Nurul, cancer fighter who made me falling in love (Billingual,part 1)

in indonesia •  7 years ago  (edited)

Nurul, yang akan merayakan ulang tahunnya ke 10 pada tanggal 13 Mei 2018 nanti. Nurul lahir atas buah cinta Pak Syahrul dan ibu Irhamni yang akhirnya memilih berpisah sejak Nurul berusia 2 tahun.
Nurul kecil dititip tinggal sama neneknya yang akhirnya berpulang juga pada bulan Maret tahun lalu.
Kehilangan lagi sosok yang mencintainya dan akhirnya Nurul tinggal bersama kakak mamaknya yang dia panggil Wak Uli. Wak Uli punya 2 orang putra dan 2 orang putri kembar yang merupakan adik Nurul beda ayah yang ikut dititipkan.

Awal perkenalan kami di rsuza ruang Arafah 1 yang merupakan ruang perawatan anak, anak perempuan itu tertidur dalam keadaan lemas ketika kami datang, kami hanya berbincang dengan ayahnya.
Menurut perawat, Nurul harus dicheck laboratorium lebih lanjut untuk melihat jenis leukemia yang dideritanya. Manajemen Rumah Kita mencoba memfasilitasi biaya pemeriksaan Imuno Fenotyping yang tidak bisa diperiksa di rsuza dan hanya rs. Kanker Dharmais yang melakukannya. Biaya yang tidak sedikit membuat ayah Nurul menangguhkan pemeriksaan dan perawat di ruang Arafah 1 cukup peka dengan kondisi tersebut.
Di lain waktu, ketika kami jenguk kembali..gadis kecil itu sudah duduk di kursi sambil minum dan dengan senyum dia bertanya " soe nyan yah?" Siapa ini yah? Dan ayahnya menjelaskan bahwa ibu ini yang bantu kita.
Saya tersenyum sambil salaman menanyakan namanya, dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya dia sebut namanya "Nurul"
Entah kenapa, saat itu perasaan saya lain dan saya betul-betul jatuh cinta kepadanya.
Yaaa....jatuh cinta dengan anak perempuan yang berusia 9 tahun.
Sewaktu pulang ke RK tak sekejappun ingatan tentang dia hilang, saya teringat terus gadis kecil dengan senyum manisnya.

Beberapa hari kemudian, saya kunjungi lagi rsuza untuk menjenguk Nurul dan kamar 4 bed 6 itu sudah berganti orang, sesaat saya tercenung...saya kehilangan dia, kehilangan Nurul dan itu membuat saya sedih.
Saya tekan no hp ayahnya berulangkali gak diangkat dan saya betul-betul senewen dan kepala saya terus berkecamuk saya telah kehilangan Nurul.
Saya terus mencarinya sampai saya dapatkan no hp Wak Ulinya. Penuh harap saya telepon dan hp nya gak aktif. Kembali saya kecewa.
2 minggu terjelang dan hasil imuno fenotyping sudah tiba di Arafah 1 dan hasilnya adalah Nurul positif Leukemia ALL dan harus segera di kemo. Dalam doa dan harap saya tekan kembali no wak Uli dan Alhamdulillah aktif dan diangkat. Saya ceritakan tentang hasil laboratorium dan Nurul harus segera dikemoterapi. Mereka minta waktu 1 hari untuk rembukan. Hati saya kembali waswas karena biasanya setelah diskusi keluarga anak gak akan dibawa dan mereka cari pengobatan alternatif.

Mereka menepati janji, Wak Uli menelepon saya dan mereka setuju di kemo tapi mereka tidak punya dana untuk ke Banda Aceh, dana saya sanggupin dan mereka beralasan lagi kalau suami Wak Uli tiba-tiba harus dioperasi apendix (usus buntu). Saya tidak mau menyerah, saya beberkan semua yang saya tau tentang leukemia, efek kalau tidak diterapi yang akhirnya mereka menyerah dan diujung telepon "ibu jemput aja kesini karena kami gak bisa antar"
Sore itu saya demam tinggi, tapi suara Wak Uli yang begitu jelas meminta saya menjemputnya adalah obat demam hari itu. Bangkit dari tidur, buang selimut dan saya mandi, keramas. Demam hilang dan saya lupa kalau sedang tidak punya uang. Sejenak kembali linglung dan saya telephon Edi Fadhil dan menceritakan masalah dan Edi Fadhil langsung transfer dana sebesar Rp 500.000,-
Dan saya berencana naik bis terakhir menuju timur.
Sebelum ke terminal, saya makan dan itu makanan pertama hari itu. Dalam perjalanan ke terminal, Wak Uli kembali menelepon, saya sangat ketakutan dan gak saya angkat, dibenak saya pasti mau bilang Nurul gak jadi ke Banda Aceh dan itu membuat saya sakit.
Telephon berulang dengan perasaan gak enak saya angkat dan Wak Uli bilang, Nurul akan diantar Pakwa nya tapi gak punya ongkos, spontan saya minta no rekening dan saya minta Yaisar putar mobil ke ATM.
Dan malam itu saya merasakan benar-benar sehat dan pagi hari jam 6.00 saya terbangun dan melihat senyum manis yang saya rindui 2 minggu ini ada di depan saya. Dengan sedikit emosional saya memeluknya.
Nurul, dengan baju berenda warna pink tersenyum. Dan saya menemukan kembali cinta yang hilang.
Saat itu tanggal 2 Oktober 2017, ketika saya mendekapnya

{English}

Nurul will celebrate her tenth birthday on May 13th, 2018 later. Nurul was born as Mr. Syahrul’s and Mrs. Irhamni’s beloved daughter, they have chosen to separate since when Nurul was 2 years old. The little Nurul was adopted by her grandmother who died in March, last year. Again, forfeit of the one who love her, eventually Nurul lived with her aunt (her mother’s elder sister) whom she call Wak Uli. Wak Uli has two sons and two twin daughters who are Nurul’s younger sisters with different father, who are also adopted.

At the first of our acquaintanceship in RSUDZA (Zainoel Abidin Regional General Hospital), in Arafah Room which is a child care room, this girl child was sleeping weakly when we came. We just talked with her father. The nurse said, Nurul’s blood must be checked out to to the laboratory to see the sort of leukemia that she suffers. “Rumah Kita” management attempted to facilitate the immunophenotyping checkup which cannot be observed at RSUDZA and only at Kanker Darmais Hospital it can be done. The not cheap cost made Nurul’s father thought to postpone the checkup, and the nurses at Arafah 1 Room made it out.
In another time, when we came in there again, the little girl had been sat on the chair while drinking, and while smiling she asked to her father, “Soe nyan, Yah (= who are they, Father?)” And, her father explained that this woman had helped us. I smiled while shaking hands with her and asking her name. With her smile which is never loose from her lip, she mentioned her name, “Nurul”.
I don’t know why, in that time my feeling was unique and I really loved her. Yes, loving a 9-year-old girl child.
When I went home to Rumah Kita (RK), my memory about her was not disappear at all. I remembered the little girl with her beautifull smile.

A few days then, again, I visited RSUDZA and the 4th Room, 6th bed was changed by other person, I pondered for a moment. I had lost her. Lost of Nurul. It made me sad.
I tried to call her father so on and on, no answer, and I was really dizzy. My head was raging. I had lost Nurul!
I looked for Nurul so on until I had got Wak Uli’s phone number. Hopefully I tried to call her but her phone was not active. I was frustrated again.

Next two weeks, The immunophenotyping result had arrived at Arafah 1. The result was, Nurul is positively Leukemia All and must be in chemotherapy treatment. With prayer and hope, I tried to call Wak Uli again and, alhamdulillah, her phone was active and receiving. I told Wak Uli about the laboratory result and Nurul must be in chemotherapy soon. They asked in one day for reconciliation. My heart worried again because usually after family discussion, ths child will not be delivered to hospital and they will go to the alternative treatment.

They kept their promise. Wak Uli called me and they agreed that Nurul will be treated in chemotherapy, but they didn’t have enough money to go to Banda Aceh. I fulfilled the cost for them, but they gave reason again that Wak Uli’s husband must be operated on his appendix. I was not surrender. I told them all about leukemia that I know, and the effect if she is not treated in chemotherapy. Finally they were surrender and in the end of call, “Madam, please take her here because we cannot bring her.”
In that afternoon, I had a high fever, but Wak Uli’s clear voice asked me to take her. That was my fever remedy in that time. Getting up from lying down, getting rid of the blanket, then I took a bath. Suddenly my fever went away and I forgot that I didn’t have money. For a moment I was confused, then I dialed Edi Fadhil and told him the problem, so Edi Fadhil directly transferred his money about Rp500.000, and I planned to take the last bus to the east.

Before departure to bus station, I ate first and that was my first food in that day. On the way to bus station, Wak Uli recalled me. I was afraid and I didn’t receive her call. I thought that she wanted to say that Nurul canceled going to Banda Aceh, so it can make me sick.
There were a lot of recall. With uneasy feeling, I received it. Wak Uli said, Nurul would be delivered by Pakwa (Nurul’s uncle) but they didn’t have money. Spontaneously I asked his bank account number, and I said to Yaisar to turn the car to the ATM. At night, I truly felt healthy. In the next morning, on 6 a.m., I awoke and saw the sweet smile which I missed in two weeks existed in front of me. Little bit emotionally I hug her.
Nurul, with a pink lacy T-shirt, smiled. And, I found my lost love back. That time was October 2nd, 2017, when I hug her.

We Care, We Inforn, We Spread Love

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

This post have been read.
@the-reef
Another #whalepower Curator / Moderator Account.

Sungguh mulia kak Nuu dan kawan2 lainnya.
Semangat ✊

sama2 kita peduli merekaaaa

Semangat Nurul dan kamu pasti bisa sehat kembali :)

yeaayyy

Semangat terus Kakak dan teman-teman di DUA. Semoga dek Nurul lekas sehat seperti sedia kala.

Semangaaaaat blooder

follback bang @rastaufik10