Ubo Begitu Berarti Bagi Keluarga Daud P

Usia Daud P memang sudah tak muda lagi. Meskipun sudah berusia sekitar 75 tahun, Daud P serta ditemani anak dan cucunya, Daud P masih aktif menekuni pekerjaan sejak masa lanjangnya itu.

Daud P mengaduk kulit Ubo saat ditumbuk dengan Jeungki (Juli Saidi)

Duduk di ujung Jeungki (alat tradisional tumbuk padi). Sambil diinjak Jeungki oleh dua cucu dan satu anaknya, tangan Daud P sibuk mengaduk kulit kayu (Daud P menyebutnya Ubo) dalam lensung saat Jeungki menumbuk kulit kayu tersebut.

Membagi tugas, Daud P bersama cucu dan anaknya itu, saban Jumat pagi berkerja menumbuk Ubo untuk dijual kepada nelayan.

Nelayan menggunakan air kulit kayu (Ubo) tersebut, sebagai pewarna tali pukat, khususnya tali pukat yang bukan dari bulu nira. "Air kulit Ubo bisa memperkuat tali pukat," kata Daud P diamini anak dan dua cucunya.

Licen memegang pohon Ubo yang digunakan sebagai bahan penguat tali pukat ( Juli Saidi)

Itulah sebabnya, setiap Jumat keluarga Daud P panen rezeki. Karena setiap Jumat, nelayan Aceh Barat libur melaut dan memperbaiki boat dan alat tangkap mereka.

Setiap satu sak ukuran goni 15 kilo gram, Daud P menjualnya senilai Rp 75 ribu. Sedangkan kulit Ubo itu diambil dari hutan. Batang kayu Ubo itu seperti pohon jambu air sedangkan buahnya kata Daud P seperti buah jambu biji dan buahnya bisa dimakan.
Tapi pohon Ubo itu tumbuh liar. Namun Daud P yang menekuni pekerjaan itu sejak lama, sempat menanam disamping rumahnya.

Kulit Ubo baru bisa dikupas kulitnya, bila kayu itu sudah sebesar pohon pinang atau lebih. Peminatnya juga bukan hanya dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh. Namun, dari luar Aceh Barat juga memesan tumbukan Ubo itu, seperti nelayan dari Aceh Barat Daya kata Daud P.

Di Aceh Barat, diakui Daud P hanya keluarganya yang memproduksi pewarna tali nelayan secara tradisional tersebut. Sedangkan kegunaan getah dari kulit Ubo , bisa memperkuat tali pukat .