Foto: Jawa Pos
Ibadah haji dapat dianggap sebagai ibadah puncak bagi orang Islam di Indonesia. Bagi sebagian orang, haji adalah manifestasi puncak pencapaian dunia dan akhirat. Sebagai rukun Islam kelima, ibadah haji memiliki posisi yang tinggi dalam ajaran Islam, walau bukan yang utama.
Karena itu tidak heran jika sejak dulu hingga kini jumlah orang Indonesia yang melaksanakan ibadah haji sangat besar. Animo orang untuk berhaji amat tinggi bahkan di masa sulit sekalipun. Akibatnya, daftar tunggu haji Indonesia amat panjang. Rata-rata di semua daerah daftar tunggu haji ini sudah di atas 20 tahun, bahkan ada yang di atas 30 tahun.
Lalu datanglah pandemi Covid-19 yang tiba-tiba menghentikan seluruh gerak kita, termasuk haji. Akibatnya, daftar tunggu haji Indonesia yang sudah panjang itu makin panjang saja akibat 2 tahun kita berhenti mengirimkan jamaah haji.
Kini, di penghujung pandemi pemerintah Indonesia mulai melobi kembali pemerintah Arab Saudi. Ada kekhawatiran Indonesia kembali gagal mengirimkan jamaah haji sebab vaksin yang digunakan secara luas di Indonesia adalah Sinovac, yang awalnya tidak diakui oleh pemerintah Arab Saudi.
Dalam perkembangannya, pemerintah Arab Saudi mengijinkan jamaah haji yang mendapat vaksin Sinovac, namun dengan syarat harus sudah mendapat booster dosis ketiga. Ternyata keringanan ini pun belum cukup mengamankan jamaah calon haji Indonesia, sebab booster vaksin ketiga belum diizinkan kecuali untuk tenaga kesehatan.
Pemerintah Indonesia masih mengejar angka dosis pertama 70 persen dan dosis kedua 40 persen terlebih dahulu sampai akhir tahun. Kemungkinan booster dosis ketiga baru diizinkan untuk masyarakat umum pada awal tahun depan, itu pun dengan skema berbayar, kecuali untuk masyarakat penerima bantuan premi BPJS.
Karena itulah pemerintah Indonesia melobi pemerintah Arab Saudi untuk mengakui pemakaian vaksin Sinovac tanpa perlu booster dosis ketiga. Jika lobi ini gagal bisa dipastikan daftar tunggu haji Indonesia akan semakin panjang.