Alkisah di sebuah Kota bernama Mandasyeh, berdiri kokoh sebuah bangunan semi permanen di desa * Gampong Pungget*, di toko tersebut seorang pria paruh baya bekerja sebagai tukang pangkas, Alhamdulillah pelanggannya lumayan banyak, nyaris tiap hari ada saja orang yang merasa rambutnya panjang.
Namanya tukang pangkas yang sudah berumur, pasti langganannya juga kebanyakan dari kalangan yang sebaya dengannya, lebih menguntungkan memang, toh yang sebaya dia rambutnya sudah hampa di tengah (kepala profesor), jadi mempersingkat waktu dan mengurangi tenaga untuk dikerjakan.
10 - 15 menit sang tukang pangkas butuh waktu untuk menyelesaikan per-kepalanya, mengobrol sambil menggunting pun menjadi aktifitas biasa bagi dia.
Singkat cerita
Kang Dulah (tukang pangkas) sering suka menceritakan aib orang lain, setiap kekurangan dan kejanggalan orang yang dilihatnya dijamin akan sampai ke telinga manusia lain, ibarat kata "seperti mengikat obor di ekor anjing", tidak ada rumus menjaga rahasia bagi dia, uniknya sambil bekerja pun masih sempat-sempatnya ngomogin kekurangan orang.
Eeh Kang Kaoy,.!! " itu si Podan anaknya Kang Ujang luar biasa bodohnya, dari mulai orang tuanya buta huruf, sampai dia juga buta huruf".
Kang Kaoy menjawab ; "Oyaaa..!! Serius lo?..dia buta huruf? Ya Allah bukannya kemarin dia mau melamar jadi Polisi Kang,..kan buta huruf..
Iyaa dia buta huruf, "kalau tidak percaya mari saya buktikan"
"Eehh Podan..!!, sini kamu.."
"Ini uang buat kamu di tangan kanan dan kiri saya,. Kamu pilih yang mana silahkan kamu ambil".
(di tangan kanan Kang Dulah dia memegang uang 10 ribu rupiah, sementara tangan kirinya 5 ribu rupiah)
Lantas dengan girangnya Podan mengambil yang 5 ribu, dan inilah yang ingin dibuktikan oleh Kang Dulah, bahwa segitu bodohnya di Podan sampai tidak mengenal uang mana yang lebih besar jumlahnya.
Tu kan..!! Kang Kaoy lihat sendiri, dia justru mengambil yang sedikit jumlahnya (sambil tertawa)
Begitulah seterusnya, setiap ada langganan yang masuk selalu saja kekurangan orang yang dibahas, kebetulan sekarang si Podan lagi hangat-hangatnya jadi topik utama.
Hingga suatu ketika ada seorang anak muda datang untuk memangkas rambutnya, dan seperti sebelumnya kita bahas bahwa Kang Dulah kembali berulah, dia menceritakan kekurangan si Podan kepada pemuda tadi, namun sang pemuda tidak begitu meresponny sampai rambutnya selesai dihajar.
Dalam perjalanan pulang, pemuda tadi berjumpa dengan si Podan ;
"Podan, kenapa kamu selalu mengambil uang yang 5 ribu sedangkan yang 10 ribu engkau abaikan, bukankah 10 ribu lebih besar?"
Dengan santai si Podan menjawab pertanyaan pemuda ini ;
"Jika saya ambil 10 ribu, saya pastikan hari itu adalah hari terakhir saya mendapatkan uang darinya,."
Kenapa bisa begitu?
"Dia rela melakukan apa saja demi membuktikan omongannya kepada orang lain, termasuk menguji saya di depan orang-orang, kebodohan saya (menurut dia) akan mengantarkan 5 ribu rupiah per harinya. Jika saya dianggap pandai olehnya, seribu perak pun tidak akan diberikan.