Adalah sesuatu yang biasa setiap saya mengunjungi kampung dari ibu, selalu singgah di rumah ini. Teringat saya semenjak kecil sudah terbiasa berkumpul di rumah ini. Baik itu saat Lebaran ataupun sekedar berkunjung biasa. Rumah Aceh ini terletak di Desa Krueng Deue, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Rumoh Aceh didiami oleh nenek dan adiknya sejak puluhan tahun yang lalu. Saya perkirakan umur rumah berkonstruksi panggung dengan 16 tiang ini sudah ada 100 tahun. Namun tiang-tiang penyangga dan kayu-kayu balok atapnya masih terlihat kokoh.
Rumah Aceh ini terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian depan untuk menerima tamu, bagian tengah untuk ruang berkumpul dan kamar tidur, serta ruang belakang untuk kamar tidur. Ruang depan juga bisa dimanfaatkan untuk ruang tidur jika kebetulan saat lebaran, dimana ramai keluarga yang berkumpul. Untuk masuk ke rumah ada 2 tangga, yang terletak di ruang depan dan di ruang belakang. Namun tangga ruang depan hanya dibuka sesekali saja. Lebih sering lewat tangga di ruang belakang. Karena dari ruang belakang juga berdekatan dengan ruang dapur dan sumur.
Untuk aktivitas mandi dan mencuci dilakukan di ruang terpisah yang ada di depan rumah. Di ruang ini terdapat sumur yang airnya sangat bersih dan tak pernah kering saat kemarau sekalipun. Airnya sangat segar terasa di badan, sepeti air di daerah pegunungan.
Saat siang, kami terbiasa bersantai dan berbincang di bagian kolong rumah. Meski cuaca panas, udara di kolong rumah sangat sejuk. Membuat kami betah berlama-lama duduk disini.
Bertahun-tahun saya menikmati suasana rumah Aceh ini, dan berharap dapat terus bisa. Namun apa daya, pengaruh zaman tak bisa dibendung. Selain struktur bangunannya yang mulai lapuk didera cuaca, ketiadaan nenek yang sudah meninggal juga menjadi penyebab. Tidak ada lagi yang tinggal, merawat, dan membersihkan rumoh ini. Saya sempat mendengar kabar bahwa Rumoh Aceh ini sempat diusulkan untuk dijadikan cagar budaya. Namun kelanjutannya tidak ada.
Dan pada akhirnya di tahun 2014 lalu, saat saya pulang ke kampung saya dapati rumoh Aceh ini sudah lenyap. Dibongkar oleh seorang anak dari nenek untuk diambil kayunya dan dibuat sebagai bahan pembangunan rumah baru. Berakhir pulalah sebuah rumah yang penuh sejarah dan kenangan. Sekarang saya hanya bisa mengenang rumoh Aceh tersebut lewat foto-foto yang sempat saya abadikan sebelum rumah itu dibongkar.
Saya pribadi sungguh menyayangkan dibongkarnya rumoh Aceh itu, karena selain rumah berkumpulnya keluarga, juga bisa menjadi sejarah untuk generasi kami selanjutnya. Bahwa pernah ada rumoh Aceh tempat kami berkumpul dan menjadi penyatu silaturahmi keluarga. Namun apa boleh buat, adanya kepentingan-kepentingan membuat keberadaannya hanya tertinggal di ingatan dan foto saja.
Terima kasih sudah membaca postingan ini, dan terima kasih untuk vote-nya.
Wassalam
@rizkiyudi
Helo, hai @rizkiyudi! Upvote yaa..
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Siappp @puncakbukit ....sudah saya upvote. Salam kenal selalu..
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit