Joko Andi menelepon sahabatnya, Taufik Harmidi. Meski pun berbeda tugas utama, keduanya sama-sama agen madya pada Satuan Tugas Penyelamatan Benda Bersejarah.
“Bisa, Fik. Microchip dari Annisa bisa terbaca lagi,” jelas Joko kepada temannya, “Coma masih bertanya-tanya sewaktu membaca isinya.”
“Memang isinya apa?”, tanya Taufik.
“Hanya seperti cerita remaja saja, tapi yang mengherankan kenapa microchip itu sampai diberikan secara sembunyi-sembunyi kepada Annisa dan kemudian dicuri pula,” Joko menjawab sedikit bingung, “Pasti ada sesuatu yang penting di dalamnya”.
“Kirim dulu deh isinya ke saya,” Taufik menawarkan bantuan.
Sementara itu, Joko Andi berhasil menemui Benny Panduwarta di sebuah pusat perbelanjaan yang termasuk paling modern di selatan kota Jakarta. Walaupun bisnis online telah “menggurita” di mana-mana, pusat perbelanjaan tetap ada, menjadi tempat menyantap beragam kuliner dan bagi mereka yang ingin memilih langsung dengan memegang dan mencoba benda-benda yang diinginkan.
Apalagi sejak lima tahun lalu telah ada peraturan pemerintah yang mengharuskan pusat perbelanjaan mempunyai lahan terbuka untuk pengunjung berolahraga. Banyak pusat perbelanjaan yang karena keterbatasan lahan, kemudian membangun trek jogging, lapangan tenis dan bulutangkis, bahkan juga kolam renang, di lantai-lantai atas pusat perbelanjaan itu. Dua lantai pertama untuk pusat perbelanjaan, sedangkan lantai-lantai berikutnya dijadikan lahan terbuka untuk berolahraga.
Kebetulan Benny dan beberapa teman seusianya baru saja selesai berenang. Meski sudah tua, aktivitas berolahraga renang tetap rutin dilakukan Benny dan teman-temannya. Joko kemudian menemui Benny di salah satu restoran yang tetap setia menyajikan menu-menu masakan tradisional Indonesia.
Sambil menikmati jagung rebus, pisang goreng, dan teh herba hasil cangkokan terbaru tanaman teh dan tembakau yang dihasilkan sebuah perkebunan di selatan Pulau Bali, Joko menanyakan temuan yang diperolehnya, isi di dalam microchip yang diberikan kepada Annisa dan sempat disimpan pula dalam memori telepon genggam Kak Fanny.
“Kenapa isinya seperti cerita anak-anak, eh cerita remaja, tentang perjalanan seorang ke jambore dunia?” Joko bertanya.
Benny menatap Joko sejenak, kemudian menjawab, “Ya, memang sengaja dibuat seperti cerita bagi para remaja. Itu sebenarnya adalah karya sahabat saya yang sama seperti saya, sangat aktif di dunia gerakan pendidikan kepanduan”.
“Jadi Pak Benny kenal dengan penulisnya?” tanya Joko lagi.
“Tentu saja, kan sudah saya bilang, penulisnya adalah sahabat saya,” langsung Benny membalas.
Kemudian Benny bercerita mengenai sahabatnya, Dirk Hendrik. Sama-sama Pelatih Pembina Pramuka, Dirk bahkan lebih banyak mengikuti kursus pendidikan kepanduan dibandingkan Benny. Dirk pernah ikut kursus pembina mahir di Indonesia dan Singapura. Dia juga lebih dulu memperoleh empat manik kayu sebagai tanda seorang pelatih pembina. Sedangkan Benny lama setelah Dirk mendapatkannya, akhirnya memperoleh juga empat manik kayu. Itu pun setelah berulang kali didesak Dirk agar Benny segera melanjutkan kursus pelatih pembina, setelah keduanya sama-sama lulus dalam kursus untuk mendapatkan tiga manik kayu sebagai tanda asisten pelatih pembina.
Benny juga bercerita bahwa Dirk Hendrik kemudian menjadi wakil ketua kontingen Gerakan Pramuka untuk mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia ke-21 di Chelmsford, Inggris Raya pada akhir Juli sampai awal Agustus 2007. Saat itu, Gerakan Pramuka mengirimkan kontingen berkekuatan 435 orang, yang 310 orang di antaranya adalah peserta didik yang berusia antara 14 sampai 17 tahun.
Awalnya, Gerakan Pramuka memang agak gamang dengan persyaratan panitia jambore yang mengizinkan peserta berusia 14 sampai 17 tahun untuk ikut, karena memang di luar negeri, usia itu adalah usia golongan Scout atau yang di Indonesia disebut golongan Pramuka Penggalang. Namun ada perbedaan usia, Pramuka Penggalang di Indonesia berusia antara 11 sampai 15 tahun, setelah itu ada golongan Pramuka Penegak yang berusia antara 16 sampai 20 tahun. Maka akhirnya diputuskan, peserta didik yang sudah masuk golongan Pramuka Penegak asalkan usianya belum lebih dari 17 tahun, juga boleh ikut serta.
Belakangan, penggolongan peserta didik berdasarkan usia juga disesuaikan. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka di Maluku Utara pada November 2022, diadakan perubahan. Golongan Pramuka yang paling muda adalah untuk anak-anak berusia 4-5 tahun disebut Pramuka Dini.
Dulu, seingat Benny, pernah digagas untuk membuat golongan bagi anak-anak yang lebih muda dari usia Pramuka Siaga yang saat itu berusia 7 sampai 10 tahun. Waktu itu, sebutannya adalah Pramuka Pra Siaga. Namun gagasan tersebut kurang berkembang, walaupun dikemas juga dalam aktivitas Satuan Karya (Saka) Pramuka Widya Budaya Bakti. Di dalam Saka itu ada krida atau pengelompokkan minat untuk lebih mendalami pendidikan anak usia dini, jadi Pramuka Pra Siaga masuk dalam ranah pendidikan di situ.
Kalau kali ini akhirnya ada golongan Pramuka Dini, adalah untuk mengakomodir anak-anak yang sudah ingin menjadi anggota Gerakan Pramuka, tetapi belum cukup umur dan belum bisa dikelompokkan ke dalam golongan Pramuka Siaga. Usia yang dipilih adalah 4 sampai 5 tahun, walau pun Benny mendengar di beberapa tempat sempat juga ada uji coba untuk mengajak anak-anak usia di bawah 4 tahun ikut kegiatan Pramuka Dini.
Sementara saat ini, Pramuka Siaga usianya disesuaikan dengan usia siswa Sekolah Dasar, yaitu dari 6 sampai 11 tahun. Setelah itu ada golongan Pramuka Penggalang yang berusia antara 12 sampai 17 tahun, disesuaikan dengan usia siswa Sekolah Menengah. Dulu, memang masih dibagi-bagi adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mencakup juga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun, sesuai dengan Kurikulum Pendidikan Nasional 2021, jenjang pendidikan telah diubah. Setelah Sekolah Dini – yang menggantikan istilah Taman Kanak-kanak – untuk usia 4 sampai 5 tahun, maka berikutnya adalah Sekolah Dasar untuk mereka yang berusia 6 sampai 11 tahun, dilanjutkan Sekolah Menengah yang biasanya dimasuki siswa berusia 12 sampai 17 tahun, dan bila sudah berusia 18 tahun, rata-rata para remaja itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi, baik di perguruan tinggi negeri atau pun swasta.
Benny dan Dirk pernah mengikuti focus group discussion yang membahas perubahan jenjang pendidikan nasional di Indonesia. Saat itu, Benny pernah mengemukakan pentingnya penggolongan dalam Gerakan Pramuka mengikuti jenjang usia pendidikan di sekolah. Hal ini dianggap penting oleh Benny, karena pada kenyataannya lebih dari 70 persen pangkalan gugusdepan Gerakan Pramuka adanya di sekolah-sekolah. Hanya 30 persen gugusdepan yang lokasi pangkalannya ada di luar institusi pendidikan.
Hal itu akhirnya menjadi kenyataan ketika dalam Munas di Maluku Utara sepuluh tahun silam, penggolongan peserta didik dalam Gerakan Pramuka diubah dan disesuaikan dengan usia siswa dalam jenjang pendidikan di sekolah.
Annisa Dibohongi?
Benny masih bersemangat menjelaskan perkembangan Gerakan Pramuka sampai saat ini. Namun semangatnya langsung hilang ketika Joko memperlihatkan kepadanya isi microchip yang mereka dapat dari Annisa.
“Bukan itu! Tidak mungkin!,” sergah Benny.
“Kenapa, Pak?” Joko bertanya heran.
Lalu Benny menjelaskan bahwa microchip yang isinya berhasil dibuka oleh Joko dan teman-temannya dari Satuan Tugas Penyelamatan Benda Bersejarah, bukanlah seperti yang sekarang terpampang di layar pada meja pada kafe tempat mereka bertemu.
“Saya yakin isinya bukan seperti ini, karena Dirk sempat menceritakan garis besar kisahnya,” tegas Benny.
Benny kemudian mencoba menghubungi Annisa.
“Annisa sayang, kamu yakin microchip yang kamu masukkan ke dalam telepon genggammu memang hanya satu itu?” tanya Benny melalui telepon, setelah menjelaskan mengenai aktivitas Satuan Tugas Penyelamatan Benda Bersejarah yang berhasil membuka isi microchip.
“Iya, Opa. Hanya itu,” balas Annisa.
Benny bingung, apakah cucunya, Annisa, dibohongi? Diberikan microchip yang bukan seharusnya? Tapi untuk apa? Kenapa harus membohongi, bukankah Annisa tidak tahu apa-apa tentang microchip itu? Kalau pun tak diberi, Annisa tak akan mengetahui keberadaan microchip tersebut.
Tidak puas dengan hal itu, Benny dibantu Joko dan Taufik mencoba melacak perempuan setengah baya yang memberikan microchip kepada Annisa. Benny masih tak puas dengan kenyataan yang diberikan Joko, karena dia yakin isi microchip yang seharusnya dia terima dari Annisa, bukan seperti yang dipaparkan.
Seminggu setelah pertemuan dengan Joko di salah satu pusat perbelanjaan, Annisa menelepon dirinya.
“Opa, Opa, ada kabar gembira. Ada foto perempuan tua yang ngasih microchip ke Annisa di memori teleponnya Kak Fanny,” suara cucunya terdengar dari seberang, suara yang selalu membuat Benny bergembira.
Ketika memotret suasana di Bandara Abu Dhabi II, tanpa sengaja ada sosok perempuan setengah baya yang oleh Annisa disebut “perempuan tua” itu di salah satu foto yang dibuat Kak Fanny. Mengenakan kerudung berwarna ungu, wajahnya terlihat jelas. Foto tersebut jelas merupakan bukti awal yang bisa dijadikan petunjuk untuk melacak persoalan microchip itu, termasuk keberadaan seorang pramugari yang memberikan microchip pada Annisa dan belakangan diketahui mengenakan seragam maskapai penerbangan Abu Dhabi Jetliner.
“Tapi memang darimana Opa yakin bahwa isi dalam microchip yang berhasil dibuka Pak Joko itu bukan yang memang dibuat Opa Dirk?” Annisa ingin tahu lebih banyak.
“Tentu saja Opa tahu,” jelas Benny, “Di dalamnya tidak ada cerita jambore kepanduan sedunia yang diadakan di Chelmsford, Inggris Raya, pada 2007. Padahal itu adalah kuncinya, maksud Opa itu adalah tanda yang menunjukkan cerita yang benar atau tidak”.
“Jadi yang diberikan Pak Joko kepada Opa, ceritanya mengenai apa?”.
(Bersambung)
Hey @bertsinaulan, great post! I enjoyed your content. Keep up the good work! It's always nice to see good content here on Steemit! Cheers :)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
thanks for your comment
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit