Sayembara Menulis Cerpen KSI : Suatu Ketika di Pintu Kilat

in hive-193562 •  3 years ago 

2021-05-11 03.39.52 1.jpg

SEBELUM KEHIDUPAN. Para manusia telah menanti-nanti hari kemenangan nya. Ini adalah saat-saat mereka menunggu hari kemenangan tersebut. Mereka berkelompok-kelompok. Kelompok besar dan kelompok kecil. Berbaris di depan pintu kilat. Di tiap kelompok ada satu orang yang di percaya sebagai juru bicara. Perang antar kelompok tak terbendung. Kelompok kecil selalu di atas, sedang kelompok besar selalu di bawah. Hal itu terjadi karena konsepnya, kelompok besar yang terlalu banyak anggota sangat sulit memantau satu per satu, sedang kelompok kecil hampir semua gerakan, bahkan bisikan dapat dipantau. Kekompakan lebih erat di kelompok kecil. Itu terlihat jelas dengan apa yang akan mereka lalui, nanti.

Di antara semua orang yang tergabung ke dalam kelompok, ada satu yang independen, tapi dia berada dalam barisan. Hanya satu orang, dan itu laki-laki, kulitnya hitam, hidung mancung, rambut keriting, mata tajam seperti elang, alis seperti siluet cahaya. Dan dia berada di antara kelompok besar dan kecil dia menjadi mereka.

Sekarang, sebutlah mereka berada di tempat antah berantah, negeri antah berantah, dan serba antah berantah. Kelak, setelah mereka melewati pintu kilat dan menuju hari kemenangan nya, mereka akan lupa pada identitas dirinya. Karena berkelompok, kesetiaan sebelum menuju hari kemenangan diikrarkan.

“Jika kelak, kita telah berpisah dan tak saling kenal lagi, selama kesetiaan dan kekompakan yang telah kita bangun sekarang tetap tertanam pada masing-masing dada kita. Yakinlah, kita akan berkumpul kembali dalam hal-hal baik.”
Itulah petuah juru bicara di kelompok kecil.

Semua mendengarkan dengan saksama. Beda halnya dengan juru bicara di kelompok besar, ketika memberi petuah harus digemakan lagi oleh penyambung lidah nya agar satu suara itu sampai pada pengikut di ujung barisan. Kadang yang keluar dari mulut juru bicara, terdengar sangat berbeda dengan yang di gemakan di belakang. Saling menimpa.

“Satu. Sumpah demi kesatuan. Kita akan terus setia menuju hari kemenangan dengan menyandang kejayaan,” ucap juru bicara. Lalu digemakan kembali oleh penyambung lidah, seperti riuh angin yang bergelombang.

“Satu. Aku bersumpah demi tuhan. Kita akan memenangkan segala rintangan.”

“Dua. Tak ada kejayaan dan akhir yang dapat mencerai-berai kita. Bersatu sampai mati agar tidak kalah. Kelompok besar selalu menang.”

“Dua. Tak ada lawan yang dapat mencederai kita, bertarung sampai mati walau salah, kelompok besar selalu benar.” demikian kata yang sampai di ujung barisan.

Terdengar antara kata juru bicara dan suara gema yang sama sekali berbeda. Entah itu karena tuli, atau tak sudah sabar menunggu hari kemenangan. Yang jelas, saat dari barisan ujung depan berkata A, di tengah menjadi B, kemudian di barisan ujung akhir menjadi C. Sorak mereka sama, gaduh riuh seperti segerombolan lebah.

“Tiga. Kekalahan tidak akan selamanya kalah. Kemenangan tidak selamanya menang. Hari ini, kelompok kecil telah berkuasa tapi nanti kita akan menguasai kelompok kecil.”

“Tiga. Kekalahan akan kalah selamanya. Kemenangan tidak menang selamanya. Sekarang kelompok kecil tersiksa, kita harus terus berkuasa .”

Sorak-sorai terus berlanjut, berubah seterusnya. Tempat antah berantah itu penuh sesak seperti layaknya perang. Wajah mereka menunjukkan rasa lelah, ada yang terlihat frustasi. Bertahun-tahun mereka menunggu giliran menuju hari kemenangan nya.

Kondisi di tempat antah berantah itu tidak jauh beda dengan apa yang akan terjadi setelah mereka mencapai hari kemenangan nya. Mereka yang rajin, kelak akan menjadi petani, mereka yang berdagang, kelak akan menjadi pengusaha, mereka yang rakus, kelak akan menjadi penguasa, mereka yang baik dan menghargai diri, kelak akan menjadi ulama, dan seterusnya, dan seterusnya.

Ada satu kategori orang yang bisa menjadi apa saja setelah mencapai hari kemenangan, karena di tempat antah berantah orang itu melakukan apa saja, segala jenis sesuatu yang bisa dilakukan dia lakukan. Kategori itu hanya berada dalam satu golongan. Sebutlah golongan putih. Golongan putih bisa saja masuk ke kelompok besar maupun kelompok kecil. Tanpa ada yang akan menyadari keberadaan mereka.

Sampailah pada waktu di mana pintu kilat dibuka. Sekali terbuka, ribuan orang bisa mencapai hari kemenangan nya. Seperti perang, lagi-lagi seperti perang. Banyak korban berjatuhan saat melintasi pintu kilat. Sayangnya, pintu yang seharusnya dilewati ribuan orang itu menjadi ratusan karena saling berdesakan. Kelompok kecil selalu kompak, terlihat jelas mereka saling menjaga diantara satu dan lainnya. Sedang kelompok besar tidak memperhatikan sekitar, komando juru bicara diabaikan, sebagian besar mementingkan diri sendiri agar sampai dengan selamat menuju hari kemenangan. Pintu kilat benar-benar seperti kilat, terbuka hanya beberapa detik.

Di perang yang berkecamuk, lelaki independen itu menyusup seperti belut. Dia mengintip pintu kilat, seperti tak ada niat untuk melewatinya. Lelaki independen dan tidak diketahui namanya itu bersembunyi di antara batu-batu, mata tajamnya menuju ke hari kemenangan yang ada di balik pintu kilat tersebut.

“Sungguh indah,” gumam lelaki itu.

Itu gumaman pertama saat pintu terbuka. Kini, pintu menuju kehidupan itu tertutup. Lelaki itu hanya bisa mengingat semua kejadian yang ada di balik pintu tersebut, ada gambaran masa depan yang terlihat jelas. Kekacauan, kedamaian, bermacam makhluk dan segala hal yang tak semestinya dia lihat. Sekarang, Dia hanya bisa melihat ukiran pintu yang sangat tinggi nilai seninya, warnanya kuning keemasan, tiang penyangga pintu seperti akar yang membelit bergelantungan bak pohon beringin. Pintu yang bohong, pikir lelaki itu.

Beberapa saat kemudian pintu terbuka lagi. Keadaan di sekitar pintu kilat semakin riuh penuh darah. Darah membuncah di mana mana, tapi tak sekali pun dapat menyentuh dan menodai pintu kilat itu. Kedua mata lelaki independen itu tak berkedip, dia mencoba menghafal semua hal yang ada di balik pintu kilat. Dia terheran, penampakan di balik pintu berubah, kali kedua ini sangat jauh berbeda saat pintu pertama terbuka. Yang pertama sangat menyejukkan, tapi yang kedua ini sangat perih di pandang. Tanpa sadar, tubuh lelaki itu penuh keringat. Matanya yang tak bisa berkedip berair. Beberapa saat pintu yang tinggi dan lebar itu tertutup kembali, seperti kilat.

Saat itulah lelaki tersebut membaca semua kemungkinan-kemungkinan agar dirinya bisa mencapai tanpa pertumpahan darah. Lelaki itu seperti sedang merancang strategi perang. Dia takjub pada satu kelompok kecil yang saling menjaga. Mereka melingkar seperti menjaga sesuatu di dalam lingkaran itu.

Sebagaimana perang, mereka yang menuju hari kemenangan membawa senjata terbaik untuk menjaga diri. Lelaki itu melihat berbagai macam senjata, namun yang dia kagumi adalah tombak dan panahan. Kelak, pikirnya, saat mendapat giliran menuju hari kemenangan, dia akan membawa sesuatu seperti kedua senjata itu.

Pintu kilat kembali terbuka, pada saat yang sama, lelaki itu tidak lagi menghafal dunia di balik pintu, tapi kali lelaki itu lebih berfokus pada peperangan yang kembali terjadi.

“Apa yang kaulakukan di balik batu, Anak Muda?”

Satu suara melengking menerobos gaduhnya suara pertempuran. Lelaki independen itu sentak menutupi dirinya agar tidak di serang. Setelah mengintip dan memastikan lelaki yang memanggilnya itu tidak membawa senjata, dia lekas memenangkan diri. Mungkin lelaki itu juga sedang bersembunyi. Pikirnya.

“Kau tak menjawab. Apa kau ketakutan? kemarilah, Tidak akan ada yang menyakitimu.”

“Ah, tidak, aku hanya mengamati keadaan saja. Aku tidak terlibat dalam peperangan menuju hari kemenangan ini.”

“Ya, bisa kau jelaskan nanti. Tapi kalau kau bisa kemari. Mau kau membantuku membebat luka di lengan kiri ini. Aku kesulitan menggapainya.”

Tanpa kata, lelaki yang dipanggil anak muda itu mengambil potongan kain yang berada di tangan orang tak bersenjata itu. Lalu melilitkannya di lengan yang terluka.

“Terima kasih. Siapa namamu?”

“Aku tidak bermaksud memberitahumu. Sekarang aku sudah membebat lukamu.”

“Baiklah, kau panggil saja aku Jim. Sekarang kau kembalilah, ke tempatmu, terserah mau lari dari pertempuran menuju hari kemenangan atau kembali ke rumahmu.”

Orang yang menyebut dirinya Jim itu beranjak pergi. Berteriak seakan menantang siapa saja yang mau menyerangnya.

“Apakah semua orang harus berperang mati-matian untuk menuju hari kemenangan di balik pintu itu? bukankah mereka bisa melewatinya bersama-sama dengan damai tanpa melakukan hal bodoh seperti itu?”

Lelaki itu ikut berteriak mengulang teriakan dari Jim. Tapi percuma, suaranya tak terdengar. Lelaki itu mundur, bersembunyi. Sekarang yang ada di pikirannya nya adalah kembali ke rumah, menunggu giliran nya menuju hari kemenangan. Dia berpikir, kelak saat dirinya mendapat giliran, dia akan mempengaruhi semua orang agar tidak perlu melakukan hal bodoh semacam itu untuk mencapai hari kemenangan nya.

Lelaki itu kemudian berdiri, keluar dari bebatuan. Entah, saat keluar dia sudah berada dalam lingkaran satu kelompok. Dia berada di tengah tengah kelompok kecil, lalu terseret mendekati pintu kilat yang terbuka. Lelaki itu tidak bisa keluar dari lingkaran, dia berteriak bahwa dirinya tak seharusnya berada di tengah-tengah kelompok itu. Tapi celaka, dia benar-benar sudah tepat di depan pintu. Satu kelompok kecil pun masuk dengan bebas, bersamaan dengan lelaki independen itu menuju hari kemenangan nya. Sungguh ini hari kemenangan yang berdarah-darah.[]


Cc :@akukamaruzzaman , @abduhawab

Salam,

20210505_015725_0000.png

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Boy.. ngeri kali kemampuan kee menulis Yaa👍 entah kemana-mana pikiranku. Dan lelaki itu pemenang di hari yang berdarah-darah itu.

Semoga Kau menang!

Wkwk, tq kak. Berarti tetap di vote ni kalau pun tidak menang kan?😅
Iya, yang mau aku bilang, tetap lah independen, alam akan memenangkan mu! ✌🏻😂😂

Oohh pasti👌 aku engkol selama voting power nggak abes kek Sekarang 😭 udah ku atur ke 75% pun abes juga. Aku istirahat vote lagi bbrp hari.
Tapi selo aja... Selama belum payout, masih bisa engkol, meski rugi sikit kalau sampai keduluan engkol besar🤣

Wahh... Luar biasa