Hari ini galian bukit di Blangpanyang, Lhokseumawe, sudah sampai di depan rumah saya.
Sejak beberapa tahun ini beberapa ruas bukit sudah dicacah dan diterabas. Mula-mula di depan Meunasah Blangpanyang, kemudian di dekat SPBU Blangpanyang dan kini sudah di depan rumah saya.
Nampaknya penggalian di depan rumah untuk membangun kompleks perumahan. Ide tentang proyek bisa berlari lebih cepat dibandingkan permufakatan apapun. Mupakat tidak lagi menjadi konsensus intelektual dan sosial di Aceh. Siapa lagi yang dipercayai untuk menjaga tiang-tiang kemupakatan kalau bukan tetua gampong dan geuchiek? Problemnya geuchiek pun sudah diberhentikan oleh Pemkot Lhokseumawe, buntut dari konflik berlarut di gampong. Rusuhnya kampung kami.
Namun pemandangan di depan rumah saya di sore hari ini adalah pemandangan yang kaprah ditemui di Aceh. Jika membaca postingan-postingan @munawir91 terlihat buruknya pengelolaan lingkungan dan AMDAL di Aceh. Uang menjadi kuasa utama dalam segala hal. Lingkungan tak menjadi sakral lagi. Dirusak selagi bisa.
Seingat saya kerusakan lingkungan di Aceh semakin menjadi-jadi dan adat-reusam hanya menjadi alas kaki sejak era rekonstruksi pascatsunami.
Saat itu BRR Aceh berencana mengimpor kayu untuk kebutuhan bangunan di Aceh. Keperluannya cukup besar, 200 ribu kubik per tahun untuk 4-5 tahun. Namun begitu konsesi impor akan dilakukan, pihak lokal Aceh protes. Kenapa harus ambil negeri lain? Aceh surga kayu? Kenapa itu tidak menjadi rezeki bagi kami? Begitu kira-kira pandangan para penguasa lokal di Aceh saat itu.
Padahal kayu dari hutan di Australia tidak diambil dari hutan primer. Mereka memiliki hutan tanaman industri, karena kecakapan mereka mengelola lahan yang sangat luas dengan penduduk sangat sedikit. Aceh, hutan yang dirusak adalah hutan lindung, hutan sekunder, dan hutan rakyat. Rakyat kehilangan hutan sekaligus martabat.
Kita cuma menunggu takdir, bagaimana nasib bukit-bukit yang dirusak itu "berkata" kepada masyarakat sekitar. Mungkin satu bulan ke depan, ketika curah hujan meninggi, Tuhan akan mengirimkan "email" melalui alam sebagai tanda-tandanya kepada makhluk bumi. Afala tatafakkarun? (Apakah kalian berpikir). Fabiayyi ala i-rabbikuma tukadzibaan? (Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustai?).
Hari ini kita menabung bencana, seketip-demi-seketip. Buah dari kebahlulan dan kram otak sebagai manusia.
24 Oktober 2017
Apabila engkau tidak mensyukur i nikmat ku, Tunggu ajab ku amat pedih (Qs - Ibrahim 07)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Benar. Ayat quran banyak memberikan peringatan, tapi kita cenderung menjadi kufur
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ya, kerusakan lingkungan semakin nyata Bg @teukukemalfasya para pemilik modal kini menguras sumber daya alam yang ada di Aceh, mereka tidak pernah memperhitungkan kerugian material bila bencana menimpa, bahkan nyawa manusia menjadi tumbal, asal mereka bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah di alam ini, padahal konsep pembangunan berkelanjutan gencar dibicarakan di seantero bumi, termasuk Indonesian dan Aceh tercinta, namun kata-kata sustainable development mudah terucap, sulit diterapkan, semoga, bencana tidak menimpa kita.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kalau melihat bagaimana perilaku di Aceh saat ini, maka harapan saya dan @abdulhalim hanya bertepuk sebelah tangan. Siapa yang mau waras tidak merusak lingkungan saat ini?
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
tanpa memperhatikan gejala dan akibat dari pada kerakusan manusia dengan embel-embel pembangunan, maka suatu saat kita akan lalai terhadap bencananya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit