Sungguh, aku ingin mengenal Tuhan kalian, Allah kalian yang memerintahkan pembunuhan, pembakaran dan pengusiran. Sungguh aku ingin tahu, macam mana kalian mengenal Illah itu. Apakah itu sesaji yang kalian sebut ibadah...?!
Atau, itu cuma cara kalian menjilat Tuhan yang kalian khianati perintah-Nya nyaris sekerap nafas. Lantas, segala aturan dan birokrasi kalian jadikan alas tindakan. Segenap bukti sejarah kalian buka sebagai cara menyatakan kalian benar, membenarkan tindakan kalian yang membangkit jijik.
Dengan tindakan itu, kalian telah merasa cukup memberikan grativikasi pada Tuhan kalian itu untuk menyediakan penjara berfasilitas penthouse bernama Jannatunna’im...?! Eden...?! Nirvana...?!
Sungguh, ini bukan tentang Singkil dan Sabang, apalagi Tolikara (sebab aku berada jauuuhhh... di luar realitas ketiganya. Sebab, orang luar tak boleh berkomentar soal itu). Ini bukan tentang Mesjid atau Gereja. Juga jauh melampaui Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, Shinto, Sikh, Permalim, Sunda Wiwitan... Bukan pula tentang Sunni, Syi’ah, Wahabi dan Ahlussunnah. Sebab menurutku, agama kerap menjadi politisasi Tuhan.
Aku cuma sedang berupaya mencari jawaban tentang Tuhan yang memerintahkan pembunuhan sejak semesta ini ada.
Mengapa tak ada yang melawan atas nama Tuhan saat lahan-lahan rakyat dan ulayat dicincang konsesi lahan yang berzinah dengan birokrasi?
Lantas akan ada yang menudingkan telunjuk padaku, komplain, “Perbandingan yang kau berikan tidak apple to apple, kesemek to kesemek, tomato to tomato, durian to durian. Kau membandingkan keyakinan manusia dengan konflik lahan.”
Aku tak sedang jualan buah. Aku sedang melihat orang terlalu protektif pada Tuhan yang sedikitpun tak butuh perlindungan dari hamba. Sementara, ada yang mengaku beragama, namun membiarkan penindasan yang mengatasnamakan agama dengan memelintir dalil, “Taatlah pada Allah dan Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin di antara kamu,” untuk membenarkan penindasan dan penghisapan atas manusia serta perusakan atas alam.
Sementara, mereka lupa, sesama manusialah yang membutuhkan perlindungan. Sebab, Tuhan tak pernah butuh perlindungan. Tuhanlah sekuat-kuat pelindung dan lindungan-Nya adalah sekuat-kuat perlindungan.
Tuhanku tak pernah butuh perlindungan. Jika Tuhan kalian butuh perlindungan, aku semakin bimbang, mengapa kalian masih saja berlindung pada Tuhan macam itu...?! Atau, jangan-jangan... yang kalian sembah itu investasi yang memang butuh perlindungan dan konsesi lahan.
s7�h �^
@originalworks
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
belum berani koment ni diyus
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit