Image Credit: 1
HISTORY | Seberapa bangga engkau wahai Indonesia memiliki seorang RA Kartini?. Sampai-sampai ‘satu hari' khusus engkau siapkan untuk mengelu-elukan namanya. Aku merasa telat, kenapa dulu tidak aku tanyakan sendiri kepada guru sejarah. Tapi semisal pun dulu sempat kutanyakan itu pada guruku, aku yakin jawabannya pasti ngawur.
Bukan ku tidak menghargai guru. Malah sebaliknya aku wajib menghargai guruku, karena telah mengajarkan aku banyak hal, hingga aku bisa menulis seperti ini. Aku wajib menghargai guru, tapi tidak wajib menghargai sejarah yang pernah diajarkan dan terkesan dipaksakan untuk aku tahu.
Terbukti di soal ujian sejarah yang berkaitan dengan kebangkitan wanita pribumi, nama RA Kartini selalu ditanya.
RA Kartini dimasukkan dalam daftar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, bagiku itu sah-sah saja. Tapi kalau harus menetapkan satu hari khusus, bertepatan dengan hari lahir Kartini pula, dan kemudian diperingati sebagai hari kebangkitan wanita pribumi, menurutku itu terlalu mengada-ada. Kenapa?
Bukan karena aku tidak cinta RA Kartini, tapi wanita ayu kelahiran Jepara, 21 April 1879 ini sudah lebih dulu pergi. Malahan kalau Kartini masih hidup dan sempat bertemu denganku, pasti kuungkap perasaanku padanya. Walau yakinlah, bahwa aku bukan typenya RA Kartini, karena aku berkulit gelap dan tidak terang-terang. Tapi sebagai warga negara yang baik, itu dapat kumaklumi.
Ya karena, wanita pribumi Indonesia tidak hanya ada di Jepara saja, tapi wanita pribumi Indonesia ada di seluruh pelosok Nusantara. Wanita pribumi Indonesia yang berjuang untuk Kemerdekaan Indonesia juga bukan RA Kartini saja, tapi wanita pribumi Indonesia yang berjuang untuk Kemerdekaan Indonesia ada di seluruh pelosok Nusantara.
Sepemahamanku dari beberapa artikel yang kubaca, itu tidak termasuk buku sejarah yang diwajibkan untuk kubeli oleh guru sejarah. Termasuk Kartini, dari Sabang sampai Merauke ada puluhan wanita pribumi lain yang telah mengasuh Nusantara hingga Nusantara tumbuh menjadi besar. Tidak etis kusebut nama mereka satu persatu. Juga saat RA Kartini lahir hingga meninggal Negara Indonesia belum dikenal. Begitu juga dengan banyak wanita pribumi yang lebih dulu lahir dan meninggal dari Kartini.
Aku yakin sekali, kala Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 ditetapkan, itu tanpa dihadiri RA Kartini. Karena itu 60 tahun setelah meninggal RA Kartini dan 19 tahun setelah adanya Indonesia. Seandainya saat Keppres ditetapkan, dan RA Kartini masih hidup, sebagai penggerak wanita pribumi yang adil dan bijak tentu ia tidak rela menerima hal itu. Karena Kartini sadar kalau dirinya bukanlah satu-satunya dan bukan wanita pertama yang menyusui Indonesia.
Maka seandai Indonesia adalah guru sejarahku, dan tanpa maksud mengguruinya, pasti akan kutanyakan; Sebenarnya bisa tidak Hari Kartini diubah menjadi Hari Wanita Pribumi Indonesia?.
Bicara sejarah, kurasa tulisan kecil ini lebih tepat untuk pemaknaan kata “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Selamat Hari Wanita Pribumi Indonesia (HAWARISA).
...Salam-salaman...
@pieasant
Bravo Hawarisa!!!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit