FONDASI PERADABAN ACEHNOLOGI

in indonesia •  7 years ago 

Assalamualaikum wr wb
kali ini saya akan melanjutkan resume buku karya pak kba, masih dengan volume 3 dan bagian kelima

IMG_20180721_214734.JPG

BAB 25 SISTEM KEBUDAYAAN ACEH
Kebudayaan Aceh muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang kali oleh orang Aceh dan terus dilestarikan. Kebudayaan Aceh muncul dari kemampuan manusia Aceh yang sangat kreatif dalam memikirkan hal-hal baru yang unik. Pra-syarat kemampuan orang Aceh di dalam membangun kebudayaannya adalah turi droe (kenali diri). Adapun prosesnya adalah mengenali ‘saya’ yang ada pada diri mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka yang menjadi produsen budaya, adalah mereka yang telah mampu menafsirkan keberadaan dirinya di bumi ini. Orang Aceh ketika bertemu, selalu menanyakan hal-hal yang bersifat masa lalu, misalnya asal kampung, sal keturunan, asal guru, dan lainnya.
Ketika dalam proses mengingat itu ada mencul beberapa titik persamaan, maka mereka akan bersaudara, ada pula setelah tanya-tanya tentang asal usul orang tersebut akhirnya dia itu adalah saudaranya sendiri yang berada jauh sehingga mereka tidak kenal satu sama lain. Orang Aceh juga mengenal haba peuingat dimana orang yang lebih tua mengingatkan yang muda berdasarkan pengalaman dia terdahulu. Karena itu, tidak mengherankan haba peuingat di dala masyarakat Aceh, kemudian juga muncul melalui seni, seperti hikayat, nadzham, dan dakwah.
Dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah timang (sejajar). Disini dipahami bahwa budaya orang Aceh selalu bertujuan menyeimbangkan hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan alam, dan meretakkan hubungan sesama manusia. Ada juga istilah peutimang nanggroe, maka maknanya adalah orang tersebut telah mengenali diri sendiri. Dalam peutimang nanggroe, budaya Aceh menawarkan satu konsep sinergi antara agama, adat, dan reusam.ketika tiga hal tersebut tidak dapat disajikan sebagai falsafah peutimang nanggroe, maka dipredisikan kekuasaannya tidak akan lama. Sebab, salah satu unsur dari ketiga hal tersebut akan melakukan hal-hal diluar kendali pemimpin. Inilah salah satu kunci struktur budaya politik di Aceh.
Perlu dipikirkan kembali sistem ide-ide di kalangan orang Aceh, khususnya mereka yang memiliki kemampuan untuk berpikir pada tahap untuk melakukan social engineering (rekayasa sosia). Dalam kajian ini tampak bahwa salah satu kemampuan tersebut ditemui di dalam kebudayaan masyarakat Aceh tepi laut. Secara sosial-sejarah, kontribusi sistem ide-ide orang Aceh telah memberikan kontribusi yang amat signifikan bagi dua etnik di Asia Tenggara yaitu Melayu dan Jawa.selanjutnya, untuk menggal kebudayaan Aceh, maka tidak dapat dipungkiri kajian sejarah kebudayaan merupakan hal yang mutlak dilakukan. Dari sisi agama, keberadaan syiah ternyata juga telah dirasakan oleh rakyat Aceh yang kemudian di putar menjadi living tradition. Adapun yang terakhir, mereka yang telah mengenal diri, selalu berupaya menciptakan atau merekayasa ritual yang bersifat simbolik sebagai tanda syukur.

BAB 26 MAKNA DAN PERAN BAHASA ACEH
Bahasa Aceh memang sangat memprihatinkan pada masa sekarang ini, di sebabkan karena bahasa Aceh tidak penting lagi untuk dipelajari. Bisa kita lihat di sekolah-sekolah tidak ada lagi pelajaran bahasa Aceh, dan para orang tua pun sudah jarang yang mengajari anaknya berbahasa Aceh, kebanyakan yang di ajarin adalah bahasa Indonesia. Mungkin itu di karenakan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional dan disekolah- sekolah wajib untuk menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Aceh juga tidak lagi digunakan dalam bahasa kegiatan formal, sehingga wujud bahasa Aceh lebih menjadi sebagai bahasa rakyat, ketimbang bahasa resmi protokoler. Karena itu, karena telah menjadi bahsa rakyat, maka kekuatan daya tawar bahasa ini pun tidak memiliki dampa atau pengaruh yang cukup besar dalam tatanan berpikir orang Aceh pada era modern ini. Penglibatan bahasa Aceh sebagai bahasa utama di Aceh telah mulai sirna secara perlahan-lahan. Bahasa Aceh, juga dapat dikatakan bukan lagi sebagai bahasa ilmu pengetahuan orang Aceh.
Penggunaan bahasa Aceh memang penuh dengan liku-liku. Bahasa ini tidak diajarkan di perguruan tinggi ataupun menjadi bahasa dalam dunia sekolah, mulai dari TK hingga SMU, bahasa ni pun tidak digunakan sebagai protokoler. Bahasa ini juga bukan resmi dilingkungan pemerintahan. Sebagai perbandingan, di Aceh dalam setiap momen baik resmi maupun tidak, bahasa yang digunakan adala bahasa Indonesia. Sementara di Jawa, penggunaan bahasa Jawa masih kita dengar, baik dalam acara resmi maupun tidak resmi.
Dengan demikian, bahasa Aceh berada kondisi yan amat memprihatinkan. Nasib bahasa Aceh hampir sama dengan nasib bahasa Melayu di Singapura atau di Thailand Selatan. Perlu diketahui bahwa bahasa sangat penting dalam membangun relasi, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Bahasa Aceh bukanlah bahasa nasional ataupu internasional. Namun Aceh pernah menjadi pusat peradaban yang paling besar di Asia Tenggara, yaitu pada abad ke-17. Walaupun saat itu bahasa yang digunakan adalah Melayu-Pasai, namun keberadaan bahasa Aceh telah menciptakan suatu kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Karena itu, ketika bahasa Aceh tidak lagi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakatnya, maka dapat dipastikan bahwa kebudayaan Aceh juga sirna, tidak untuk mengatakan bahwa peradaban Aceh memang juga akan ikut menghilang. Bahasa Aceh mengalami proses reduksi fungsi dan makna dalam kehidupan rakyat Aceh. Proses reduksi ini banyak disumbang oleh masyarakat Aceh sendiri, terutama ketika mereka tidak memahami fungsi dan makna bahasa Aceh dalam kebudayaan dan peradaban.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!