu, kurawat dia agar tangkainya tak patah, karena rinduku padamu kini bagai senar yang membentang pada gitar yang ujung-ujungnya tak pernah menyatu, bagai dua rel yang digilas roda kereta kehidupan yang kedua ujungnya juga tak bisa disatukan.
Cukup bagiku melihat wajahmu dalam ingatan, yang setiap kenangannya akan kusimpan di sudut hatiku paling dalam. Dan kini, meski potret Putri Diana warisanmu masih menertawakanku di dinding kamar kita, aku akan pejamkan mata untuk lelap, aku ingin melihatmu kembali dalam mimpi.[]
ilustrasi Putri Diana [sumber : Getty Images]
Mantap Bang. Lon hana ikut kalinyo. Semoga droen juara 😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bukan soal juara Bang @tinmiswari, ikut saja biar ramai, hitung-hitung untuk mengasah kembali kemampuan menulis cerpen.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hana mangat sagai ta ikut sabab juri taturi. Takut jeruk makan jeruk 😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Saya suka sekali alur ceritanya bang, mudah-mudahan juara wahid 😊
Lon hana ikot, sibuk that ngen but donya nyata.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Neuikot aju hai @midiagam juara bah urusan dewan juri, urusan tanyoe ikot saja untuk meramaikan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Seubetoi jih sep meuheut neuk ikot, cuma kureung fokus. Mungken nanti loen ikot wate na kontes jilid berikut jih bang 😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Piawai🙌 menyentuh Dan indah... Lagèe ta nonton sinetron rasa jih
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ha ha ha tapi hana melankolis kon?
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Na syit bacut, kop paih bak Neu peutroh rasa, awai löen pikir tokoh aku nyan ureung agam, kemudian penasaran Dan baca serius...glah!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
sukses dong saya mengaduk perasaan pembaca yang budiman he he he
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit