Communist depravity in Indonesia

Di Indonesia perkumpulan Komunisme terbesar adalah partai Komunis Indonesia (PKI). Didirikan oleh Henk Sneevlet (Kaum Sosialis asal Belanda) pada Mei 1914. Lambat laun PKI menjadi partai Komunis terbesar ketiga di dunia setelah Russia dan China dibawah kepemimpin Dipa Nusantara Aidit (D.N. Aidit). PKI didukung pula oleh Presiden Soekarno karena mereka bersifat anti kolonialisme Barat. Karena dukungan dari Soekarno tersebut, PKI dengan mudah menarik simpati dari rakyat.
Kemudian PKI masuk kedalam pemerintahan masa itu, pemimpin PKI D. N. Aidit dan Njoto diangkat menjadi Menteri Penasehat. setelah masuk ke pemerintahan PKI mengusulkan dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri dari Buruh dan Petani untuk memobilisasi massa. Tapi, dipihak TNI AD tidak setuju karena dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan senjata.
Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba menyatakan bahwa PKI akan melakukan kudeta, mereka menduga tujuan PKI mempersenjatai rakyat dengan dalih konfrontasi dengan Malaysia adalah hanya untuk menggulingkan pemerintah yang sah. TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara mendukung penuh tindakan PKI ini, tapi tidak dengan TNI angkatan Darat. Karena pertidaksetujuan tersebut PKI melihat TNI angkatan Darat sebagai ancaman bagi tujuannya.
Kemudian pada 30 September 1965 PKI merencanakan pembunuhan para dewan Jendral dengan memperalat pasukan Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) masa itu. Peristiwa pembunuhan dan penyiksaan para dewan Jendral dikenal sebagai peristiwa G-30S PKI. Para Jendral yang disiksa dan dibunuh adalah Letjen TNI A. Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M.T. Hardjono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen TNI D.I. Panjaitan, Brigjen TNI Soetodjo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean, mereka kemudian mendapat gelar sebagai pahlawan Revolusi. Bukan hanya itu, PKI juga melancarkan berbagai pemberontakan yang memakan banyak korban jiwa. Setelah peristiwa tersebut pemerintah indonesia melarang Komunisme, Marxisme, dan Leninisme di Indonesia.