Bismillah. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis mengatakan dalam bukunya, bahwa inti dari bab ini adalah untuk melihat bagaimana peran alumni luar negeri dalam masyarakat Aceh. Tidak hanya pada fenomena masa sekarang, namun juga akan dilihat pada sejarah pendidikan Aceh dahulu, mereka semua sangat berperan bagi masyarakat Aceh khususnya.
Menuntut ilmu ke negeri orang memang telah menjadi tradisi masyarakat Aceh. Para alumni ini juga bahkan di sanjung sanjung oleh orang Aceh. Ini terbukti saat keberangkatan mereka, karena kita tau bahwa orang yang pergi belajar keluar negeri adalah orang orang yang hebat dan memiliki kapasitas keilmuan yang tinggi beda halnya dengan orang yang tidak berangkat kesana, mungkin itu alasannya mengapa mereka selalu dinantikan kepulangannya dan di antar keberangkatannya. Serta mereka juga dibiayai oleh pemerintah tentunya.
Ketika mereka pulang dari menuntut ilmu, katakanlah dari kawasan arab, mereka pulang dengan membawa ilmu yang tinggi, kemudian mereka berkiprah ke masyarakat, peran mereka sangat dirasakan karena seperti yang saya katakan tadi bahwa sangat berbeda pengaruhnya orang yang memiliki ilmu yang tinggi karena jauhnya merantau untuk belajar dengan orang yang belajar di lokal, sehingga untuk menjadi pengaruh di masyarakat itu sangat kuat pengaruhnya orang yang kuliah di luar negeri daripada orang yang belajar di lokal.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan tradisi belajar diluar negeri yang non studi islam?
Disini mereka mengkhususkan studi belajar untuk orang orang yang bangsawan saja, kenapa demikian? Karena mereka tau mungkin orang orang bangsawan memiliki materi yang cukup untuk membiayai anaknya sekolah kesana, dan pelajaran pun yang mereka ambil adalah tentang hukum hukum belanda, sebanarnya tidak masalah, seketika mereka sudah mapan belajar hukum belanja sehingga bisa menerapkannya ke hukum indonesia, agar hukum yang ada di indonesia ini maju seperti hukum yang ada dibelanda, intinya oranh yang senantiasa belajar di luar negeri walaupun memiliki jurusan yang berbeda beda pasti sebuah kebanggan bagi orang tua maupun negara sendiri.
Jika kita lihat generasi pada era 1970-an maka mereka memainkan peran yang sangat signifikan dalam mengembangkan spirit keilmuan, Ini terbukti dengan adanya karya-karya mereka yang masih bisa kita jumpai hingga saat ini, belum lagi karya tersebut tidak hanya dibaca di Indonesia, melainkan juga telah dibaca oleh orang Malaysia, Brunei Darussalam, dll.
Sayangnya generasi muda saat ini sangat minim dalam menghasilkan karya-karya hebat layaknya pada era 1970-an dan 1980-an.
Alasannya karena kurangnya minat belajar yang di rasakan oleh anak anak bangsa sekarang, mereka disibukkan dengan hal hala yang tidak bermanfaat seperti disebabkan mereka yang mendapatan beasiswa untuk melanjutkan studi luar negeri seperti kawasan Eropa, dan benua lainnya cenderung dipersiapkan untuk mengisi tempat jabatan strategis untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bukan usaha dalam berkarya.
Sarjana sekarang ini cenderung sangat sedikit dalam hal menulis, mereka kerap ditempatkan pada jabatan penting di kampus dan keinginan untuk menjadi seorang pns.
Inilah yang membedakan alumni Eropa dengan alumni Timur Tengah, jika alumni timur tengah akan menjadi seorang ustadz dan membuat spirit agama semakin medekatkan masyarakat kepada pencipta, sedangkan alumni eropa sibuk dengan jabatan jabatan yang mereka impikan, walaupun demikian, setidaknya mereka bisa menjadi penjabat yang sukses nantinya yang bisa mengubah indonesia ini lebih maju lagi.
Pasca tsunami di Aceh, tepatnya masa pemerintahan Irwandi, ada didirikan lembaga khusus yang dikenal dengan sebutan KBA (Komisi Beasiswa Aceh). Ini suatu bentuk untuk menciptakan SDM Aceh yang mampu mengisi pembangunan Aceh pasca tsunami.
Dengan begitu mandat untuk menciptaan otak otak kreatif dipikul oleh lembaga yang berada di bawah sayap pemerintahan Banda Aceh. Model perekrutan untuk diberangkatkan ke luar negeri pun sudah semakin terbuka, artinya siapapun bisa mendaftar, sejauh dia orang Aceh.
Namun sayang program KBA ini belum begitu mengarah pada aspek mendetailkan strategi pembangunan manusia, KBA masih pada level distribusi bantuan pendidikan dan sebagai monitoring pembagian uang rakyat. Ini artinya lembaga tersebut belum mampu menciptakan agen perubahan di masyarakat Aceh bagi alumni KBA.