Konsep perjalanan spiritual setiap insan pasti berbeda. Ada yang prosesnya cepat, ada pula yang lambat dengan pelan. Semua itu balik ke diri masing-masing.
Perjalanan spiritual saya tergolong lambat. Beda dengan teman-teman yang berada di sekeliling saya. Saya sangat takjub kepada mereka, keputusan tanpa ragu-ragu demi mendapatkan ridha Allah SWT.
Sampai hari ini, saya masih belajar bercermin pada ruhiyah yang naik-turun. Tidak ada Grow Up. Padahal setiap harinya memoring. Kayak ciput yang jalannya lambat, pelan-pelan. Sedikit-sedikit mikirin pertimbangan disetiap keputusan.
Kenapa saya begini? Begitu? Alahai...
Beberapa bulan yang lalu, saya bertemu sosok teman dekat. Bahkan sangat dekat dengannya semasa kuliah. Saya tahu kehidupan yang dulu dia jalani. Saya tahu kebiasaannya. Namun ketika keputusan itu diambil, seakan-akan ia seperti hidup kembali. Kembali suci layaknya sang bayi yang baru lahir. MasyaAllah, luar biasa keputusannya.
Juga beberapa teman lainnya. Hijrah mereka tidak setengah-setengah. Bertahap namun pasti. Cepat dan konsisten. Mereka kembali fitrah. MasyaAllah.
Malam ini, saya kembali mendapatkan kabar duka, paman telah tiada. Beberapa jam lalu menghembus napas terakhir di salah satu Rumah Sakit di Banda Aceh. Usianya tergolong muda. Namun, malam ini Allah cabut kenikmatan dunia selamanya dari Paman. Tinggallah ia mempertanggungjawabkan semua anggota tubuh di hadapan Allah SWT.
Lalu, bagaimana dengan saya? Perjalanan spiritual saya masih di situ-situ saja. Dari bulan ke tahun berikutnya, masih saja berkutik di ibadah yang sama. Sedangkan orang-orang disekitar saya sudah berani dengan teguh memperjuangkan agama-Mu. Tidak dengan saya, yang kadang masih takut menolak perbuatan dosa. Bagaimana jika kenikmatan ini juga Allah cabut?