Bung Karno, Kaum Milenial dan Gerakan Ayo Memilih

in indonesia •  5 years ago 

milenial nu online.jpg
(Foto: NU Online)

Oleh: Satrio Arismunandar

“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Itulah ucapan terkemuka dari tokoh proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia, Bung Karno, dalam salah satu pidatonya.

Ucapan Bung Karno yang berapi-api itu membakar semangat dan menginspirasi para pemuda Indonesia di periode-periode awal kemerdekaan Republik Indonesia. Ucapan tokoh kaliber dunia itu menunjukkan kepercayaannya pada potensi kaum muda. Pemimpin Besar Revolusi itu yakin, kaum muda Indonesia bisa berperan penting dalam mengubah dunia.

Bung Karno sendiri di masa mudanya adalah juga sosok pemuda cemerlang yang luar biasa. Ia sudah mampu berpikir jauh ke depan melampaui zamannya. Aktivitas Sukarno Muda mampu membangkitkan kesadaran kebangsaan, yang pada ujungnya berperan memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan.

Nah, lalu apa relevansinya ucapan Bung Karno itu dalam konteks situasi, yang dihadapi kaum muda Indonesia sekarang? Sekarang ini adalah zamannya media sosial, Revolusi Industri 4.0, era disrupsi, sistem telekomunikasi generasi 5G, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Seperti juga di masa kepemimpinan Bung Karno, saat ini kaum muda Indonesia --khususnya generasi milenial—menyimpan potensi besar. Yakni, potensi untuk menjadi penentu jalannya perubahan bagi bangsa berjumlah 266 juta jiwa ini. Tetapi siapakah generasi milenial itu?

Generasi milenial adalah mereka dari usia, yang pada 2019 ini baru pertama kali menjadi pemilih dalam pemilihan umum, hingga setidaknya yang pernah terlibat pemilu 2004, 2009 dan 2014 (berumur 17 – 39 tahun). Kelompok ini mendominasi populasi usia produktif dan menjadi rebutan partai politik, karena jumlahnya yang mencapai 44,7 persen dari total pemilih Indonesia saat ini.

Mereka inilah yang keberadaannya –oleh para perencana pembangunan-- sering disebut-sebut sebagai “bonus demografi.” Mereka kelak di usia produktifnya bisa menjadi faktor keunggulan istimewa. Tetapi, mereka juga bisa menjadi beban yang tersia-sia, jika tidak ditangani dengan baik.

Menghadapi Agenda Nasional

Nah, pada Rabu, 17 April 2019, ada agenda nasional di mana rakyat Indonesia kan mengadakan pemilihan umum serentak. Yakni, untuk memilih pasangan presiden-wakil presiden, anggota DPR-RI, anggota DPRD, dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Siapapun yang terpilih bisa menentukan maju-mundurnya dan jatuh-bangunnya bangsa ini, serta bagaimana bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain di masa depan.

Sistem demokrasi menyediakan fasilitas pemilu, yang membuat warga menjadi sang penentu siapa pemimpin terpilih. Pemimpin yang berbeda dapat membentuk Indonesia yang berbeda, apalagi ketika Indonesia masih bertransisi ke demokrasi.

Misalnya, pemimpin A dapat membawa Indonesia kembali ke sistem otoriter. Pemimpin B dapat membawa Indonesia ke bentuk negara agama. Pemimpin C dapat membawa Indonesia kepada Demokrasi Liberal. Pemimpin D membawa Indonesia pada eksperimen negara Pancasila.

Itulah sebabnya, partisipasi kaum milenial sangat diharapkan. Merekalah calon-calon pemimpin masa depan. Masalahnya, menurut data, kaum milenial tampaknya acuh tak acuh terhadap pemilu 2019. Setelah diakumulasi, jumlah pemilih milenial yang merasa tidak perlu datang ke tempat pemungutan suara (TPS) mencapai angka di atas 40 persen. Wow, itu angka yang sangat besar!

Data menunjukkan, kalangan milenial yang mengikuti berita-berita politik terkini lebih banyak yang tinggal di perkotaan (40,35 persen) dibandingkan yang tinggal di desa (27,50 persen). Alasan utama mereka untuk golput atau tidak mencoblos di pemilu adalah karena apatisme politik (65,4 persen). Alasan kedua sepele: tidak tahu jadwal Pilpres (25,3 persen). Ditambah alasan-alasan minor lain.

Konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan) dan kegaduhan antar-kubu politik yang berkepanjangan, serta diiringi penyebaran fitnah dan hoaks, membuat citra politik sangat buruk. Kaum milenial pun enggan berpartisipasi.

Hal ini sangat disayangkan. Mengapa? Karena kehidupan demokrasi mensyaratkan adanya partisipasi rakyatnya. Makin sedikit yang berpartisipasi, kualitas demokrasi melemah. Memberi suara dalam pemilu adalah bagian dari partisipasi politik, dan dengan mencoblos di pemilu kaum milenial telah ikut berperan menentukan arah negara.

Perlu dilakukan gerakan nasional untuk mengurangi potensi golput di kalangan milenial, dan tentunya juga di kalangan pemilih umum. Untuk itulah, kita patut mengapresiasi kiprah J&R (Jeune & Raccord). J&R secara organisasi maupun individu terpanggil untuk "menggairahkan" kepedulian kaum milenial, agar berpartisipasi aktif dalam Pemilu 2019.

J&R menunjukkan, politik juga memiliki sisi-sisi mulia, karena bisa memperjuangkan keadilan, kedaulatan warga dan kemakmuran, serta memilih pemimpin yang baik. Dalam sistem politik yang inklusif, juga ada cita-cita sosial soal kebersamaan dan menghargai keragaman.

Menghargai proses pembelajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu, J&R membentuk Gerakan Ayo Memilih. Gerakan ini berusaha menyebarkan arti penting memilih dalam pemilu bagi kaum milenial. Tidak memilih dalam pemilu karena apatisme politik, tak peduli dengan politik, apalagi jika dalam jumlah yang sangat besar, berisiko mengakibatkan terpilihnya pemimpin yang tidak menggambarkan aspirasi mayoritas warga.

Pemilu langsung yang kita rasakan saat ini adalah hasil perjuangan panjang bangsa Indonesia, yang jalannya tidak mudah. “Keterlaluan, jika kita sampai golput. Itu sama saja kita tidak menghargai apa yang sudah diperjuangkan oleh para aktivis, pembuat kebijakan senior, dan bangsa kita sendiri,” ujar Monica Anggi JR, inisiator Gerakan Ayo Memilih.
Lomba Membuat Lagu

Monica, yang dibantu dua kawan sejawatnya Riris Puri dan Arie Prijono, menjadi panitia Gerakan Ayo Memilih. Tahap pertama yang mereka lakukan, untuk meningkatkan kesadaran partisipatif dari kaum milenial, adalah lewat kegiatan kreatif yang kerap disukai kaum milenial. Kampanye tersebut diawali dengan Lomba Membuat Lagu. Pemenang lomba akan mendapatkan hadiah Rp 100 juta dan lagunya akan dibawakan oleh para penyanyi papan atas Tanah Air.

Lomba ini melibatkan para musisi muda Tanah Air sebagai juri. Para juri dipilih dari kalangan musisi ternama, seperti: Ronny (Band Cokelat), Edwin (Band Cokelat), dan Enda (Band Ungu). Sedangkan, Merah Putih News dan Jeune & Raccord mendukung penuh dari sisi media partner.

Lirik lagu yang dilombakan ditulis oleh pelopor puisi esai, tokoh intelektual dan wirausahawan Denny JA. Bentuk kontes lagu, yang berlangsung pada 15 Oktober - 30 November 2018 ini, adalah memusikalisasi lirik “Satu Suara, Membuat Beda” karya Denny JA. Walau kontes bermula dari para anak muda, kualitas kolaborasi mereka ternyata dahsyat! Potensi kaum milenial memang tak bisa diremehkan.

Karena pesertanya adalah kaum milenial, lomba cipta lagu ini tetap menggunakan bahasa gaul dan pop, khas kaum milenial. Dalam lomba itu juga diberikan kisi-kisi lirik. Isinya menunjukkan bahwa partisipasi dalam kehidupan demokrasi, serta pemberian suara dalam pemilu oleh kaum milenial, bisa menghasilkan perubahan situasi dan keadaan yang signifikan bagi masa depan bangsa ini.

Karena itulah, kampanye yang dilakukan Gerakan Ayo Memilih bersifat pop culture. Kerjasama yang dilakukan J&R dengan kekuatan-kekuatan kaum muda, seperti Prambors, Merah Putih, Band Cokelat, dan In Harmony Clinic, pun terbukti berbuah manis. Selain lomba mencipta lagu, J&R juga membuat survei, kampanye media sosial dan radio, serta aksi panggung.

Untuk menandai momen kebangkitan milenial, dilangsungkan acara syukuran kebersamaan yang bertema “Sudahi Tensimu, Sayangi Bangsamu,” dengan melibatkan media-media anak muda. Tujuannya adalah untuk menggaungkan lebih besar lagi api semangat Ayo Memilih, menegaskan sikap Anti-Golput, dan meningkatkan rasa peduli kaum milenial pada pemilu.

Masa depan adalah milik kaum muda. Dan Gerakan Ayo Memilih telah ikut merintis dan membuka jalan ke arah kebangkitan kaum milenial Indonesia. Mereka akan membentuk masa depan yang lebih cemerlang dan berjaya. Semoga! ***

Satrio Arismunandar adalah penulis buku, praktisi media, dan dosen ilmu komunikasi di berbagai universitas. Pernah menjadi wartawan Harian Kompas, Media Indonesia, dan Trans TV. Kontak: [email protected]. WA: 081286299061

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Congratulations @satrio! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!