Indonesia era 80 an, media elektronik belum begitu merebak, hanya radio yang tersebar sampai ke sudut-sudut wilayah.
Di waktu-waktu tertentu, terjadwalah susunan siaran radio, berita dalam negri, luar negri, musik, dan banyak lagi yang lain. Namun, ada siaran spesial yang begitu dinantikan semua orang kala itu, tak pandang umur, dari yang tua sampai anak-anak, tak pandang jenis kelamin, baik pria maupun wanita sama-sama menanti, inilah "sandiwara radio". Acara tersebut banyak mengisahkan tentang sejarah silam kerajaan di tanah Nusantara (Indonesia).
Tutur Tinular adalah salah satu judul sandiwara radio yang mengguncangkan jiwa pendengar, dengan peran utama yang mempunyai ciri khas gagah berani, pandai berolah kanuragan, penyabar. Ialah Arya Kamandanu, dengan pedang pusaka berbentuk lengkungan seperti keris berukuran besar, berpamor luarbiasa melengkapi kegilaan pendengar untuk berimajinasi.
Dibalik kegilaan pendengar dengan kekaguman Arya Kamandanu, ada pula kegilaan kebencian terhadap satu pemeran, ialah Arya Dwi Pangga. Dia memiliki sifat yang angkuh, culas, kejam, perebut wanita. Namun, ada hal yang menarik dari Arya Dwi Pangga, kesukaannya terhadap wanita menuntun pemikirannya untuk memuji-muji para wanita dengan syair. Syair-syair yang dibuat mampu membuai pembaca atau yang mendengar bahkan julukannya adalah pendekar syair berdarah.
Inilah salah satu syair Arya Dwi Pangga, semoga kita teringat ke masa lampau di era 80 an.
DENDAM ABADI
Jangan ada suara kalau syairku sedang bicara
Karena suaraku ingin memutar balik cakra dunia
Kenapa orang bijak bicara dengan jumawa
Tidak ada yang abadi di dunia ini
Kecuali, ketidak abadian itu sendiri
Padahal duka hidupku abadi
Luka hatiku abadi
Pagi mengusir malam
Siang menghardik embun
Dan malam menelan matahari juga abadi
Dari waktu ke waktu
Sampai ratusan abad sejak alam mayapada
Digelar para dewa
Dendamku pada Kamandanu juga abadi
Begitu juga dendamku pada nasib juga abadi
oooh…
Akan kutebar gelembung dendam rahwana
Menyebar ke seluruh mayapada
Menutup kayangan di puncak Mahameru