Pencegahan Perilaku yang cenderung berorientasi seksual sejenis
Kasih dan penerimaan tanpa syarat serta komunikasi dua arah adalah kata kunci yang dapat dilakukan oleh orangtua dalam usahanya untuk mencegah terjadinya perilaku homoseksual pada anak-anak mereka. Dalam banyak kasus, kekecewaan yang dialami oleh orangtua ketika mendapati anak-anak mereka tidak sesuai dengan harapan mereka (baik dalam hal gender ataupun kecenderungan/ karakteristik gendernya). Tanpa disadari, hal ini menyebabkan penolakan terhadap diri si anak.
Orangtua perlu belajar untuk menerima setiap anak yang Tuhan percayakan apa adanya, lengkap dengan kelebihan dan kelemahannya. Orangtua dapat mengambil bagian dalam mendampingi anak-anak mereka untuk mengatasi kelemahan yang ada pada mereka.
Beberapa langkah praktis berikut dapat membantu orangtua dalam mengatasi kecenderungan homoseksual pada anak.
- Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, ayah dan ibu yang saling mengasihi dan masing-masing menjalankan fungsinya dalam keluarga.
- Tidak mengolok-olok kelemahan anak. Tapi justru memberi dukungan pada anak dengan perkataan yang membangun.
- Hindari pemberian “label banci” kepada anak laki-laki atau tomboy kepada anak perempuan.
- Menjadi teman bicara yang baik untuk anak-anak. Sebagian besar pelaku homoseksual pernah melewati suatu masa kesepian di mana mereka ingin mengungkapkan pergumulan mereka kepada seseorang yang dapat mereka percayai, tapi mereka tidak menemukannya.
- Para ayah perlu terlibat langsung dalam membina hubungan dengan anak-anaknya. Menjadi figur teladan seorang pria bagi anak laki-laki dan memiliki kepekaan untuk berinteraksi dengan anak perempuannya. Para ibu perlu menyadari bahwa anak-anak laki-laki harus melepaskan diri dari keserupaan dan kedekatan dengan ibunya, untuk bertumbuh menjadi seperti ayahnya. Pergeseran ini tidak dialami oleh anak-anak wanita.
- Orangtua perlu untuk terus menerus membina komunikasi dengan anak-anak mereka pada setiap tahap kehidupannya.
- Berhati-hati dalam mempercayakan anak-anak pada pengawasan orang lain. Beberapa kasus pelecehan seksual dilakukan oleh “orang dekat” atau orang “kepercayaan”, bahkan di dalam lingkungan yang dianggap cukup rohani.