Sebagai negara besar dengan populasi penduduk mencapai ratusan juta, Republik Indonesia merupakan sebuah negara bangsa yang memiliki cakupan wilayah yang sangat besar. Bila dibandingkan dengan negara Asean lainnya, NKRI merupakan negara yang paling luas, paling beragam serta dengan bentang alam yang membuat zona waktu harus dibagi menjadi tiga.
Akhir - akhir ini, banyak di antara kita yang ribut dengan wacana pemilu serentak tahun 2024. Aceh, DKI Jakarta, dan sejumlah daerah lainnya yang sejatinya akan melaksanakan pilkada pada tahun 2022, harus menunda perhelatan pesta demokrasi, karena berbenturan dengan agenda nasional tersebut.
Salah satu persoalan pembangunan Indonesia adalah gerak perencanaannya yang tidak serentak. Masing - masing daerah memiliki rentang waktu berbeda dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Hal ini berdampak pada pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang selalu berbeda dengan RPJM daerah.
Sejak 2014, Pemerintah Republik Indonesia yang digawangi oleh Presiden Ir. Joko Widodo telah mencanangkan program pembangunan Indonesia dari pinggir. Dalam konsep tersebut, pemerintah membangun fasilitas -fasilitas besar di berbagai daerah, yang di era sebelumnya tidak mendapatkan dukungan besar dari Pemerintah Pusat. Pembangunan fasilitas seperti bandara, jalan tol, pelabuhan, waduk raksasa, dan Kawasan Ekonomi Khusus, merupakan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah, untuk menjadikan seluruh Indonesia sebagai kawasan penting. Ke depan, bicara investasi, bukan lagi Pulau Jawa.
Oleh sebab itu, di luar dinamika politik kekuasaan, pemilu serentak merupakan salah satu jalan untuk mencapai cita - cita besar tersebut. Pemilu serentak adalah new way untuk melahirkan sebuah perencanaan pembangunan yang dapat dijalankan secara serentak dari Sabang sampai Merauke.
Bila skenario tersebut berjalan tanpa kendala, maka target menuju Indonesia Emas 2045 bukan lagi sekadar isapan jempol.