Kumandang azan baru saja berlalu. Rinai hujan bulan April membelai lembut jaket. Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam dibekap dingin, walau tidak begitu kentara.
Saya menelpon seorang teman, dan ia mengabarkan sedang di luar rumah. Saya dengan tubuh kelelahan, walau sudah berada di depan rumah, kembali balik arah dan singgah di sebuah warkop. Bulanang Coffee, demikian merk warkop yang ditempel di depan.
Saya memesan secangkir espresso arabica. Hmmm, harga yang ditulis di daftar menu sangat murah. Hanya 5000 per cangkir. Begitu kopi itu dihidangkan, saya segera menyesap aromanya, dan kemudian meneguknya seteguk, tanpa gula. Rasa pahitnya tidak begitu kentara, rasanya juga ringan saja. Sepertinya peraciknya paham bahwa saya bukan kopi holic, atau pula, begitulah kualitas dari harga yang murah itu. Hehehe.
Saya baru tahu bahwa kopi terbaik dan aman bagi lambung, justru setelah damai Aceh dan warkop bertema modern bertebaran di seluruh Aceh. Dulu, saya hanya mengenal kopi Takengon yang berupa robusta yang ditumbuk halus dan sedikit campuran beras. Kopi tersebut, jikalau mengidap gangguan lambung, sangat tidak dianjurkan untuk diminum. Walau rasanya tetap enak, tapi dijamin segera masuk angin, mual-mual dan muntah. Tidak jarang harus masuk rumah sakit.
Arabica adalah puncak kenikmatannya, demikian saya berpendapat. Sebagai pribadi yang menikmati kopi secara alakadar, saya nyaman mengonsumsi arabica. Walau dokter tetap melarang, apalagi jenis Arabica yang sudah difermentasikan, karena tidak aman untuk kondisi tubuh saya yang mudah masuk angin.
Malam ini, di Bulanang Coffee, sembari menunggu si teman pulang, saya --tentunya sendiri-- menikmati espresso di tengah suasana riuh musik dan anak muda yang sibuk berdiskusi sembari menikmati kopi dan menghisap rokok. Saya merasa aneh karena dominan pemudanya bercelana pendek dan tidak memakai jaket. Mereka santai saja tanpa terlihat kedinginan.
Atau mungkin mereka yang justru merasa aneh melihat saya yang berjaket tebal dan duduk sendiri sembari memainkan jemarinya di layar hape serta sesekali menyeruput kopi yang begitu cepat dingin.
Ah, begitulah, Tanoh Gayo saat ini bukan Gayo yang dulu. Warkop sudah bertebaran di mana-mana. Anak mudanya pun juga mulai nongkrong sembari bercanda ria di dalam warkop. Mirip sekali dengan kami yang berasal dari pesisir yang sudah mengenal warung kopi semenjak dahulu.
Ah, zaman memang sudah berubah. Kini para wanita pun sudah begitu banyak di warkop. Bukan hanya menyertai suami, tapi datang bersama dengan teman-temannya dan nongkrong sembari "ngopi". Sesuatu yang justru tidak akan kita temukan di era 90-an.
Klw aq lg di sana, pasti Qsuruh abg singgah k rumah.
G jauh kok, Qsajikan la kopi gayo hasil seduhan sendiri, gratis hehe.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
@jamanfahmi, artinya belum berjodoh untuk bertemu. Semoga ada kesempatan lain.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
pasti beda rasa, karena dimana produksinya..betuwoe neupuwoe luwak bang @muhajir.juli
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hehehehe. Luwak hareum, Teungku Basyir. Kupi ek musang.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Minum kopi di tempat dingin akan selalu beda rasanya. Lebih nikmat... beda ngen tajeb lam cuaca di Banda rab bineh pasie.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hahahaha. @abuarkan: you right. Bineh pasie cit cocok tajeip ie jok masam.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit