Hipertensi dan Arti Kata Malaikat Penolong

in indonesia •  7 years ago 


(Ruang Inap RSUD Teungku Japakeh Pidie Jaya)

Sekali waktu, hipertensi saya kumat. Degup jantung lebih cepat dari biasa. Kepala saya berat. Biasanya kalau kondisi begini langsung reda manakala saya konsumsi mentimun.

Dua mentimun saya telan. Lantas perasan daun seledri satu gelas saya tenggak. Mengunyah bawah putih (bibir bengkak karena demikian perih) yang tak tuntas saya lakukan.

"Dek, abang ke tempat praktik dokter," pamit saya sama istri.

Istri juga sempat pesan, mengajak tetangga. Kalau tidak ada tetangga, ajaklah siswa. Kebetulan kami tinggal di komplek berasrama tingkat SMA. Dan ketika menuju ke tempat praktik dokter, anak-anak sedang bersiap sembahnyang isya. Saya putuskan, pergi sendiri ke praktik dokter.

Mungkin perjalanan yang paling melelahkan bagi saya di antara perjalanan-perjalanan lainnya dalam jarak sedekat itu: 4 kilo-an. Pikiran saya melayang terbang. Sementara degup jantung dan denyut kepala tidak berkurang. Tangan saya terasa kebas. Beberapa kali tangan saya kebutkan, secara bergantian.

Sesampai di tempat praktik, saya melihat begitu banyak orang sakit sedang menunggu antrian. Saya dekati petugas yang buat kartu dan mengatakan kondisi darah saya.

"Abang duduk dulu sini, saya kasih obat dulu buat yang lain," ujarnya. Lalu cekatan ia menggunting beberapa jenis obat dan memasukkannya ke dalam satu kantong lalu diserahkannya kepada yang sudah siap diperiksa dokter di dalam.

Siap ia serahkan obat untuk yang sudah diperiksa, ia mengambil alat pemeriksa darah. Tampak bolanya berpikir dan mencoba peka. Setahu saya ketika ditensi, ada detak khusus yang menandakan posisi tensi darah. Ketika saya mendapat info darinya bahwa tensi darah saya 190, artinya diangka itulah ada detak khusus itu.

Lalu saya diajak masuk ke dalam tanpa perlu mengantri. Si dokter meminta saya untuk tidur di satu-satunya ranjang di ruang sang dokter. Kemudian ia mengambil alat tensi darah, memasangnya ke tangan kanan saya. Dari wajah gemuk itu saya melihat rasa khawatir. Ia terus bekerja. Membuka alat tensi darah lalu menaruh ujung stateskop di lehernya ke beberapa bagian di dada dan perut.


(istri, anak, mak, dan ponakan yang setia menjaga kondisi saya yang sedang sakit)

"Darah 210. Tinggi sekali. Pacu jantung sangat cepat. Gini, saya kasih obat di bawah lidah kemudian kamu ke UGD (Unit Gawat Darurat). Tunggu saja di luar, saya buat surat rujukan," kata dokter megap-megap. Ia gemuk sekali. Mungkin berat 100 kilo lebih.

Dua malam saya di rumah sakit. Malam pertama ditemani abang kandung saya. Malam kedua ditemani anak-istri dan ibunda. Besoknya saya pulang. Saat dijenguk, cerita saya selalu itu: sore Senin saya minum kopi sachet Ulee kareng, telur rebus setengah matang dua butir.

Kemudian saya cerita di UGD, penanganan pertama, saya langsung dipasang sejumlah tentakel di kedua nadi tangan, seputaran dan perut dada. Kau tahu apa yang membuat saya beruntung? Tidak ada yang bertanya berapa tentakel tersebut. Jika ada yang tanya, terus-terang, saya tidak bisa menjawab karena saya tidak menghitungnya.

Alhamdulillah sekarang sudah di rumah. Betapa tidak menyenangkan berada di rumah sakit. Oya, ketika saya lepas dari masa kritis, melihat para medis di ruang UGD yang super sibuk, saat itu saya baru mengerti kata 'malaikat penolong'. Terima kasih Bu Dokter. Terima kasih teman-teman tenaga medis.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!