Baru-baru ini, Masyarakat Aceh kembali diguncang oleh isu ketidak-adilan. Dikutip dari detik.com (Jum’at/9/3/2018) adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang berencana melirik investasi pengelolaan harta wakaf Aceh di Arab Saudi. Hal ini seperti diutarakan oleh Kepala BPKH, Anggito Abimanyu pada saat bertemu dengan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, untuk melaporkan soal rencana investasi di Arab Saudi. (sumber:https://news.detik.com/berita/3907326/temui-jk-bpkh-lapor-rencana-pengelolaan-tanah-wakaf-di-makah).
Elaf al-Mashaer Hotel, yang berdiri diatas tanah wakaf Habib Bugak Asyi di Mekkah, Arab Saudi. Sumber foto
Sontak saja rencana ini ibarat memantik api dalam tumpukan jerami. Beragam tanggapan bernada kecaman disuarakan masyarakat Aceh baik di media sosial maupun di media massa. Ada yang menganggap bahwa Pemerintah Pusat terlalu serakah hendak mengutak-atik harta wakaf yang sudah menjadi hak milik umat Muslim Aceh di Arab Saudi itu. Hal ini agaknya karena BPKH tidak menjelaskan kepada publik, khususnya masyarakat Aceh, tentang detil investasi seperti apa dan bagaimana yang hendak digarap, sehingga menimbulkan beragam tafsir, seolah-olah Pemerintah Pusat melalui BPKH hendak mencaplok pengelolaan tanah harta wakaf Aceh itu.
Ramada Hotel, salah satu hotel yang berdiri di atas tanah wakaf Habib Bugak Asyi di Mekkah, Arab Saudi. Sumber foto
Dari beberapa sumber disebutkan, di Arab Saudi ada beberapa tanah yang telah diwakafkan oleh pemiliknya, yaitu orang Aceh yang dulunya merantau ke Arab Saudi. Salah satunya yang sangat strategis adalah tanah wakaf milik Habib Abdulrahman Al-Habsy atau yang lebih dikenal Habib Bugak Asyi. Selama ini pengelolaan harta wakaf itu dilakukan oleh Nadzir Wakaf (Badan Pengelola tanah Wakaf di Arab Saudi) dengan menggandeng beberapa investor untuk berinvestasi di tanah wakaf tersebut.
Dikutip dari pikiranmerdeka.co (Minggu/11/3/2018), setiap tahunnya jamaah haji asal Aceh menerima uang dalam jumlah yang lumayan besar sampai jutaan rupiah per-orang yang berasal dari keuntungan pengelolaan tanah wakaf itu. Hal ini seperti yang tercantum dalam ikrar wakaf, bahwasanya Habib Bugak (1220 H/1805M) mewakafkan tanahnya itu dengan tujuan agar dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh yang pergi berhaji atau menuntut ilmu di Tanah Suci. (sumber:https://www.pikiranmerdeka.co/news/sejarah-tanah-aceh-di-makkah-yang-akan-jadi-tempat-investasi-dana-haji/)
Habib Abdulrahman al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi. sumber foto
Maka tidak salah jika kemudian masyarakat Aceh mengangap bahwa rencana Pemerintah Pusat itu sebagai ide konyol dan terlalu serakah, dan serentak menolak rencana tersebut. Ada pula yang beranggapan seharusnya Pemerintah Aceh lah yang lebih berhak mengelola tanah wakaf itu ketimbang daripada Pemerintah Pusat.
Saya pribadi lebih berpendapat, baik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Aceh, tak perlu ikut campur dalam pengelolaan harta wakaf itu. Biarlah pengelolaannya dilakukan oleh Nadzir Wakaf di Arab Saudi. Walaupun mereka wahabi, toh selama ini mereka dikenal lebih amanah dan transparan. Saya khawatir jika hak pengelolaan itu beralih tangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Aceh, ”peureuseh lagee ureung bagi bu khanduri meuloud keu aneuk miet, le tumpoek droe dih ngon ureung laen” (persis seperti orang yang membagikan nasi kenduri maulid untuk anak-anak, lebih banyak bagian untuk dirinya sendiri daripada orang lain).
Lhokseumawe, 11 Maret 2018
Salam,
@akukamaruzzaman
Emirates E visa Online provides Emirates visa, you can apply Emirates Visa Online at https://www.emiratesevisaonline.com
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit